Menjelang hari-hari besar seperti lebaran, natal dan tahun baru sudah biasa dibarengi fenomena kenaikan harga barang terutama kebutuhan pokok dihampir semua daerah. Tidak kecuali termasuk promosi atau bertebarannya iklan-iklan kebutuhan sekunder, baik barang maupun jasa sebagai pelengkap kenyamanan hidup manusia.
Kedua fenomena tersebut yang paling nampak nyata bahkan saat ini sudah terasa bilamana kita mengunjungi pusat-pusat perbelanjaan atau pasar-pasar tradisional sehingga kiat untuk memperoleh atau membeli barang perlu diperhitungkan secara cermat sesuai kemampuan.
Terhadap gencarnya promosi barang kebutuhan sekunder, penulis kurang begitu tertarik untuk membahas dalam artikel ini mengingat itu semua merupakan pilihan bagi mereka yang punya 'kelebihan' anggaran di rumah tangga masing-masing.
Nah berkaitan dengan barang kebutuhan pokok (sembako) inilah yang perlu mendapat perhatian bersama. Kebutuhan pokok merupakan hal mendesak yang harus segera dipenuhi dalam menunjang kehidupan manusia sehari-hari.
Untuk mengantisipasi gejolak kenaikan harga barang kebutuhan pokok menjelang lebaran 2019, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menjamin kelancaran distribusi bahan pokok bersama kementerian terkait. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Tjahja Widayanti bahwa pengamanan distribusi barang terutama akan dilakukan pada periode H-5 hingga H+3 Lebaran.
Ditambahkan, "distribusi barang mencakup beras, gula, terigu, minyak goreng, daging sapi, daging ayam, telur ayam, cabai, bawang, BBM, BBG, susu, air minum dalam kemasan, pupuk dan ternak," katanya di Jakarta (sumber:Â katadata)
Sudah barang tentu langkah pemerintah tersebut patut didukung. Termasuk penulis sebagai pedagang kecil/buruh dagang mengharapkan gejolak kenaikan harga menjelang hari besar seperti lebaran kali ini dapat dikendalikan, persediaan barang kebutuhan pokok selalu tersedia/tercukupi untuk memenuhi permintaan masyarakat yang cenderung meningkat.
Sebagai pedagang kecil di pasar tradisional yang langsung berhadapan dengan pembeli/konsumen pastinya penulispun sangat mengharapkan bahwa stabilitas harga barang kebutuhan pokok ini selalu terjamin. Disatu sisi, masyarakat luas sebagai konsumen tidak terbebani biaya tambahan untuk mencukupi kebutuhan hariannya, sedangkan pada sisi lain bagi penjual/padagang dapat memperhitungkan perputaran modal (untuk kulakan) tanpa harus berspekulasi manakala secara tiba-tiba terjadi kenaikan harga barang.
Berdasarkan pengalaman, Â gejolak kenaikan harga barang kebutuhan pokok ini umumnya dikarenakan permintaan tinggi sedangkan penawaran terbatas. Disamping itu kelangkaan barang bisa disebabkan banyak faktor misalnya biaya/kelancaran angkutan/transportasi, ada pihak yang nakal/menimbun barang supaya langka, distribusi tidak merata menjangkau semua kalangan, dan lainnya.
Hingga tulisan ini disusun, tercatat harga-harga barang kebutuhan pokok di pasar tradisional (Yogyakarta) masih dalam batasan wajar alias stabil. Gejala kenaikan harga barang belum nampak sehingga para konsumen dari berbagai lapisan masyarakat tidak perlu khawatir untuk belanja memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Akan tetapi dalam cermatan penulis, salah satu komoditi yang perlu mendapat perhatian bersama yaitu persoalan harga bawang putih. Sangat dimungkinkan harga bawang putih ini berfluktuasi bahkan cenderung naik mengingat proses pendistribusiannya yang tidak menjangkau kalangan bawah sehingga pihak-pihak tertentu yang 'bisa bermain' dalam menentukan harga.
Betapa tidak, Â ketika persediaan barang (stok) bawang putih menipis maka pemerintah melalui Bulog melakukan operasi pasar dengan harapan gejolak kenaikan harga bawang tersebut dapat diatasi, kebutuhan konsumen terpenuhi.
Akan tetapi dalam realitanya, sangat disayangkan untuk mendapatkan bawang putih ini harus melalui prosedur yang tidak mudah. Disyaratkan bahwa untuk mendapatkan bawang putih via Bulog minimal pembelian 20 (duapuluh) kilogram. Bagi pedagang kecil seperti penulis ketentuan ini jelas memberatkan, sehingga hanya mereka yang bermodal besar saja yang bisa memenuhi apa yang disyararatkan pihak Bulog tersebut.
Sebagai implikasinya, bukan tidak mungkin harga bawang putih nantinya akan banyak ditentukan oleh para pemodal besar. Para pemilik kapital cenderung leluasa untuk ikut campur memainkan harga bawang putih di pasaran.
Jika masih demikian adanya, distribusi dan mekanisme pasar yang tidak merata, tidak menjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja, minimnya perlindungan hak konsumen dan perlakuan adil bagi seluruh rakyat - maka dapat dipertanyakan bahwa gejala liberalisasi terhadap barang kebutuhan pokok kini mulai terasa dan merasuki atau lambat laun akankah mempengaruhi sistem perekonomian kita?Â
Hal ini agaknya kurang bersesuaian dengan konsep ekonomi kerakyatan yang tercetus sejak berlakunya era reformasi tahun 1998. Disebutkan bahwa ekonomi kerakyatan merupakan suatu kegiatan ekonomi yang memberi kesempatan bagi seluruh rakyat untuk bisa berpartisipasi sehingga perekonomian terlaksana dan berkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H