Nama anyaman dari bahan bilah bambu halus yang telah di beri warna ini adalah kampek (dalam bahasa daerah/bahasa Ntuka). Berdasarkan nilai guna, wadah bernama kampek ini biasanya gunakan untuk menyimpan keperluan ketika bepergian. Jaman dulu sih, untuk kaum bapak-bapak menyimpan korek, rokok, dan beberapa lembar uang agar aman. Tapi untuk sekarang bisa di gunakan untuk apa saja yang kita mau, asal barangnya muat di dalam wadah/kampek.Â
Berdasarkan nilai seni, anyaman seperti kampek yang bisa dilihat bagaimana keaslian motif yang terbentuk dari hasil taut-menaut antara bilah bambu yang kecil sehingga menjadi satu-kesatuan yang utuh adalah karya yang bernilai tinggi. Apalagi proses pembuatannya dibilang cukup rumit. Butuh waktu lama untuk menautkan lebih dari puluhan bilah bambu agar menjadi satu-kesatuan yang utuh sehingga terbentuk corak yang indah dan khas versi pengrajin/penganyam.
Beruntung seorang pengrajin/pencipta karya selalu memiliki imajinasi yang luar biasa dan tidak dimiliki oleh orang lain. Dikatakan begitu karena seni menganyam tidak semua orang menguasainya.Â
Namun harap maklum, baik seorang yang tidak bisa menganyam ataupun seorang yang bisa menganyam tetapi tidak bisa membuat corak sendiri alias bisa menganyam tetapi mencontoh corak orang lain, adalah suatu bakat.Â
Bakat seorang dengan orang lain berbeda. Jika kita tidak mampu melakukan sesuatu karena kita tidak bisa, jangan memaksakan diri untuk bisa tetapi setidaknya kita tahu bagaimana cara kita gagal melakukannya sebagai catatan bahwa itu bukan kesanggupan kita dan kemudian kita tahu bahwa masih ada hal lain yang bisa kita lakukan belum tentu orang lain bisa melakukannya.Â
Informasi lebih lanjut, anda bisa mengunjungi https://instagram.com/_mrlta_09?igshid=ZGUzMzM3NWJiOQ==
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H