Nah, salat berjamaah Maghrib ini menjadi spesial karena salah satu yang menjadi imam salat adalah orang yang dituakan di perumahan kami tinggal. Salah satunya adalah Mbah Yanto yang kami hormati.
"Ayoooo, rapatkan safnya jangan sampai ada yang kosong ndak diisi setan. " begitu kata yang sering diucap Mbah Yanto sebelum memulai menjadi imam kami.
Lalu, "Allahu akbar..."
Suasana yang tadinya ramai, berangsur jadi khidmat. Akan tetapi tidak lama, suasana selalu jadi riuh tiap kali Al Fatihah selesai dibacakan.
Ketika cukup "Aamiin." malah menjadi "Aammiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinnnn"
Bukan amin paling serius, tetapi amin yang terlalu panjang, yang (memaksa) Mbah Yanto harus menunggu agak lama untuk meneruskan ke surat selanjutnya.
Ya. Gara-gara amin yang terlalu panjang, kami pernah diceramahi setelah salat Maghrib.
Apakah setelah Mbah Yanto memberi nasihat lantas para jamaah kecilnya menjadi tidak mengulanginya? Ternyata tidak juga. Kejadian itu masih saja berkesempatan untuk terulang dari saya berstatus santriwati sampai saya harus ikut turun tangan untuk mengingatkan mereka agar tidak mengulangi.
Maaf ya Mbah, namanya juga banyak jamaah anak kecilnya. hehehe.
2. Belajar Salat, tapi Kok...
Ketika memasuki SMA, saya tidak lagi menjadi santri. Kini giliran saya menjadi teman santri/wati. Ternyata mengajar mereka memang seru, apalagi saya sering mendapat jatah untuk mengajar mereka yang masih imut sekali. Anak-anak TK.