Mohon tunggu...
Lita Putriani
Lita Putriani Mohon Tunggu... Perawat - Perawat

Life is a journey

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Perawat, Profesi Tak Tergantikan Artificial Intelligence di Masa Depan?

20 Juni 2024   12:48 Diperbarui: 20 Juni 2024   13:11 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 mendeskripsikan perawat sebagai seseorang yang telah mengenyam pendidikan tinggi keperawatan terakreditasi, di Indonesia atau luar negeri. Sebagaimana hal yang diketahui masyarakat secara umum bahwa perawat merupakan salah satu profesi di Rumah Sakit yang membersamai pasien selama 24 jam. 

Hal ini menunjukkan betapa vitalnya fungsi perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien. Tidak hanya di RS, perawat juga merupakan profesi yang berada di puskesmas, klinik, lembaga pendidikan dan institusi penelitian. 

Profesi perawat berperan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat baik sehat maupun sakit, sehingga bisa terpenuhi kebutuhannya secara menyeluruh. Perawat juga berperan dalam mendidik pasien, keluarga dan masyarakat tentang kesehatan, melakukan penelitian dan pengembangan ilmu keperawatan serta melakukan advokasi untuk kepentingan pasien dan masyarakat (Berman, 2016).

Artificial Intelligence (AI) adalah suatu kecerdasan buatan berupa otomatisasi berdasarkan asosiasi dalam data (Cardona et al, 2023). Sebetulnya di tahun 2006, membuat mesin "berpikir" dianggap merupakan hal yang menarik namun masih kontroversial dan cukup mengintimidasi (University of Washington, 2006), namun seiring dengan perkembangan jaman, pada era dimana kemajuan teknologi sudah semakin canggih, keberadaan AI mulai menyaingi profesi-profesi yang dimiliki manusia yang ada di dunia. 

Beberapa industri yang mulai mengadopsi AI pada tahun 2017 yaitu bidang teknologi sebanyak 32 %, bidang otomotif 29%, bidang layanan keuangan 28 %, bidang energi 27 %, media dan hiburan sebanyak 22 %, kesehatan sebanyak 17 %, Pendidikan 17 % dan paling rendah bidang pariwisata sebanyak 11 % (Lidwina, 2020). Diprediksi bahwa hebatnya kecanggihan AI ini mampu menyingkirkan profesi-profesi yang seyogyanya dimiliki manusia di masa depan. Lantas, Apakah kemunculan AI akan menyingkirkan profesi perawat di masa mendatang?

Bayangkan jika di masa depan mulai bermunculan robot-robot yang bisa bergerak dan diberikan kecerdasan buatan seperti manusia, mampukah mereka memberikan layanan keperawatan secara profesional seperti yang dilakukan oleh manusia?. 

Mungkin saja, mereka bisa bertindak layaknya manusia biasa namun fokus utama pelayanan keperawatan berupa "caring" cukup mustahil untuk ditiru bahkan oleh robot yang disisipi intelligence quotient di atas jenius sekalipun. Kelebihan bahwa robot cerdas tidak kenal lelah tidak cukup menjanjikan sebagai jaminan bisa melakukan profesi perawat dengan baik.

 Bagaimanapun, robot tidak memiliki emosi dan perasaan seperti yang dimiliki manusia. Sementara emosi dan perasaan menjadi poin utama dalam perawat menunjukkan "caring"nya. Caring ini sendiri timbul karena adanya altruisme, suatu keinginan untuk menolong orang lain (Berman, 2016). Perawat terlatih untuk peka terhadap kebutuhan pasien sehingga bisa maksimal dalam menolong pasien, hal ini menunjukkan betapa vitalnya profesi perawat dalam pelayanan kesehatan.

Tidak hanya altruisme yang menjadi salah satu nilai profesionalisme keperawatan, perawat juga menunjukkan sisi estetik berupa keindahan dalam menjalankan tugasnya (Berman, 2016). Perawat seyogyanya berpenampilan bersih dan rapi, menerapkan senyum, sapa, salam, terimakasih dan maaf, yang menimbulkan lingkungan positif bagi pasien dan menjalin komunikasi yang hangat kepada pasien maupun tenaga kesehatan lainnya. 

