Mohon tunggu...
Sulistyo
Sulistyo Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Dagang

Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengantisipasi Melonjaknya Harga Barang Kebutuhan Pokok Jelang Lebaran 2018

28 Maret 2018   11:20 Diperbarui: 28 Maret 2018   11:37 1285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Biasanya setiap kali menjelang hari-hari besar/hari raya keagamaan seperti Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru -- tidak sedikit peristiwa dan berita yang mencuat ke permukaan bahkan  menjadi perbincangan umum yaitu menyangkut kenaikan harga barang kebutuhan pokok.

Terutama harga beras, gula pasir, minyak goreng, daging sapi, dan satu lagi yaitu harga gas elpiji yang kerap tak menentu kenaikannya. Semuanya itu lebih dikarenakan stok atau ketersediaan barangnya yang cenderung langka sehingga harganyapun mengikuti hukum pasar - dimana jika barang yang dibutuhkan mengalami kelangkaan maka harganya meningkat/naik.

Fenomena tersebut tentu harapannya jangan sampai terjadi atau terulang menjelang lebaran 2018 nanti. Ini mengingat konsumen yang membutuhkan barang kebutuhan pokok cukup banyak, khususnya masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah (wong cilik) yang kemampuan daya belinya terbatas supaya dapat hidup layak, sejahtera menikmati lebaran beserta keluarganya.

Salah satu kebijakan pemerintah untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan barang kebutuhan pokok tersebut diantaranya menetapkan regulasi Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras, gula pasir, minyak goreng, dan daging sapi yang ditentukan berdasarkan masing-masing wilayah.

Namun demikian, sebaik-baiknya regulasi yang sudah direncana dan dipikirkan secara matang ini -- seringkali direcoki oleh ulah para spekulan, yaitu pihak-pihak tertentu yang secara "bersembunyi" dengan segala caranya memperkirakan kelangkaan akan terjadi pada hari-hari besar mengingat kebutuhan konsumen meningkat. Memborong/menimbun barang kebutuhan pokok untuk dijual kembali manakala barang langka -- dengan harapan memperoleh keuntungan berlipat. Ini merupakan "lagu lama" yang kerap terjadi dari tahun ke tahun.

Salah satu strategi pemerintah (daerah) untuk mengatasinya, diberlakukanlah yang namanya "operasi pasar" yaitu melakukan penambahan kuota/pasokan barang kebutuhan pokok yang diperkirakan mengalami kelangkaan via Bulog. Itupun kadang masih belum mampu mengatasi masalah sehingga ketersediaan barang dan ketentuan HET seringkali tidak sesuai harapan. Mengapa ini masih terjadi?

Berdasarkan pengalaman penulis yang kebetulan sebagai pedagang kecil di pasar (Kranggan, Yogyakarta), langkah Bulog dalam melangsungkan operasi pasar sebaiknya dilakukan secara langsung. Artinya, barang kebutuhan pokok seharusnya didistribusikan langsung kepada para penjual/pengecer di lingkungan pasar, bukan melalui pihak perantara sehingga mencegah kemungkinan "ada main" si perantara dengan pihak lain.

Khusus untuk operasi pasar beras ternyata langkah Bulog saat ini berbeda dengan beberapa tahun lalu. Kalau jaman dulu sistem pembayaran bisa dilakukan melalui konsinyasi (penjualan titipan), barang diterima dan bayarnya menyusul. Tetapi dalam pelaksanaan operasi pasar beras sekarang harus membayar cash -- sehingga keterbatasan modal para pengecer/kios penjual beras di pasar akan tidak mampu membayar beras yang akan dijual kepada konsumen dengan HET yang telah ditetapkan.

Disini nampak bahwa liberalisasi di tubuh Bulog semakin kental, dimana kapitalisme sebagai anak kandung sistem ekonomi liberal telah mewarnai kebijakan yang dimandatkan oleh Presiden RI Jokowi dalam rangka menjaga stabilitas harga dan ketersediaan barang kebutuhan pokok. Dalam hal ini perlu dicatat, bahwa hanya mereka yang bermodal besar yang akan bisa "bermain".

Demikian halnya untuk pemenuhan kebutuhan pokok berupa gas elpiji. Menjelang hari besar seperti lebaran nanti, hampir bisa diprediksi harganyapun melonjak terutama gas berukuran 3 kg yang seharusnya hanya untuk warga miskin. Seberapa besar tambahan kuota dilakukan Pertamina/bekerjasama dengan Pemda setempat, selama pendistribusiannya tidak dilakukan pengawasan -- toh akan jatuh ketangan mereka yang bermodal untuk kemudian dijual dengan harga eceran semaunya. Sebagai pengelola pangkalan gas resmi, penulis belum pernah mendapatkan tambahan kuota walaupun diberitakan secara gencar bahwa kuota pada waktu tetentu misalnya jelang hari besar/keagamaan akan ditambah.

Sebagai gambaran pelengkap perlu diketahui bahwa secara umum alur pasokan barang kebutuhan pokok yaitu dari PRODUSEN (pabrik/perusahaan) >> DISTRIBUTOR (grosir) >> AGEN (atau ditambah SUB-AGEN) >> PENGECER (retail) >> KONSUMEN. Sedangkan khusus untuk gas elpiji alur distribusinya sebagai berikut: PERTAMINA >> HISWANAMIGAS (agen) >> PANGKALAN >> KONSUMEN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun