Tulisan ini bukanlah tulisan politik. Sama sekali bukan.
Ada yang tidak bisa kita hindari untuk dilihat di sepanjang jalan akhir-akhir ini. Di jelang pesta politik yang akan kita rayakan tanggal 17 April nanti. Gambar besar dengan foto nan rupawan, juga tak lupa dengan sederet gelar -yang kadang kala tidak saya tahu kepanjangannya apaan-. Mungkin yang membedakan cuma kreativitas, sebab beberapa sering sengaja dilucukan agar mengundang tawa (walau agak maksa).
Memang banyak cara mencari perhatian. Mirip kamu kalau sedang merayu si dia agar memilihmu. #eaa
Seperti kalimat di awal. Tulisan ini tidak berfokus pada politik, apalagi membahas calon dewan terhormat. Gak dibayar, ya ogah. HAHA. #candadink. Pembahasan kali ini ya soal gambar-gambar yang berjejer itu, yang nasibnya tidak melulu setegar batu karang, seperti diterjang angin lalu terhempaskan. Jadi suka kasihan, bikinnya pakai uang.
Ide menulis soal ini sendiri muncul ketika saya sedang melakukan perjalanan terutama ketika saya sedang menuju Jogja dari Temanggung. Maklum saya tipe observasi, jadi tidak melulu fokus ke jalanan tetapi juga yang berada di sekelilingnya.
Apalagi yang sedang hits dan mencolok di musim politik seperti baliho-baliho itu. Ah, iya ide ini juga sebagai bentuk keresahan saya sebab ada banyak yang kemudian ternyata (tidak) sengaja melupakan hal sepele. Hal apa hayo? Baca sampai habis duls, lah.
Dalam KBBI, baliho diartikan sebagai publikasi yang berlebih-lebihan ukurannya agar menarik perhatian masyarakat (biasanya dengan gambar yang besar di tempat-tempat ramai). Namun, bukan soal menarik saja yang seharusnya diperhatikan pun ada baiknya jika apa yang akan dituliskan. Seperti hal sepele yang kita bahas sekarang.
Dalam baliho caleg misalnya, penulisan nama beserta gelar sering kali terlihat masih belum benar. Lucunya ini tidak hanya terjadi pada satu baliho saja, salahnya kompak. Pernah saya teliti dari 3 baliho yang berjejer di tempat yang sama, hanya satu yang benar itu pun untung-untungan. Sebab seringnya tidak ada yang benar, ada saja yang membuatnya jadi keliru.
Memang soal titik koma saja. Tanda baca. Namun bukankah hal ini juga seharusnya menjadi perhatian dan penting untuk dikoreksi sebelum naik cetak. Sebab menurut saya pribadi, tulisan nama beserta gelar yang benar adalah salah satu bentuk nilai tambah baliho. Jadi harapannya baliho bukan hanya sebatas menarik perhatian, juga sarana edukasi masyarakat bagaimana penulisan nama yang benar gitu, lho.
Masalah sepele aja gak diperhatikan, apalagi nanti masalah rakyat? #eh
Begini Meletakan Gelar yang Benar
Setelah memendam keresahan soal penulisan gelar, akhirnya sebuah jawaban dari sumber terpercaya saya dapatkan. Ah, memang Uda yang satu ini adalah kunci. Siapa lagi kalau bukan Wikipediawan pencinta bahasa Indonesia, @ivanlanin.
Setelah membaca kicauannya di twitter kemarin, saya makin mantap untuk menuliskan keresahan ini. Apalagi saya juga tak mengelak jika pernah melakukan kesalahan yang sama. Jadi daripada kesalahan terus dibiarkan dan dianggap wajar, yuk sama-sama kita belajar agar penulisannya tidak makin membingungkan.