Dalam hal ini, nilai estetik sendiri sangat sulit untuk diinterpretasikan oleh AI. Kecanggihan AI dirasa akan kesulitan untuk mengadopsinya dikarenakan keterbatasan ekspresi. Robot AI mungkin akan lebih terlihat menyeringai, alih-alih tersenyum pada pasien. Tentunya hal ini justru akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien karena bukan keindahan yang ditampilkan. Sudah terbayangkah? Itu sedikit menakutkan, bukan!

Lebih lanjut lagi, perawat juga memiliki nilai-nilai profesionalisme lainnya yaitu otonomi, integritas, martabat manusia, keadilan sosial dan kebenaran (Berman, 2016). Pada nilai otonomi, Perawat dituntut untuk mandiri atas keilmuan yang dimiliki, artinya perawat mampu untuk melakukan asuhan keperawatan yang dibutuhkan pasien tanpa bergantung pada profesi lainnya (Berman, 2016). 

Perawat bisa berinovasi dalam menerapkan praktik-praktik asuhan keperawatan yang dibutuhkan pasien. Selain itu, perawat juga bisa mengembangkan penelitian-penelitian terkait praktik keperawatan berbasis bukti. Tentunya semakin banyak jam terbang dan semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seorang perawat, maka akan semakin baik penerapan otonominya.  Berbeda halnya dengan AI, karena AI hanya sesuatu yang disisipi data, maka akan mustahil bagi AI untuk bisa berinovasi seperti otonomi perawat.

Untuk nilai integritas sendiri, menunjukkan bahwa perawat selalu berpegang teguh pada kode etik dan standar praktik keperawatan yang menjamin keselamatan pasien (Berman, 2016). Perawat tidak boleh melakukan hal-hal yang dapat mencoreng nama baik profesi, institusi pendidikan dan fasilitas pelayanan kesehatan. 

Perawat juga tidak menerima gratifikasi yang bisa menggoyahkan kepercayaan masyarakat sebagai profesi yang bersih. AI tidak memiliki integritas seperti yang perawat terapkan, bahkan meski seandainya AI disisipi kode-kode integritas, tetap saja akan kesulitan untuk menampilkannya. Kenapa? Karena integritas merupakan nilai yang tertanam kuat dalam jiwa perawat dan AI tentu tidak memiliki jiwa untuk membuatnya kokoh.

Pada nilai martabat manusia, perawat harus menghargai keunikan setiap individu (Berman, 2016) . Perawat harus memahami harkat martabat setiap manusia sehingga pasien menjadi sangat berharga nilainya di mata perawat. Perawat juga menghargai perbedaan-perbedaan yang ada antara pasien satu dan lainnya. Perawat juga menghormati profesi tenaga kesehatan lainnya. AI dipastikan tidak akan memahami nilai martabat manusia karena AI tidak disisipi perasaan untuk bisa menghargai keunikan manusia.

Selanjutnya, Keadilan sosial merujuk pada kemampuan perawat untuk bersikap adil terhadap semua pasien tanpa membedakan latar belakangnya (Berman, 2016) . 

Perawat diharapkan bisa memberikan pelayanan terbaik terhadap semua kalangan masyarakat. Perawat juga dituntut untuk menjadi advokat yang baik bagi pasien yang membutuhkan. Ketika AI dihadapkan pada nilai keadilan sosial, mungkin AI akan mengalami kebingungan untuk berlaku adil karena keterbatasan data yang ditanam dalam memorinya sehingga untuk kasus-kasus pasien berkaitan keadilan sosial diluar data tersebut, AI tidak akan mampu mengolahnya.

Terakhir, nilai kebenaran merujuk pada kejujuran perawat terhadap fakta yang berkaitan dengan pasien (Berman, 2016). Dalam hal ini, perawat sama sekali tidak boleh berbohong meskipun fakta yang berkaitan dengan pasien tidak sesuai harapan. Pada AI, penerapan nilai kebenaran bisa sedikit menyimpang dari seharusnya disebabkan oleh ketidakmampuan AI mengolah benar atau salah.

 AI hanya akan menginterpretasikan data-data yang sudah tersimpan tanpa memiliki kemampuan untuk membedakan kebenaran, akibatnya, AI bisa salah dalam menyampaikan suatu kebenaran. Jadi, sekali lagi, tampaknya sangat sulit bagi AI untuk bisa menggantikan profesi perawat. 

