Seni Menganyam itu apa sih? Dan bagaimana seni menganyam itu?
Nah, dua pertanyaan itu sering banget nih kita semua gunakan untuk searching di mesin google.
Banyak pendapat yang berbeda mengenai seni anyaman, tergantung seseorang yang ingin menanyakan seni anyaman apa. Karena banyak sekali jenis anyaman, contohnya anyaman karpet, bakul, keranjang, dan lain-lain.
Seni anyaman adalah seni kerajinan tangan berdasarkan hasil dari kegiatan menautkan lebih dari dua unsur dari bahan bambu atau rotan menjadi satu-kesatuan utuh.
Seni menganyam identik dengan kerajinan kaum ibu-ibu di pedesaan di Kalimantan. Mengapa?
Ceritanya, dahulu ketika seorang perempuan yang sudah dewasa hendak menikah, menganyam adalah salah satu syarat agar bisa menjadi ibu rumah tangga yang kreatif, karena pada masa itu bermacam peralatan rumah tangga seperti keranjang yang biasa digunakan untuk wadah sayuran dan karpet sebagai tempat duduk ketika menyambut tamu yang datang. Â Lalu bagaimana jika seorang perempuan dewasa tidak bisa menganyam pada masa itu?
Jawabannya, peralatan seperti itu harus membeli atau barter dengan tetangganya agar bisa memilikinya.
Skip!
Itu hanyalah cerita pada jaman dahulu versi kehidupan sebelum jaman modern di Kalimantan Barat. Kalau sekarang beda lagi, baik keranjang wadah sayuran ataupun karpet untuk duduk sudah banyak terbuat dari bahan plastik dan bahan lain yang lebih kuat, tidak lagi seperti karpet maupun keranjang yang terbuat dari bahan yang diambil dari alam (contoh bahannya bilah bambu).
Tapi ... Jika di amati lebih jauh, ternyata anyaman itu nilai seninya tinggi. Jaman sekarang yang dicari dari suatu karya adalah nilai seni, jarang sekali nilai guna. Kalau mencari nilai guna, mungkin saja corak karya seni di Indonesia tidak akan beraneka ragam. Kesimpulannya, seni menganyam itu memiliki nilai seni yang identik dengan pelaku karya yang menganyam, berkaitan dengan orisinalitas karya seseorang.
Berikut contoh anyaman dari bilah bambu karya Ibu dari Kalimantan Barat.
Nama anyaman dari bahan bilah bambu halus yang telah di beri warna ini adalah kampek (dalam bahasa daerah/bahasa Ntuka). Berdasarkan nilai guna, wadah bernama kampek ini biasanya gunakan untuk menyimpan keperluan ketika bepergian. Jaman dulu sih, untuk kaum bapak-bapak menyimpan korek, rokok, dan beberapa lembar uang agar aman. Tapi untuk sekarang bisa di gunakan untuk apa saja yang kita mau, asal barangnya muat di dalam wadah/kampek.Â
Berdasarkan nilai seni, anyaman seperti kampek yang bisa dilihat bagaimana keaslian motif yang terbentuk dari hasil taut-menaut antara bilah bambu yang kecil sehingga menjadi satu-kesatuan yang utuh adalah karya yang bernilai tinggi. Apalagi proses pembuatannya dibilang cukup rumit. Butuh waktu lama untuk menautkan lebih dari puluhan bilah bambu agar menjadi satu-kesatuan yang utuh sehingga terbentuk corak yang indah dan khas versi pengrajin/penganyam.
Beruntung seorang pengrajin/pencipta karya selalu memiliki imajinasi yang luar biasa dan tidak dimiliki oleh orang lain. Dikatakan begitu karena seni menganyam tidak semua orang menguasainya.Â
Namun harap maklum, baik seorang yang tidak bisa menganyam ataupun seorang yang bisa menganyam tetapi tidak bisa membuat corak sendiri alias bisa menganyam tetapi mencontoh corak orang lain, adalah suatu bakat.Â
Bakat seorang dengan orang lain berbeda. Jika kita tidak mampu melakukan sesuatu karena kita tidak bisa, jangan memaksakan diri untuk bisa tetapi setidaknya kita tahu bagaimana cara kita gagal melakukannya sebagai catatan bahwa itu bukan kesanggupan kita dan kemudian kita tahu bahwa masih ada hal lain yang bisa kita lakukan belum tentu orang lain bisa melakukannya.Â
Informasi lebih lanjut, anda bisa mengunjungi https://instagram.com/_mrlta_09?igshid=ZGUzMzM3NWJiOQ==
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H