Warung atau rumah makan yang buka saat siang hari di bulan ramadhan menuai pro dan kontra bagi beberapa masyaeakat Indonesia. Memang tidak semuanya umat muslim bisa berpuasa selama bulan ramadhan. Kondisi ini memang dikhususkan oleh orang-orang tertentu yang memang dimudahkan oleh agama, seperti wanita yang menstruasi, orang sakit, ibu hamil, menyusui, musafir, orang yang sudah tua.
Saya akan mengulas setiap alasan dibalik pro juga kontra tentang warung yang buka di bulan puasa.
Pihak yang kontra mengatakan warung yang buka tidak menghargai orang yang puasa. Selain itu, ada beberapa yang berpendapat bahwa warung yang buka seolah-olah menolong orang yang melakukan dosa, khusus bagi yang tidak berpuasa selain dari kondisi yang disebutkan di atas.Â
Tapi sebenarnya warung-warung yang buka di bulan puasa juga tidak banyak pembelinya. Terkadang beberapa penjual memilih menutup warungnya karena kalau tetap buka untungnya tidak banyak.
Pihak yang pro menyebutkan bahwa mereka juga perlu beli makanan di rumah makan. Bahkan sempat ramai kicauan seseorang yang menyebutkan menghargai yang tidak berpuasa.
Membahas pro dan kontra akan suatu fenomena tak akan ada habis-habisnya. Tak berujung dan tak akan selesai-selesai perdebatannya.
Melihat Kasus Brunei Darussalam
Negara kecil yang menerapkan syariat Islam di utara Kalimantan sudah menjalani kebijakan ini sejak tahun 2013. Warung atau rumah makan tidak diperbolehkan buka saat bulan puasa. Awalnya memang banyak sekali yang kontra. Walaupun negara itu dominasi beragama Islam tapi ada juga warga non muslim. Tahun demi tahun kebijakan itu tetap berjalan, warga yang tidak berpuasa menerima kebijakan itu karena mereka sudah tinggal di negara yang sudah memberi kemakmuran bagi mereka.
Makanan untuk Anak
Selama bulan puasa, saya juga sempat bingung karena warung banyak yang tutup dan tidak ada penjual makanan yang lewat di pagi hari. Bukan untuk saya, tapi untuk anak saya. Biasanya saya masak sebelum sholat ashar jadi masakan untuk buka juga untuk sahur. Kalau makanan sahur sudah habis, saya pasti bingung mau masak sarapan apa untuk anak saya. Kadang saya juga membutuhkan warung untuk kasih makan si kecil. Selama ini saya mensiasatinya dengan memasak seadanya misal nasi goreng, telor, ikan.
Tetangga saya yang berjualan pecel dan rawon akhirnya harus tutup karena puasa. Walaupun beberapa warung tetap buka untuk melayani beberapa orang non-muslim yang tidak berpuasa.
Terua bagaimana nasib pemilik rumah makan yang kehidupan sehari-harinya bergantung pada hasil penjualan makanan minuman?
Insyallah Allah maha Luas rezekinya. Tak perlu khawatir akan rezeki Allah sudah ditentukan olehNya. Penjualan bisa dilakukan menjelang buka puasa. Pemilik rumah makan juga bisa menambah produk baru berjualan seperti takjil atau gorengan.
Justru saat siang hari tidak ada kegiatan berjualan bisa dilakukan dengan mengaji dan menamatkan satu juz satu hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H