"Selamat sore, Mbak. Silakan, tempat biasa?"
Seperti lirik lagu-lagu yang sering didengar. Kalimat itu sudah dia hafal beserta nada dan intonasinya. Kinanti tak perlu banyak bicara,cukup anggukan kepala dan wanita itu mendapatkan jawabannya.
"Baik, mari saya antar mbak"
Padahal Kinanti sebenarnya tak perlu penunjuk, sudah dia hafal diluar kepala. Barangkali mematuhi pepatah yang bilang katanya : Pembeli adalah Raja .
Langkah wanita itu membawanya pada sebuah sofa di pojok kanan ruangan ini. Dekat Jendela. Jendela yang menggantikan fungsi tembok. Besar . Dari sofa kulit berwarna cokelat ini pemandangan kota Bandung bisa terlihat jelas. Ya, cafe dilantai dua ini menyediakan apa yang ia inginkan. Pemandangan kota.
Entah berapa kali Kinanthi menyempatkan untuk singgah disini. Semenjak awal menginjakkan kaki di Bandung, hampir sepulang kuliah cafe inilah yang menjadi pelampiasan dan cukup segelas es cokelat yang menjadi teman setianya.
Baginya Cafe ini membuat waktunya serasa diperlambat. Ya ditempat ini dia lebih suka sendiri-menjadi sendirian. Merenung tentang hidup dan perasaan yang berfluktuasi.
"Mbak , mau pesan apa?"
"es cokelat-es nya tolong dibanyakin ya mbak, sama roti bakar cokelat keju. cokelatnya dibanyakin juga yah"
"Oya mbak, tunggu akan segera kami buatkan"
Kinanti cukup tersenyum dan wanita itu segera menjauh dari sofanya. Seperti biasa Kinanti mengeluarkan netbooknya. Berselancar di dunia maya adalah senjata yang cukup ampuh membuatnya terlihat sibuk.