Mohon tunggu...
Sulistyo
Sulistyo Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Dagang

Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Persaingan Iklan Politik di Media, Popularitas, dan Pencitraan

11 Januari 2018   16:11 Diperbarui: 11 Januari 2018   16:21 1354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tahun politik sudah mulai kita masuki. Di tahun ini (2018) saat dilangsungkannya Pilkada di beberapa daerah disusul tahun depan (2019) pemilihan legislatif serentak dengan pemilihan presiden dan wakil presiden -- diperkirakan atmosfir politik akan dimeriahkan suasana "pesta demokrasi" yang melibatkan berbagai kontestan.

Di tahun 2017 yang lalu saja sesungguhnya sudah mulai nampak bahwa sosialisasi partai-partai baru yang akan mengikuti pemilihan sudah mulai bermunculan. Terutama melalui media luar ruang seperti di tempat-tempat strategis terpampang pamflet, spanduk, baliho lengkap dengan gambar tokoh partai serta kata-kata persuasif sebagai ajang promosi atau iklan.

Disamping itu, partai-partai lama yang juga lolos verifikasi di beberapa tempat mengibarkan bendera partainya berjejer di sepanjang pinggiran jalan manakala ada kunjungan petinggi parpol atau disaat partai punya hajatan seperti memperingati ulang tahunnya.

Gambaran sepintas tersebut dapat dimaknai sekaligus menandakan bahwa lembaga atau organisasi politik tersebut masih eksis di tengah percaturan politik menjelang "pesta demokrasi" yang hendak dilaksanakan nanti.

Semua itu kalau boleh dikatakan sebagai tingkat pemanasan, dan diprediksi akan semakin marak lagi ketika tahapan kampanye sudah dimulai. Suasananya akan lebih dari biasanya, simbol-simbol parpol, para kandidat yang diusung akan ditonjolkan kepada publik dengan harapan untuk dapat dipilih.

Berdasar pengalaman dan amatan pemilu tahun-tahun yang lalu, agaknya pemilu di tahun politik sekarang tidak jauh berbeda. Cukup menarik bilamana kita mencermati iklan-iklan politik di media, terutama media arus utama (mainstream media) pastinya ikut memetik keuntungan berlipat karena kolom-kolom koran/media cetak ataupun slot-slot siaran iklan politik khususnya di media televisi komersial menjadi semakin meriah jumlahnya.

Ditambah pula iklan-iklan atau advertorial yang ditayangkan melalui media online, seperti website dan sebagainya sehingga ruang publik virtualpun tak ditinggalkan untuk dimanfaatkan sebagai media iklan. Strategi pemasaran yang dilakukan para politisi semakin menembus berbagai media demi menjangkau sekalian menarik simpati calon pemilih.

Singkat kata, disaat saat kampanye dan menjelang hari pemilihan nanti tidak perlu heran bilamana "perang opini" dan "perang iklan politik" semakin gencar dan menyeruak muncul di ruang-ruang publik media. Masyarakat luas/khalayak akan disuguhi beragam tampilan iklan politik yang telah dikemas sedemikian rupa melalui media.

Banyak yang bisa dicermati tentang maraknya iklan politik di media, diantaranya adalah demokratisasi nampak terus tumbuh, semua partai politik, semua kandidat sebagai kontestan pemilu boleh beriklan. Suasana marak demikian jarang bahkan tidak pernah ditemui di era orde baru.

Maraknya iklan politik dan kampanye di media menunjukkan bahwa media masih memiliki kekuatan atau diperhitungkan keberadaannya sebagai alat untuk melakukan strategi pemasaran dan komunikasi politik yang dapat menjangkau khalayak luas. Salah satu implikasinya, berarti pula maraknya iklan ini juga memberi nilai tambah, memberi penghasilan bagi pekerja biro iklan, disamping memberi pemasukan "kue iklan" bagi penyelenggara media, terjadi kerjasama yang saling menguntungkan.

Melalui strategi komunikasi politik demikian, selanjutnya partai politik, calon anggota legislatif (caleg), calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres) telah mempertimbangkan dan menggunakan sumber daya media media arus utama dan media online untuk membangun popularitas agar para konsumen politik memilihnya.

Dan yang paling kasat mata serta dapat dinalar secara logis bahwa maraknya iklan politik dengan simbol-simbol parpol/pendukung, serta menampilkan kandidat tidak lain dan tidak lebih hanyalah sebagai pencitraan belaka. Politik pencitraan rupanya masih tetap dan marak berlangsung di jaman now.

Menyangkut masalah efektif atau tidaknya iklan-iklan politik dalam rangka meraih simpati massa terhadap kandidat yang djagokan untuk dipilih pada hari H pemilu nanti -- itu memerlukan pengamatan tersendiri. Yang penting demi popularitas atau demi pencitraan, begitulah adanya.

Salam selalu popularitas, selalu pencitraan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun