Sebelum masuk ke inti pembahasan terlebih dahulu kita akan berkenalan dengan apa itu sunk cost. Sederhananya sunk cost merupakan sumber daya yang sudah dikeluarkan dan tidak dapat dipulihkan kembali atau dikenal sebagai biaya "hangus". Sumber daya yang dimaksud tidak hanya berupa uang tetapi juga waktu, tenaga dan pengorbanan lainnya.Â
Contoh sunk cost yang paling sering kita lihat adalah biaya iklan. Perusahaan mengeluarkan sejumlah biaya untuk pemasangan iklan tetapi nyatanya perusahaan tidak tahu seberapa besar dampak pemasangan iklan tersebut terhadap penjualan sehingga biaya iklan akan dianggap sebagai sunk cost. Selain itu, sunk cost akan tetap dianggap sebagai biaya hangus tanpa melihat apakah sunk cost tersebut memberikan keuntungan atau kerugian bagi perusahaan. Sunk cost tidak dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan karena tidak dapat diubah.
Sunk cost sering menjadi biaya yang diabaikan oleh manajemen karena sifatnya yang tetap (tidak bisa diubah) meskipun proses produksi dihentikan. Manajemen cenderung hanya mempertimbangkan biaya yang relevan untuk mempermudah pengolahan data.Â
Meskipun sunk cost tidak termasuk dalam bahan pengambilan keputusan tetapi sunk cost dapat digunakan untuk keperluan analisis operasional masa mendatang. Akuntansi biaya mengidentifikasikan biaya dalam dua kategori yang berbeda yaitu avoidable cost atau biaya yang dapat dihindari dan unavoidable cost atau biaya yang tidak dapat dihindari. Berdasarkan dua kategori biaya tersebut, sunk cost termasuk dalam unavoidable cost.
Sunk cost termasuk biaya yang tidak dapat dihindari karena seperti contohnya, perusahaan membeli atau mengadopsi teknologi baru untuk memenuhi kebutuhan pasar dan agar dapat lebih efisien dalam bekerja. Sebelum akhirnya teknologi tersebut digunakan, perusahaan akan membutuhkan riset dan pengembangan yang membutuhkan biaya, sehingga biaya tersebut akan dimasukan ke sunk cost. Oleh sebab itu, Sunk cost perlu diperhatikan oleh perusahaan karena keberadaannya yang dapat menyebabkan biaya terbuang secara sia-sia. Selain itu, perlu dipastikan terlebih dahulu agar perusahaan tidak terjebak dalam sunk cost.
Sunk Cost Fallacy
Sunk cost tidak sepenuhnya menghasilkan kerugian bagi perusahaan. Akan tetapi, terkadang kita cenderung untuk melibatkan perasaan dalam mengambil keputusan yang membuat kita terjebak dalam sunk cost, atau yang disebut sebagai sunk cost fallacy. Â Sunk cost fallacy terjadi karena adanya bias komitmen dan adanya perasaan bersalah untuk berhenti berinvestasi. Hal tersebut dapat terjadi karena kita merasa telah banyak mengeluarkan tenaga, waktu, dan uang dalam investasi tersebut.
Selain itu, kita cenderung menghindari kerugian dibandingkan mencari keuntungan, dimana adanya perasaan takut kehilangan investasi yang sudah dilakukan tanpa mempertimbangkan potensi nilai masa depan. Sehingga dalam hal ini kita gagal dalam menghindari sunk cost dan mengakibatkan kerugian yang lebih besar (loss aversion).
Awal munculnya Sunk cost fallacy dari proyek pembuatan pesawat supersonik yang kemudian fenomena ini diberi nama Concorde fallacy. Proyek pembuatan pesawat supersonik antara Inggris dan Prancis ini menghabiskan dana hampir 100 juta dolar dan berakhir dengan kegagalan.Â
Penyebab kegagalan tersebut karena ambisi yang besar dari kedua produsen dan pemerintah merasa telah berinvestasi dalam jumlah besar dan telah menghabiskan waktu yang banyak dalam proyek tersebut. Pesawat supersonik beroperasi kurang dari 30 tahun yang pada akhirnya resmi dibubarkan oleh pemerintah. Dari kasus ini, kita dapat menyimpulkan bahwa uang, waktu, dan upaya yang dikeluarkan akan tetap dianggap biaya hangus terlepas dari berhasil tidaknya suatu proyek.
Concorde fallacy sering terlihat dalam bisnis dan konteks pengambilan keputusan lainnya, dimana individu atau organisasi menjadi terikat secara emosional dengan investasi yang dilakukan dan tidak mau melepaskannya meskipun tidak ada kemungkinan untung dari investasi tersebut. Sehingga, penting bagi bisnis untuk mengevaluasi keputusan berdasarkan potensi masa depan daripada investasi masa lalu agar dapat menghindari menjadi korban Concorde Fallacy.Â
Hal ini juga membantu untuk menetapkan kriteria yang jelas untuk keberhasilan atau kegagalan sebelum memulai sebuah proyek, dan mengevaluasi kembali kriteria tersebut secara berkala untuk memastikan bahwa keputusan didasarkan pada keadaan saat ini bukan berdasarkan sunk cost.
