Perempuan memiliki peran sebagai garda terdepan dalam menangkal berita hoaks. Diperlukan ketegasan dari sang perempuan untuk melawan hoaks di lingkungannya.Â
Budaya arisan dan bergosip baik secara luring maupun daring oleh perempuan menjadi salah satu faktor dalam penyebaran hoaks. Kaum perempuan memiliki tanggung jawab untuk mencerna dan menyebarkan informasi karena seorang ibu merupakan sumber informasi untuk anak-anaknya.Â
Literasi informasi diperlukan untuk memaknai dan memahami informasi yang disebarluaskan di media. Kebiasaan literasi informasi ini diharapkan dapat membawa pencerahan bagi masyarakat dan membentuk karakter berhati-hati dan tidak sembarangan menyebarkan berita dalam keluarga tersebut.
Menurut riset oleh Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas Gadjah Mada (UGM) yang berjudul "Literasi Digital Perempuan Indonesia", sebanyak 70% dari 1.250 responden perempuan mengaku bahwa mereka memiliki hingga 10 grup Whatsapp yang seringkali menjadi tempat di mana mereka terpapar hoaks dan disinformasi.Â
Riset juga menunjukkan bahwa 74% dari perempuan yang terpapar hoaks memilih untuk tidak menanggapi pesan meragukan yang diterima untuk menghindari konflik.Â
Padahal, perempuan memiliki kesempatan untuk membawa perubahan dalam komunitasnya asalkan dibekali dengan pelatihan literasi digital yang tepat.
Koordinator Literasi Digital Ditjen Aptika Kemkominfo, Rizki Amelia menyebutkan bahwa terdapat beberapa tingkat penanganan konten di internet, yakni upstream, midstream dan downstream.Â
Upaya upstream dan midstream merupakan tindak preventif untuk mencegah penyebaran hoaks. Sementara tingkat downstream merupakan upaya mengatasi hoaks yang telah terjadi.
Pada tingkat upstream, Kemkominfo telah melakukan Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi yang memberikan edukasi di berbagai platform media sosial. Pada tingkat midstream, dilakukan penanganan, pengawasan, dan verifikasi konten hoaks dalam patroli siber tim AIS Kominfo, melakukan pemblokiran, serta menyediakan telegram Chatbot Antihoaks untuk cek fakta.Â
Di tingkat downstream, penegakan hukum terkait konten yang terbukti hoaks dilakukan dengan bekerja sama dengan Gugus Tugas Covid-19. Regulasi yang digunakan untuk menjatuhkan hukuman atas penyebar hoaks berupa UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dan Peraturan Menteri Kominfo No. 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif.
Implementasi atas literasi digital ini bisa diterapkan dalam menggunakan media sosial. Media sosial dapat memberikan ruang bagi perempuan untuk mengemukakan pendapatnya dan mendengarkan pendapat orang lain. Perempuan dengan berbagai latar belakang bisa berkontribusi dengan menulis di sosial media seperti Facebook, Twitter, dan blog dengan narasi menarik untuk menyebarkan informasi dan mengedukasi masyarakat melalui internet. Â