Pada acara penobatan hulubang inilah pertama kali digelar tarian siwar yang dilakukan oleh wanita-wanita cantik dan sakti, yang melambangkan kemampuan hulubalang menumbangkan kekuasaan Remalun Cili yang zalim dengan senjata siwar. Yang juga melambangkan kehebatan wanita-wanita besemah tempo dulu.
Dan sejak saat itu dikenal tari adat siwar yang merupakan tarian sakral, tarian adat yang disuguhkan sebagai penghormatan pada acara-acara resmi.Â
Tari adat yang pertama kali dikenal perkembanganya di Tanjung Sakti ini dianggap sebagai tarian sakral karena menggunakan senjata tajam yang berbahaya yang tidak bisa dipelajari oleh sembarang orang, karena untuk mempelajarinya ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, seperti dimandikan pada tengah malam, setelah tamat harus mampu memberikan ayam hitam dan kain 3 warna kepada orang guru tari tersebut.Â
Dan ketentuan yang tidak boleh dilanggar adalah tidak boleh tampil jika belum tamat belajar. Belum diketahui secara pasti mengapa syaratnya demikian, seakan-akan ada misteri di balik tarian sakral ini.
Sementara, perkembangan Tari Siwar berawal di tahun 1970 an tari siwar tampil ke permukaan khususnya di Kecamatan Tanjung Sakti yang merupakan daerah asal lahirnya tari siwar ini, bahwa setelah lama diabaikan yaitu pada acara resmi sebagai simbol penghormatan kepada pemimpin daerah. Ibu Bari'ah (desa Pasar Lama yang sekarang bernama Desa Tanjung Sakti) adalah salah satu pewaris tunggal yang rela dan iklhas mewariskan kemampuan menarinya kepada remaja-remaja yang berminat belajar menari tanpa dipungut biaya.Â
Tapi sayangnya pada saat itu hanya segelintir remaja yang berminat sehingga perkembangan tari siwar ini mengalami pasang surut. "Sejak tahun 70an kami ngajaghi gadisan nari siwar, dide mbayar," ujar Bari'ah, ditemui Kamis (1/8/2013).
Pada tahun 1986 kesenian daerah di daerah Tanjung Sakti mendapat perhatian dari pemerintah yang ditandai dengan adanya festival kesenian yang dilaksanakan oleh TVRI Palembang yang merupakan ajang promosi ke luar daerah Tanjung Sakti.Â
Pada acara tersebut ditampilkan beberapa kesenian daerah salah satunya adalah tari siwar. Akan tetapi karena kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat pada saat itu, setelah festival kembali lagi tari siwar hilang bak ditelan bumi.
Diawal tahun 2006, Ibu Malniah sebagai salah satu penerus dari Ibu Bari'ah kembali membawa tari siwar ke tengah masyarakat hingga saat ini, pada saat itu dia mengajarkan kepada putrinya Sopiya dan teman-temannya. Adapun kostum tari yang biasa digunakan pada saat tampil adalah pakaian adat pengantin Palembang yang disebut penganggon.
Dan hingga saat ini, tari siwar sudah mulai dipelajari oleh sebagian remaja putri, hal ini terlihat di mana pada acara-acara resepsi pernikahan tari tersebut sering di bawakan oleh remaja-remaja putri sebagai bentuk penghormatan kepada penganten dan tamu undangan sekaligus hiburan, serta menumbuhkembangkan budaya asli daerah kepada generasi-generasi muda saat ini agar dapat kembali dimasyarakatkan.
Oleh karena itu, masyarakat Tanjung Sakti berharap mendapat perhatian dari pemerintah daerah untuk berusaha terus melestarikan salah satu kekayaan budaya tari siwar ini, dengan memberikan kesempatan untuk bisa memperkenalkan tarian tersebut ke luar daerah, baik dengan cara diikutsertakan dalam festival-festival seni daerah tingkat kabupaten dan provinsi, atau pun kegiatan kesenian daerah lainnya.