Soal letak singkatan gelar
Singkatan gelar ditulis di belakang nama orang dengan dipisahkan koma. Tiap unsur singkatan diawali huruf kapital dan diakhiri titik. Beberapa singkatan gelar ditulis di depan nama orang, misalnya "Dr." (doktor) dan "dr." (dokter). - sumber twitter @ivanlanin
Contoh: Dr. dr. Nama Orang, S.E., M.H.
Coba perhatikan kicauan Uda @ivanlanin di atas. Ternyata penulisan gelar ada aturannya, tidak suka-suka atau sembarangan meletakkan/meniadakan titik koma, ya. Ingat juga jeda (spasi) setelah tanda koma.
Seperti yang dikutip dari PUEBI versi daring, tanda koma dipakai di antara nama orang dan singkatan gelar akademis yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya: Ny. Khadijah, M.A.
Bambang Irawan, M.Hum.
Catatan: Bandingkan Siti Khadijah, M.A. dengan Siti Khadijah M.A. (Siti Khadijah Mas Agung).
Keberadaan koma ternyata dapat menimbulkan arti yang beda.
Lalu yang tidak dilupakan adalah tanda titik, terutama titik yang letaknya dibelakang gelar. Siapa yang baru tahu kalau ternyata ada titik yang perlu ditambahkan diakhir gelar, ngacuuunggg?
Penulisan gelar sudah diatur,lho
Tata cara penulisan gelar akademik, vokasi, profesi, dan spesialis diatur pada Permenristekdikti 63/2016 @Kemristekdikti: http://kepegawaian.unp.ac.id/adminweb-kepeg/file_peraturan/permenristekdikti-63-2016.pdf ... Nama program studi dan singkatan gelar program studi diatur pada Kepmenristekdikti 257/M/KPT/2017: https://belmawa.ristekdikti.go.id/2017/09/14/kepmenristekdikti-tentang-nama-program-studi-pada-perguruan-tinggi/ --sumber twitter @ivanlanin
Jangan dianggap sepele, penulisan gelar ini juga sudah diatur. Jadi jangan sembarangan lagi untuk menuliskan gelar yang kamu dapat dengan perjuangan tersebut, ya.
Rumus mudahnya dari kicauan Uda Ivan Lanin, nih :
- Ahli Pratama (D-1): A.P.
- Ahli Muda (D-2): A.M.
- Ahli Madya (D-3): A.Md.xx.
- Sarjana Terapan: S.Tr.xx.
- Sarjana (S-1): S.xx.
- Magister (S-2): M.xx.
- Doktor (S-3): Dr.
- Magister Terapan: M.Tr .xx.
- Doktor Terapan: Dr.Tr.
- Spesialis : Sp.xx.
Selengkapnya sila kunjungi di bawah ini ya:
Singkatan gelar program vokasi diploma I dan II lihat disini| Daftar inisial program vokasi (xx) diploma III dan sarjana terapan disini | Daftar inisial (xx) program studi sarjana, magister, doktor disini| Inisial program (xx) spesialis disini |Daftar gelar dan singkatan gelar profesi disini
Yang beda pada doktor kehormatan, dimana Gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa), disingkat Dr. (H.C.), ditempatkan di depan nama penerima yang berhak menggunakan gelar. Contoh: Dr. (H.C.) Nama Orang . Cek disini
**
Ingat, soal penulisan gelar tidak hanya sebatas bagi mereka yang mencalonkan diri sebagai dewan terhormat, semoga info ini juga bermanfaat untuk kalian yang sedang menuliskan nama para tamu di undangan pernikahan kalian, ya. Ehem.
Kembali ke topik. Yuk coba kita pantau keseriusan para calon dewan terhormat dari balihonya, seruuuu-seruan aja sih. haha...
Hampir lupa, melalui tulisan ini saya juga berterima kasih pada Uda @ivanlanin yang sudah membahas soal per-gelar-an dikicauannya. Terima kasih Uda, smoga ilmunya terpatri dalam otak ini. Sila belajar bersama Uda melalui akun twitternya (disini).
Salam,
Listhia H. Rahman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H