Selamat untuk semuanya!
Biasanya di waktu-waktu ini saya sedang menulis atau akan menulis tema samber THR hari ini (yang belum tahu, Itu lho acara menulis maraton tiap Ramadan di Kompasiana). Jadi jangan harap akan bertemu tulisan saya di waktu pagi, siang pernah sih sekali, selebihnya pasti malam dan lebih dari jam sembilan. Sepertinya beberapa kompasianer ada yang sudah hafal soal kebiasaan saya yang ini. Siapa hayo?
Akan tetapi malam ini jadi berbeda, karena samber THR di kompasiana sudah mencapai garis selesai. Sudah habis di tema ke-28. Membuat saya merasa sedih karena harus usai sekaligus lega karena sudah terlewatkan begitu saja. HAHA. Campur aduk.
Yang jelas malam ini ada kangen-kangennya gitu jadinya. Ciye. Tulisan ini buktinya.
Menulis 28 Hari Itu...
Oya, sebelumnya saya pikir acara tahunan ini ditiadakan karena saya tidak menemukan pengumuman sampai bulan Ramadan datang, lho. Kok tumben dan sudah sempat membuat sedih. Untungnya tak lama kemudian saya menemukan pengumuman yang sudah ditunggu itu, yang ternyata memang bukan dimulai dari awal Ramadan seperti biasanya.
Kalau dibandingkan tahun sebelumnya, maraton menulis kali ini lebih "sedikit" dibandingkan tahun lalu dimana di tahun 2019 ada 33 tema tulisan sedangkan sebelumnya lagi 32 tema tulisan. Saya kira tahun demi tahun akan bertambah dari sisi jumlah, tapi ya Alhamdulillah. Menulis 28 tulisan dengan tema yang berbeda juga bukan hal yang mudah.
Baca Juga: Testimoni SamberTHR: Dibalik Proses 32 Hari Bercerita Tanpa Jeda
Masih sama serunya. Acara maraton menulis tahun ini sepertinya akan makin ketat karena jumlah peserta yang meningkat dan mampu melalui rintangan tema secara lengkap. Meski saya tidak menghitungnya secara pasti, tetapi saya yakin pasti tahun ini lebih banyak peserta yang mampu mencapai garis finis dengan selamat. Selamat ya kita.
Baca Juga : Testimoni SamberTHR, Setelah 33 Hari Nonstop Menulis Inilah Artikel Ter...
Selama menulis selama 28 hari pasti ada cerita seru yang menyertai. Pun ada yang tak terlupa bagi saya. Salah satunya terjadi di Ramadan ke-6, ketika saya baru mulai menulis (kira-kira setengah sepuluh malam) malah mendadak listrik padam selama setengah jam. Padahal saya hanya mengandalkan wifi semata dan tidak ada kuota. Malam itu saya sempat hilang harapan. Halah~
Syukurlah meski disertai rasa berdebar-debar, malam itu saya bisa lewati dengan melahirkan tulisan sebelum berganti hari.
Kejadian itu ternyata tidak membuat saya lantas kapok untuk menulis di waktu malam. Hari berikutnya saya masih mengandalkan jadwal menulis yang sama. HAHA.
Yang Membuat Menulis Maraton Jadi Candu
Rasanya masih sama seperti pertama kali mencoba. Menulis maraton masih membuat saya takut. Takut menjawab pertanyaan sendiri, "apakah saya bisa konsisten sampai akhir?"
Iya, itu hanya ketakutan yang saya buat sendiri saja. Padahal kalau sudah dijalani ya tidak seram-seram amat. Tidak seperti yang dibayangkan.
Sepertinya menulis maraton harus dicoba bagi siapa saja yang suka menulis. Untuk menguji kemampuan, juga yang lebih utama adalah kemauan. Kemauan menulis setiap hari itu yang jadi energi utamanya. Karena dengan kemauan, kita pasti akan berusaha untuk menyelesaikan. Jadi kalau ada kemampuan tetapi tidak ada kemauan, ya sama saja. Kalau kemauan ada, dengan usaha pasti bisa.
Semoga setelah acara ini kita bisa makin rajin menulis, ya. Karena buktinya sehari satu tulisan saja kita pernah bisa melaluinya, kok. Mudah-mudahan kita bisa bertemu di acara berikutnya.
Terus menulis dan menulis, teman-teman!
Selamat lebaran.
Salam,
Listhia H. Rahman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H