Kalaupun AI bisa berkembang menggantikan perawat, tentu biaya untuk pemeliharaannya sangat besar, terlebih jika ingin upgrade data untuk menambah wawasan sang AI. Perawat masa kini jauh lebih baik, bukan? Tentu saja kita harus senantiasa bersyukur saat sakit bukan AI yang merawat. 

Jika dibayangkan, sedikit cringe untuk berinteraksi dengan robot AI tanpa ekspresi, saat tersenyum malah terlihat menyeringai, belum lagi suara yang monoton antara satu AI dengan AI lainnya. Sudahlah sakit, bertambah sakit karena AI nya tidak perhatian seperti perawat pada umumnya.

 

Pada kenyataannya ada beberapa negara yang mulai mengembangkan kehadiran robot AI perawat. Di Jepang, ada sekitar 5000 institusi untuk pengembangan robot perawat lansia. Robot ini dinamai Paro yang dibuat menggemaskan dan diyakini memiliki efek menenangkan,   namun pengembangannya sendiri masih jauh dari kata sempurna (Republika, 2022). 

Di Indonesia sendiri ada robot RAISA yang bisa dikendalikan jarak jauh dengan tinggi 1,5 meter, monitor tatap muka dan dilengkapi empat rak yang bisa memuat beban hingga 50 kg. Robot ini telah diterjunkan dalam membantu perawatan pasien isolasi Covid seperti mengantarkan pakaian, makanan dan minuman (Tempo, 2002). 

Menurut Health Career Institute (HCI) College di Amerika Serikat menyatakan bahwa robot perawat tidak akan bisa menggantikan peran perawat sepenuhnya, namun teknologi tidak boleh dilihat sebagai musuh melainkan alat dan solusi untuk mempermudah pekerjaan (Leo Rulino, 2022).

Kesimpulannya, perawat merupakan salah satu profesi yang diharapkan tidak tergantikan AI. Kemungkinan profesi perawat mampu digantikan AI sangatlah kecil jika melihat fokus pelayanan perawat yaitu caring, yang merujuk pada nilai altruisme perawat dan melibatkan emosi serta perasaan untuk menolong orang lain. 

Selain itu, AI juga diprediksi akan kesulitan dalam menerapkan nilai-nilai profesionalisme lainnya seperti estetik, otonomi, integritas, martabat manusia, keadilan sosial dan kebenaran. Hal ini belum bisa dibuktikan karena kita belum tahu perkembangan teknologi dunia akan  sejauh mana. Namun, ada kemungkinan perawat dan robot AI bisa bekerjasama di masa depan. Perawat, Profesi tak tergantikan AI di masa depan? mungkin saja.

Daftar Pustaka

Berman, Audrey. 2016. Kozier & Erb's Fundamental of Nursing Concepts, Process and Practice. 10th Ed. Pearson Education Limited.

Cardona, M. A., Rodriguez, R. J., Ishmael, K. (2023). Artificial Intelligence and the Future of Teaching and Learning. Washington DC : U.S Department of Education, Office of Educational Technology.

Rulino, Leo. 2022. Perawat Terancam Digantikan Robot. Https://perawat.org/perawat-terancam-digantikan-robot/. Diakses pada 1 Juni 2024

Lidwina, Andrea. (2020). Industri yang Telah Gunakan Kecerdasan Buatan di Dunia (2017). https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/01/29/industri-apa-saja-yang-telah-gunakan-kecerdasan-buatan. Diakses pada 28 April 2024.

Republika. 2022. Serba-serbi Industri Robot di dunia. https://tekno.republika.co.id/berita/reckob368/serbaserbi-industri-robot-di-dunia-robot-perawat-diprediksi-bakal-makin-ngetren. Diakses pada 1 Juni 2024.

Tempo. 2020. Diluncurkan, Robot RAISA Bantu Petugas Medis Rawat Pasien Corona. https://tekno.tempo.co/read/1331651/diluncurkan-robot-raisa-bantu-petugas-medis-rawat-pasien-corona

University of Washington. (2006). The History of Artificial Intelligence.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun