Mohon tunggu...
Listhia H. Rahman
Listhia H. Rahman Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli Gizi

Lecturer at Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Holistik ❤ Master of Public Health (Nutrition), Faculty of Medicine Public Health and Nursing (FKKMK), Universitas Gadjah Mada ❤ Bachelor of Nutrition Science, Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro ❤Kalau tidak membaca, bisa menulis apa ❤ listhiahr@gmail.com❤

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Suara, Suka Malu Mendengarkan Sendiri tapi Dinanti yang Mencintai

14 September 2020   20:57 Diperbarui: 15 September 2020   03:41 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Iya nggak?

Apakah kamu termasuk orang yang terkejut ketika mendengarkan rekaman suara sendiri? Kalau iya, kamu tidak sendiri.

Sebab ada di luar sana yang juga sama-sama merasakannya. Merasa suaranya berbeda dari dugaannya. Padahal suara itu jugalah yang orang lain dengar. 

Kok terdengar lebih cempreng, misalnya.

Sebenarnya bukan sepenuhnya salahmu, akan tetapi kamu yang memang tidak terbiasa mendengar rekaman sendiri, pertama.

Yang kedua karena telinga punya kecenderungan menangkap pitch suara yang lebih tinggi. Begitulah jawaban yang saya dapatkan dari kelas podcast beberapa waktu lalu. Apakah fakta ini cukup melegakanmu?

Tidak jauh berbeda dari yang sering saya temui di kehidupan sehari-hari. Soal belum menerima hasil dari suara sendiri juga jadi topik yang sering saya dapat dari curhatan teman-teman saya, yang ingin membuat konten dengan audio tetapi tidak kuat mendengar suaranya sendiri.

Sebenarnya saya juga sempat mengalami kegalauan itu sebelumnya, bahkan sampai sekarang juga terkadang masih suka geli ketika memutar suara saya sendiri. HAHA. 

Tapi toh bukankah seharusnya dimulai dari diri sendiri untuk menghargai apa yang kita miliki, seperti halnya suara.

Lebih dari Suara yang Dihasilkan Pita Suara

"aku milih lewat suara, soalnya seenggaknya aku jadi tau kalo aku lagi bicara sama manusia."

Begitu salah satu alasan yang saya dapat dari seseorang yang tidak jarang memilih mengirim pesannya menggunakan pesan suara. 

Suara yang kita hasilkan membantu kita untuk menyampaikan pesan. Tidak seperti tulisan, dengan menyampaikan melalui suara kita bisa juga memahami atau setidaknya ada petunjuk soal emosi yang diberikan dari pemberi pesan tersebut. Apakah sedang senang, marah, canggung, atau memang datar-datar saja? 

Untuk itu dalam beberapa kondisi, memberikan pesan melalui suara lebih perlu daripada sekadar kata-kata. Apalagi jika komunikasi yang dilakukan secara jarak jauh, hal ini untuk meminimalkan kejadian salah maksud atau malah ambigu.

Jadi tidak usah terlalu ragu dengan suara sendiri, karena yang paling penting dari mengeluarkan suara bukan terdengar merdu tetapi bisakah dengan suara kita menyampaikan apa yang kita maksud dan orang tersebut mampu menerimanya.

Suara dan Hubungannya dengan Banyak Hal

Hal tentang suara ini mungkin bisa menjadi salah satu alasan mengapa kamu tidak perlu takut lagi bersuara.

Yang membuat suara manusia jadi unik adalah karena kita bisa mengubah suara kita. Maksudnya suara kita tidak selamanya cempreng, kok. Dengan melatihnya, kita bisa membuat suara jadi bulat atau setidaknya tidak seburuk yang kita bayangkan. 

Pernah mendengarkan penyanyi yang saat menyanyi suaranya merdu tetapi ketika sedang berbicara ternyata cempreng? Ya, suara kita memang bisa kondisikan.

Bahkan bagi beberapa orang bisa mengubah suaranya menjadi tokoh-tokoh terkenal. Impersonate atau menirukan.

Kembali lagi soal suaramu. Apakah kamu pernah merekam percakapanmu dengan seseorang yang kamu suka? Coba bandingkan dengan ketika kamu berbicara dengan petugas bank. Ada beda nggak

Suara kita bisa beradaptasi dengan situasi, tergantung dari siapa yang sedang kita ajak bicara. Ini yang saya simpulkan sendiri sih.

Hal yang menarik lainnya, dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Seltzer -seorang antropolog biologi di University of Wisconsin- pada subjek anak perempuan yang menemukan bahwa berbicara dengan Ibu dapat mengaktifkan bagian otak yang sama dengan memeluknya.

 Dengan kata lain, mendengarkan suara dari seseorang yang kamu cintai bisa menghasilkan dampak yang sama dengan menyentuh secara fisik. Wah, seluar biasa itu ternyata kekuatan suara.

Nah, dari sini kita bisa mendapatkan sebuah petunjuk, sepertinya memang sudah saatnya kita tidak perlu ragu untuk menambahkan suara dipengiriman pesan, ya.  Apalagi jika memang punya keterikatan seperti keluarga atau pasangan. 

Jadi tunggu apalagi, sekarang coba kirim pesan suaramu atau jika perlu ditelepon saja.

Smoga tidak dalam panggilan yang lain ya, sob. Hehe. 

Salam,

Listhia H. Rahman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun