Lanjut, gaya bahasa metafora juga terlihat pada larik “di halaman, tanaman-tanaman kita kian kerontang dirabut paksa para pejalan”. Penggunaan klausa “dirabut paksa para pejalan” memiliki arti bahwa tanaman tersebut kini tidak terurus dan sudah diambil alih oleh orang yang melintas atau dalam arti sudah terinjak-injak oleh para pengguna jalan dengan seenaknya.
Lalu gaya bahasa metafora dalam puisi ini juga terlihat pada larik “seakan tak ku songsong fitrahku kembali”. Larik tersebut memiliki makna metafor yaitu enggan untuk berbenah diri seperti sediakala. Kemudian majas metafora juga terlihat pada larik “O apakah suatu hari dapat kuziarahi untuk ku hikmati?”,
Pada larik tersebut ziarah merupakan suatu objek perbandingan dengan objek lain yang serupa sifatnya. Maksud ziarah disini ialah mengenang atau mengunjungi kembali kenangan-kenangan tersebut baik itu yang buruk ataupun tidak, dan bertanya-tanya, apakah kenangan-kenangan tersebut dapat ia terima semua bahkan dapat diambil hikmahnya atau tidak, serta menghidupkan kembali fitrah atau jiwanya yang dahulu mati.
Bunyi bahasa dalam puisi menghasilkan rima. Rima dalam hal ini ialah pengulangan bunyi dalam puisi. Rima merupakan unsur yang dapat memperindah puisi. Rima dalam puisi ini sangatlah indah terlihat pada pengulangan bunyi huruf vokal I di bagian-bagian akhir puisi yakni “dan di hati, ada yang diam-diam terkulai mati”. “O, apakah suatu hari dapat ku ziarahi untuk ku hikmati?”. Pengulangan tersebut terjadi pada kata “hati dan mati”, serta “ziarahi, dan hikmati”.
Dalam menulis puisi, memilih kata dengan diksi yang baik belumlah cukup. Suatu puisi haruslah indah. Memiliki nilai estetika yang menarik dan pembaca merasa tertarik serta terbawa emosi seakan-akan sama dengan emosi sang penyair. Pembaca diupayakan dapat merasakan seperti apa yang dirasakan oleh sang penyair. Maka dari itu puisi haruslah menarik dengan memberikan efek-efek kepuitikan di dalamnya.
Efek-efek dari kepuitikan tersebut berdampak bagi estetika dan daya ungkap puisi, yakni menjadikan puisi ini dapat memberikan kenikmatan imajinatif kepada pembaca, menjadi sebuah jalan untuk menyampaikan imaji tambahan dalam puisi yang dalam hal ini dapat mengkonkritkan sesuatu yang bersifat abstrak sehingga puisi terasa lebih sensual, merupakan suatu cara untuk menambah intensitas emosi, serta merupakan alat pemusatan dan sekaligus sebagai alat untuk menyatakan sesuatu secara jelas.
Adapun efek-efek lain dari kepuitisan tersebut ialah dapat menghidupkan lukisan dan membuat plastis gambaran kenyataan, perasaan yang akan diungkapkan menjadi lebih nyata terasa, lebih ekspresif, serta sebagai alat keindahan karena kata-kata kiasan lebih indah daripada kata-kata yang dipakai secara harfiah.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwasanya efek-efek kepuitikan ini menyebabkan puisi “Ziarah untuk Sebuah Fitrah” karya Nenden Lilis A., menjadi menarik, segar, hidup, serta menimbulkan kejelasan gambaran angan. Pembaca menjadi bisa membangkitkan suasana dan kesan dalam puisi ini. Penggunaan aspek-aspek kepuitikan juga menjadikan puisi ini lebih dapat mengena di hati pada saat membacanya. Aspek-aspek kepuitikan itu tidak hanya di padu dengan diksi-diksinya saja, tetapi juga di padu dengan efek estetika dan daya ungkap pada puisi tersebut.
-Setapak di Ujung Pilu-
Karya Lita Tania
Merangkai sebuah sendu