Mohon tunggu...
Listhia H. Rahman
Listhia H. Rahman Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli Gizi

Lecturer at Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Holistik ❤ Master of Public Health (Nutrition), Faculty of Medicine Public Health and Nursing (FKKMK), Universitas Gadjah Mada ❤ Bachelor of Nutrition Science, Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro ❤Kalau tidak membaca, bisa menulis apa ❤ listhiahr@gmail.com❤

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Manis Pahit Pelaku Seni, Dari yang Asyik sampai Dicemburui!

1 Oktober 2018   23:50 Diperbarui: 1 Oktober 2018   23:39 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya memang bukan sebenar-benarnya seniman. Hanya seorang yang sejak kecil mencoba mencintainya, yang sampai sekarang  tidak berniat untuk move on

Awal mula mengenal seni...

Semenjak kecil, saya sudah mulai mengenal seni khususnya seni lukis dan seni tari. Keduanya saya kenal bukan dari paksaan kedua orang tua. Tetapi murni dari keinginan jiwa anak kecil saya waktu itu. Tidak juga tiba-tiba. Salah satu pendorong terbesar rasa penasaran saya terhadap seni muncul  karena lingkungan yang ada disekitar saya, tetangga.

Kalau ada tetangga yang membeli krayon. Tak lama yang lain pun akan membeli. Jika salah satu gabung ke sanggar tari, yang lainnya juga akan menyusul. Saling menular.

Menyenangkan, tentu!Bahkan tak jarang kami juga jadi sering bertemu di perlombaan, baik itu menggambar atau menari. Ketemunya, pasti gak jauh-jauh  ada tetangga. 

Bicara soal perlombaan soal seni, ada satu kejadian yang tidak akan saya lupakan. Waktu saya masih duduk di kelas 5 sekolah dasar -masa dimana sedang banyak diikutkan perlombaan-.

Saat itu saya pernah merasakan rasanya mengikuti dua lomba secara bersamaan. Apalagi kalau bukan lomba andalan yang memang sedang giat saya pelajari, lomba menari dan melukis.

Saya ingat, wali kelas saya waktu itu ingin saya tetap mencoba mengikuti lomba menggambar, meski beliau (sekarang sudah almarhum) tahu bahwa dihari itu saya juga lolos seleksi tari.

 Beruntung, karena lokasinya yang sama, keduanya bisa dilakukan bersamaan. Hihi. Ya, meski saya tidak bisa maksimal dikeduanya, setidaknya di seni tari saya bisa menduduki peringkat tiga. SEKECAMATAN HAHA.

"Manisnya" Orang-orang seni yang saya temui!

Seiring berjalannya waktu, saya fokus hanya dengan salah satu. Yang saya tekuni sampai hari ini adalah seni tari. Mungkin ada juga hubungannya dengan kejadian saat kelas 5 SD itu, yang nembuat saya makin mantap.

Dalam menekuni seni tari pun banyak cerita yang saya temui. Yang menyedihkan adalah ketika saya harus kehilangan guru seni tari saat Sekolah Menengah Pertaman (SMP). Beliau meninggal. Kejadian yang kemudian membuat saya sempat terhenti belajar menari.

Memasuki bangku kuliah rasanya menjadi masa kebangkitan saya untuk belajar menari lagi. Apalagi ketika saya bergabung dengan Unit Kegiatan Mahasiswa Kesenian Jawa. Saya seperti menemukan tempat yang cocok untuk tumbuh dan berkembang. #Halah. Tempat yang juga mengajarkan soal berproses dan belajar banyak hal yang tak hanya melulu soal seni tari, begitu.

Hingga saya melanjutkan studi kejenjang berikutnya, saya merasa terus terberkati. Sebab, disini, ditempat saya berada sekarang, pun saya memiliki kesempatan yang sama atau bahkan lebih untuk terus berproses lebih baik lagi. Tuhan seperti selalu memberi jalan dan memudahkannya. Alhamdulillah. 

Dari banyak alasan mengapa saya terus belajar seni adalah karena orang-orang yang saya temui. Orang yang meski berbeda, namun yang tetap sama rasanya. Adalah orang-orang yang asyik dan keakraban yang mudah terbentuk.

Ya..Seindah dan semudahkah  seni menyatukan manusia yang tidak pernah mengenal sebelumnya?

Mudah nyambung, gitu aja.

Tidak melulu asyiknya,lho!

Tidak ada yang selalu mudah, termasuk mempelajari seni. Adanya waktu yang dibutuhkan untuk menekuninya, kadang menjadi alasan seseorang -yang tidak mengerti soal seni- jadi senjata kesalahan.

"Kamu terlalu sibuk"

"Kamu lebih mementingkan hobimu!"

Diatas adalah contoh kata-kata (basi) yang pernah saya dapat dari orang-orang yang terlalu mencemburui seni, kata-kata yang sampai sekarang rasanya tidak bisa masuk akal.  

Coba pikirkan, bukankah tidak ada orang yang tiba-tiba langsung pandai menari tanpa latihan? Tidak ada orang yang tiba-tiba menjadi pelukis handal tanpa pernah mencoba? Tidak ada pemusik profesional yang tidak belajar memahami instrumennya?

Bukan sibuk tapi itu adalah bagian dari proses.

Beruntung, seni selalu mengajarkan untuk menghibur. Meski diuji patah hati,misalnya. Saat harus tampil, wajah pun masih bisa tersenyum. Ah,iya. Sepertinya sebaik-baiknya penyembunyi perasaan adalah mereka yang mencintai seni, seperti penari.

Percayalah, mencintai seni bukan berarti kamu bukan diskala prioritasnya!

Salam,

Listhia H Rahman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun