Mohon tunggu...
Trilita Apriani
Trilita Apriani Mohon Tunggu... Guru - Menulis sambil belajar

Pengajar, hoby menulis, travelling, dunia mengajar dan menyukai budaya lokal yang unik

Selanjutnya

Tutup

Palembang Pilihan

Mengembalikan Citra Budaya yang Terlupa "Tari Siwar sebagai Tari Adat yang Sakral"

25 Juli 2021   18:59 Diperbarui: 11 Juli 2022   17:09 1282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumatera Selatan memiliki kekayaan akan budaya dan adat istiadat yang beraneka ragam, di setiap kabupaten yang ada, memiliki multi kultur masing-masing, dari bahasa daerah yang berbeda-beda, pakaian daerah, serta kesenian daerah, sebagai warisan dari nenek moyang sejak zaman prasejarah, sejak zaman kerajaan Sriwijaya.

Salah satu kabupaten yang dinaungi Sumatera Selatan adalah kabupaten Lahat yang juga memiliki kekayaan akan budaya daerah yang beraneka warna, salah satu kecamatan yang berada di wilayah kabupaten Lahat adalah kecamatan Tanjung Sakti.Yang banyak memiliki kekayaan akan budaya dan adat istiadat.

Salah satu sekian dari kekayaan budaya Tanjung Sakti yang nyaris terlupa adalah Tari Adat Siwar yang dikenal di Tanjung Sakti merupakan tarian daerah asli besemah (kabupaten Lahat) yang mana pada waktu itu tarian ini merupakan tarian sakral yang melambangkan bagaimana menaklukan penguasa yang sakti yang zalim dan sewenang-wenang.

Menurut cerita sejarah, yang di himpun dari beberapa tokoh sejarah yang ada di Tanjung Sakti dalam kurun waktu sekitar 12 minggu, diperoleh cerita sejarah bahwa tari ini pertama kali diciptakan oleh PUTRI SESUHUNAN yang dikenal dengan nama REBIA LINGUK. 

Dalam tari ini menggunakan siwar sebagai alatnya yang digunakan oleh penari-penari yang cantik dan mahir menggunakan siwar sebagai alat perisai diri.

Siwar adalah senjata tajam yang berbentuk kuduk kecil yang panjangnya sekilan tunjuk. Mata pisaunya sepenekanan tunjuk yang konon waktu itu senjata ini sangat berbisa dan mematikan. 

Teknis pembuatan siwar ini dilakukan oleh orang yang sangat ahli yang pengerjaanya sangat rapi, dan teliti yang dibuktikan dengan keseimbangan antara hulu (pegangan) dengan mata pisau.

Sementara, cerita sinopsis dari tari siwar diawali, pada zaman dahulu Siwar pertama kali digunakan untuk membunuh penguasa perguruan ilmu kesaktian kebatinan perguruan Aji Segeti yaitu Tuan Remalun Cili, tapaknya Balai Agung di Tanjung Sakti di kenal dengan nama Tapak Tiang Enam sebagai salah satu bukti sejarah peninggalan zaman kerajaan dahulu kala. (sekarang di sebut batu tiang enam). Yang letaknya tidak jauh dari pusat kota Tanjung Sakti atau tepatnya di desa Pajar Bulan Kecamatan Tanjung Sakti Pumi.

Adapun Tuan Melayu Mude, Tuan Putih Tangan, Tuan Abang Dai dan Ki Agung adaalah orang yang sangat terkenal pada zaman itu di perguruan tersebut. Pemimpinnya Remalun Cili adalah orang yang sangat sakti mandraguna, yang waktu itu tidak bisa mati dibunuh dengan senjata apapun, dan tidak mempan dibakar api. Karena kesaktianya tersebut Remalun Cili menjadi sangat terkenal di seluruh sentra pulau Sumatera.

Pada akhir cerita sejarah diketahui bahwa Remalun Cili memiliki titik kelemahan yaitu terletak di lubang hidungnya. Jadi siapapun yang ingin membinasakan Remalun Cili harus bisa mengetahui titik kelemahan tersebut. Di ketahui pada waktu itu terdapat orang yang mampu membinasakan Remalun Cili dengan menggunakan siwar dengan cara menghunus tepat pada lubang hidungnya.

Setelah binasanya Remalun Cili dilakukan acara penobatan hulubalang pada zaman itu yaitu antara lain; Lemang Batu dari Besemah (Kabupaten Lahat), Rindang Papan dari Oki, Manuk mencur yang berasal dari Jambi dan Gereguk Betung yang berasal dari Lampung.

