Bunda mana yang tidak khawatir~
Seorang Ibu pasti ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya. Bahkan saat anak belum dilahirkan, masih dalam janin. Lalu terus berlanjut sampai anak berusia dua tahun, di mana masa-masa penting itu disebut dengan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Saking berharganya, periode ini sering dikatakan pula sebagai periode emas. Sebab dalam periode ini, pertumbuhan dan perkembangan otak dan fisik diketahui sangat pesat. Masa yang tidak boleh dilewatkan karena hanya terjadi satu kali dan tidak akan terulang.
Apabila di masa-masa itu si anak diketahui mengalami kurang gizi, dampaknya akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan yang tidak dapat diperbaiki di masa kehidupan selanjutnya. Dampak yang tidak hanya dirasakan saat itu tetapi jangka panjang. Betapa sangat penting dan berharga, ya Bun.
Apalagi mengingat anak belum bisa mandiri, perhatian ibu sangatlah penting. Seperti dalam memperhatikan makan si anak yang harus mencukupi gizi di usianya. Ya, tanpa diingatkan, naluri seorang ibu pasti sudah bekerja untuk memberikan apa-apa yang terbaik untuk buah hati, bukan?
Susah ya, Bund...
Namun ternyata semua tidak seindah kenyataan dan keinginan.
Masa-masa tersebut menyimpan banyak tantangan. Anak yang susah makan atau hanya mau makan itu lagi, itu lagi. Permasalahan-permasalahan yang bukan lagi rahasia dan umum terjadi.
Dalam sebuah kuliah whatsapp (kulwap) yang pernah saya lakukan bersama ibu-ibu dengan anak balitanya misal, curhatan-curhatan itu juga saya dapatkan.
Keinginan ibu untuk memberikan makanan terbaik, namun keinginan anak berbeda. Ibu sudah menyiapkan beraneka ragam makanan, tetapi anak hanya memilih yang dia suka. Ibu khawatir, tapi lebih khawatir jika tidak mau makan sama sekali dan menjadi sakit gara-gara itu.
Padahal anak sebenarnya punya rasa ingin tahu yang kuat, termasuk makanan yang ia makan. Nah, di sinilah orangtua memang harus berperan untuk tidak menyerah dalam menghadapi makan anak. Karena kebiasan makan anak bisa mencerminkan kebiasaan makanannya nanti.
![macupakids.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/02/11/photo-1563263427-708318a97183-6025370a8ede48660d226493.jpg?t=o&v=770)
Memang penelitian ini baru dilakukan pada tikus, hanya saja bisa menjadi catatan bahwa makan yang dimakan sewaktu anak-anak ternyata bisa berdampak seumur hidup, lhoh.
Peraturan Pemberian Makan Anak, Coba Cek Lagi
Beberapa waktu lalu, saya mengikuti webinar yang menarik. Webinar yang salah satunya membahas tentang cara pemberian makan pada anak agar gizi yang didapatkan bisa optimal.
Dengan pemateri yang ahli di bidangnya, dokter spesialis anak, apa yang disampaikan sudah pasti bisa dipertanggungjawabkan dan dipraktikan.
Pemberian makan anak ternyata punya aturannya. Secara garis besar, aturan tersebut dibagi menjadi tiga yaitu dilihat dari jadwal, lingkungan, dan prosedur.
1. Dijadwal, bund!
Pertama, jadwal atau pembagian waktu makan yang terencana. Ibu-ibu harus memiliki jadwal makan utama dan selingan yang teratur yaitu tiga kali makanan utama dan dua kali makanan kecil (snack) di antaranya.
Hal ini agar anak juga jadi terbiasa akan waktu makannya. Jangan lupa untuk beri durasi saat makan, waktu makan bisa diatur untuk tidak boleh lebih dari 30 menit.
Bagaimana dengan susu? Susu bisa diberikan dua-tiga kali sehari. Pemberian susu bisa dilakukan ketika waktu makan kecil. Sebaiknya, anak hanya boleh mengonsumsi air putih di antara waktu makan.
Berbeda dengan air putih, susu mengandung kalori dari gula sehingga bisa mengenyangkan. Jadi perhatikan ya, bund.
2. Coba perhatikan lingkungan makan anak
Ini tidak kalah penting untuk kita ciptakan, bund.
Jangan lupa untuk membuat suasana makan menyenangkan. Dalam artian tidak boleh ada paksaan untuk makan dan jangan biasakan memberikan makanan sebagai hadiah.
Apakah boleh dilakukan dengan memberikan anak hiburan melalui perangkat elektronik? Nah, ini yang paling sering dilakukan padahal tidak sepenuhnya benar.
Seharusnya lingkungan makan tidak boleh ada distraksi entah itu dari mainan, televisi, atau perangkat elektronik saat makan. Karena anak cenderung akan lebih suka distraksinya, daripada makananya.
Cobalah ciptakan lingkungan makan yang lebih seru dan kreatif, sambil Ibu bernyanyi, mungkin?
3. Prosedurnya gimana ya?
Jika sudah mampu makan sendiri, coba motivasi anak untuk bisa makan sendiri. Tentu dengan pengawasan orang dewasa, ya.
Nah, kalau anak sudah menunjukkan tanda tidak mau makan dengan menutup mulut, memalingkan kepala atau malahan menangis, coba tawarkan kembali makanan secara netral. Netral di sini adalah tanpa membujuk atau memaksa. Kalau memang setelah 10-15 menit anak tidak makan, akhiri proses makan.
Kuncinya jangan menyerah dan terus bersabar menghadapi anak, ya Bund. Ingat bahwa anak adalah titipan dan kita harus menjaga dan memberikan yang terbaik. Semangat bunda dan calon bunda~
"You are not only what you eat, but what you ate as a child!"- Theodore Garland
Salam,
Listhia H. Rahman
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI