Kereta wisata yang saya digunakan merupakan kereta diesel bukan kereta uap. Karena kereta uap harus disewa rombongan seharga 6 juta rupiah. Padahal kalau kereta uap pasti seru banget tuh.
Dari kejauhan, saya melihat kepala kereta berwarna kuning dengan model vintage sedangkan badan kereta berwarna hijau tua tanpa kaca jendela.
Saat kereta berhenti di platform-nya, saya, suami dan anak naik ke dalam kereta. Itu pun penumpang saling berebut naik kereta.
Weleh.
Lokomotif kereta pun dilepas dari badannya. Lokomotif kuning itu pun menuju rel putar untuk berputar. Setelah lokomotif berhasil dipasang kembali, kereta pun mulai jalan.
Perkampungan Ambarawa yang berada di pinggir rel menjadi pemandangan pertama kami. Aktivitas penduduk kampung terlihat jelas. Bapak-bapak duduk santai sambil melihat kami lewat. Anak saya melambai-lambai kepada seorang bapak yang melihat kami. Bapak itu membalas lambaian anak saya.
Desa-desa di Eropa memang indah sekali tapi naik kereta wisata dari Ambarawa ke Tuntang juga memiliki pemandangan yang juga menarik. Kami sampai di tengah-tengah areal persawahan hijau yang terbentang luas. Pemandangan Gunung Merbabu, Gunung Andong, Gunung Telomoyo, menjadi latar persawahan yang mampu mengundang decak kagum penumpang. Subhanallah. Begitu indah ciptaan-Nya.
Belum bosan menikmati pemandangan sawah dengan latar pegunungan, mata kami berpindah pada rawa yang berada di depan kereta wisata kami. Jalur rel kereta wisata berada di pinggir danau!