Sunk Cost VS Masa Pandemi
Pandemi Covid-19 memberi dampak perubahan yang sangat signifikan pada seluruh aspek kehidupan, salah satunya aspek ekonomi. Pandemi berdampak signifikan di berbagai industri, dan banyak bisnis harus mengeluarkan biaya signifikan yang dapat dianggap sebagai sunk cost. Banyak bisnis mungkin menghadapi sunk cost terkait dengan investasi yang sudah dilakukan sebelum pandemi. Seperti, berinvestasi di ruangan atau peralatan kantor yang tidak tidak lagi diperlukan atau hemat biaya karena adanya sistem kerja jarak jauh atau perubahan permintaan produk atau layanan setelah adanya pandemi.
Pandemi Covid-19 merupakan peristiwa yang tidak dapat diprediksi oleh siapapun, begitu juga dengan perusahaan yang tidak mengantisipasi terjadinya biaya-biaya dalam perusahaan. Sehingga, perusahaan akan mendapatkan pengeluaran yang tidak terduga (unexpected expenses) yang dapat dikategorikan sebagai sunk cost. Pengeluaran tidak terduga tersebut meliputi:
- Canceled events
Perusahaan terpaksa harus membatalkan atau menunda kegiatannya karena adanya pandemi. Sedangkan, perusahaan mungkin telah mengeluarkan biaya untuk iklan dan pemasaran, sewa tempat dan biaya lain terkait dengan kegiatan tersebut. Perusahaan juga mungkin sudah melakukan pembayaran kepada vendor-vendor terpaksa harus dibatalkan. Sedangkan, pembayaran kepada vendor tidak bisa dilakukan refund sepenuhnya karena sebagai vendor juga mengalami kerugian. Sehingga, semua biaya itu dikategorikan sebagai sunk cost.
- Prepaid expenses
Pembayaran di muka yang dilakukan oleh perusahaan untuk barang atau layanan yang tidak dapat digunakan karena adanya pandemi, seperti biaya perjalanan atau keanggotaan, biaya sewa tempat, dan pembayaran di muka lainnya yang tidak dapat dikembalikan sehingga mengakibatkan sunk cost.
- Inventory write-off
Selama masa pandemi perusahaan harus melakukan penghapusan inventaris yang telah usah atau tidak dapat dijual karena adanya perubahan perilaku konsumen selama pandemi.
- Fixed cost
Biaya tetap perusahaan yang terus menerus bertambah bahkan ketika pendapatan berkurang, seperti sewa, utilitas, dan gaji.
- Capital Expenditures
Perusahaan yang telah berinvestasi dalam pengeluaran modal, seperti peralatan atau infrastruktur, yang tidak lagi dibutuhkan atau tidak dapat digunakan karena pandemi.
      Adanya biaya-biaya tak terduga yang menjadi sunk cost selama masa pandemi harus dikelola dengan baik oleh perusahaan agar dapat tetap menghasilkan nilai bagi perusahaan. Mengelola sunk cost selama pandemi dapat menjadi tantangan bagi perusahaan. Akan tetapi perusahaan dapat melakukan beberapa upaya untuk meminimalkan dampak sunk cost karena pandemi yaitu:
- Perusahaan dapat mengevaluasi kembali proses pengambilan keputusan. Dimana, saat membuat keputusan tentang pengeluaran di masa depan, perusahaan harus fokus pada biaya dan manfaat di masa depan daripada mencoba menutup sunk cost.
- Perusahaan harus memprioritaskan pengeluaran untuk barang-barang yang akan membantu mereka bertahan dan berkembang selama pandemi. Hal tersebut termasuk investasi dalam teknologi baru, tindakan kesehatan dan keselamatan, atau kampanye pemasaran dan periklanan.
- Perusahaan melakukan kerjasama dengan vendor dan pemasok mereka untuk menegosiasikan ulang kontrak dan ketentuan pembayaran, terutama untuk biaya prabayar yang tidak dapat dipulihkan.
- Perusahaan mungkin dapat menjual atau menggunakan kembali aset yang tidak diperlukan lagi karena pandemi, seperti peralatan atau inventaris.
- Perusahaan perlu mencari opsi untuk bantuan keuangan, seperti pinjaman atau hibah pemerintah, untuk membantu mengimbangi dampak sunk cost pada bisnis mereka.
      Pengelolaan sunk cost selama pandemi membutuhkan pendekatan yang fleksibel dan adaptif yang memprioritaskan pertumbuhan dan profitabilitas di masa depan daripada mencoba menutup kerugian di masa lalu. Dengan berfokus pada masa depan, perusahaan dapat memposisikan diri untuk sukses dalam ekonomi pasca pandemi.
      Dengan demikian, penting bagi perusahaan untuk mengevaluasi sunk cost dan membuat keputusan berdasarkan nilai masa depan bukan dari nilai masa lalu. Selain itu, perusahaan juga harus berfokus untuk memaksimalkan keuntungan masa depan dibandingkan mencoba menutupi sunk cost. Karena sifat sunk cost yang tidak dapat dipulihkan, perusahaan dapat belajar dari pengalaman masa lalu dan menyesuaikan strategi mereka untuk masa depan. Hal tersebut membutuhkan adaptasi dengan cara kerja dan kebiasaan baru seperti kerja jarak jauh atau secara virtual untuk memaksimalkan sumber daya dan menghindari kerugian. Sehinga, perusahaan harus bertindak fleksibel dan siap melakukan pivot dan beradaptasi dengan keadaan akan menjadi kunci untuk bertahan dan berkembang pasca pandemi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H