Pada acara penobatan hulubang inilah pertama kali digelar tarian siwar yang dilakukan oleh wanita-wanita cantik dan sakti, yang melambangkan kemampuan hulubalang menumbangkan kekuasaan Remalun Cili yang zalim dengan senjata siwar. Yang juga melambangkan kehebatan wanita-wanita besemah tempo dulu.

Dan sejak saat itu dikenal tari adat siwar yang merupakan tarian sakral, tarian adat yang disuguhkan sebagai penghormatan pada acara-acara resmi. 

Tari adat yang pertama kali dikenal perkembanganya di Tanjung Sakti ini dianggap sebagai tarian sakral karena menggunakan senjata tajam yang berbahaya yang tidak bisa dipelajari oleh sembarang orang, karena untuk mempelajarinya ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, seperti dimandikan pada tengah malam, setelah tamat harus mampu memberikan ayam hitam dan kain 3 warna kepada orang guru tari tersebut. 

Dan ketentuan yang tidak boleh dilanggar adalah tidak boleh tampil jika belum tamat belajar. Belum diketahui secara pasti mengapa syaratnya demikian, seakan-akan ada misteri di balik tarian sakral ini.

Sementara, perkembangan Tari Siwar berawal di tahun 1970 an tari siwar tampil ke permukaan khususnya di Kecamatan Tanjung Sakti yang merupakan daerah asal lahirnya tari siwar ini, bahwa setelah lama diabaikan yaitu pada acara resmi sebagai simbol penghormatan kepada pemimpin daerah. Ibu Bari'ah (desa Pasar Lama yang sekarang bernama Desa Tanjung Sakti) adalah salah satu pewaris tunggal yang rela dan iklhas mewariskan kemampuan menarinya kepada remaja-remaja yang berminat belajar menari tanpa dipungut biaya. 

Tapi sayangnya pada saat itu hanya segelintir remaja yang berminat sehingga perkembangan tari siwar ini mengalami pasang surut. "Sejak tahun 70an kami ngajaghi gadisan nari siwar, dide mbayar," ujar Bari'ah, ditemui Kamis (1/8/2013).

Pada tahun 1986 kesenian daerah di daerah Tanjung Sakti mendapat perhatian dari pemerintah yang ditandai dengan adanya festival kesenian yang dilaksanakan oleh TVRI Palembang yang merupakan ajang promosi ke luar daerah Tanjung Sakti. 

Pada acara tersebut ditampilkan beberapa kesenian daerah salah satunya adalah tari siwar. Akan tetapi karena kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat pada saat itu, setelah festival kembali lagi tari siwar hilang bak ditelan bumi.

Diawal tahun 2006, Ibu Malniah sebagai salah satu penerus dari Ibu Bari'ah kembali membawa tari siwar ke tengah masyarakat hingga saat ini, pada saat itu dia mengajarkan kepada putrinya Sopiya dan teman-temannya. Adapun kostum tari yang biasa digunakan pada saat tampil adalah pakaian adat pengantin Palembang yang disebut penganggon.

Dan hingga saat ini, tari siwar sudah mulai dipelajari oleh sebagian remaja putri, hal ini terlihat di mana pada acara-acara resepsi pernikahan tari tersebut sering di bawakan oleh remaja-remaja putri sebagai bentuk penghormatan kepada penganten dan tamu undangan sekaligus hiburan, serta menumbuhkembangkan budaya asli daerah kepada generasi-generasi muda saat ini agar dapat kembali dimasyarakatkan.

Oleh karena itu, masyarakat Tanjung Sakti berharap mendapat perhatian dari pemerintah daerah untuk berusaha terus melestarikan salah satu kekayaan budaya tari siwar ini, dengan memberikan kesempatan untuk bisa memperkenalkan tarian tersebut ke luar daerah, baik dengan cara diikutsertakan dalam festival-festival seni daerah tingkat kabupaten dan provinsi, atau pun kegiatan kesenian daerah lainnya.

FOTO Dokumen Pribadi : TARI Siwar, Tampak penari tengah menarikan tari Siwar, tarian adat yang sakral yang berasal dari Tanjung Sakti yang biasa disuguhkan pada acara-acara resmi. (diambil di suatu acara resepsi pernikahan di Tanjung Sakti, Agustus  2013)

Nah bagi masyarakat yang berasal dari Tanjung Sakti, jika ingin mengoleksi buku yang berisikan "Tari Adat Siwar" sudah ada dan bisa di PO

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Palembang Selengkapnya
Lihat Palembang Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun