Saya iri pada mereka yang bisa kapan saja berkumpul dengan keluarganya. Sedangkan saya, di bulan Puasa atau bahkan lebaran ini pun rasanya tidak bisa , jadi sulit. Meski adik mendapat cuti, saya sudah mendapat libur semesteran, sayang kakak harus tetap berada di tempat tinggalnya. Kami hanya jadi berempat, karena menjadi lima seperti dulu tidak lagi mudah.
Ya, ternyata begini rasanya semakin menjadi dewasa, kita tumbuh bersama kesibukan dan tanggung jawab yang harus diemban.
Tidak saya tidak menyalahkan waktu, kesibukan apalagi takdir. Justru saya berterima kasih kepada kepada waktu, yang pernah berbaik hati memberikan kami ruang untuk bersama dan merasakan hangatnya keluarga. Kepada kesibukan, yang meski terkadang membuat jenuh tetapi mengajarkan untuk pintar memanfaatkan waktu yang ada jika ia tidak ada.
Bulan Ramadan ini memang kita tidak bisa bersama-sama. Namun saling berjauhan bukan berarti saling melupakan,kan? Dalam doa yang sama-sama kita panjatkan, kita bisa bertemu disana.Jauh dimata dekat dihati, seperti itulah cinta kami diawetkan.
Hari ini, kisah paling romantis bukan lagi cerita-cerita soal putri yang diselamatkan pangeran berkuda, tetapi cukup dengan mengisahkan keluarga kami juga hampir sama so sweet-nya! Terima kasih kepada dia yang bernama teknologi, setidaknya rindu ini bisa diatasi dalam bentuk gambar atau suara.
HAHA.
Salam,
Listhia H Rahman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H