Ya, karena keberadaan orangtua,kakak adik dan juga saudara lain membuat saya harus memikirkan terlebih dahulu apa-apa yang harus saya bagi. Paling tidak, karena ada mereka saya jadi tidak menggunakan kata-kata yang kotor dalam membuat status, harus berpikir ulang ketika mengomentari atau menyukai sesuatu atau tidak mudah membagi informasi yang bisa mengundang kontroversi #halah. Pokoknya semenjak mereka ada dalam lingkaran medsos saya, saya harus bisa membagi-bagi apa yang memang laik dibagi.
Gak bebas dong kalau gitu? Bebas tapi tetap terkontrol sih. Karena medsos adalah milik kita, kita boleh bebas apa saja. Namun juga harus diingat bahwa bukan cuma kita satu-satunya yang bermain medsos itu. Bagi saya keluarga adalah pengingat untuk berada di jalan medsos yang lurus.
***
Di keluarga saya, sekali lagi, media sosial bukanlah suatu yang ditakuti apalagi lalu jadi dihindari. Karena saat dia ada, membuat rindu jadi bisa dikatakan saat itu juga.
Karena hari ini tidak seperti dua puluh tahun lalu, dimana kami masih berada dalam satu atap, saling tatap dan bercakap-cakap. Hari ini kami harus menerima 'anggota keluarga' baru bernama jarak dan memanfaatkan 'anggota keluarga' lainnya bernama media sosial untuk membantu mempertahankan 'rasa*'nya.
Media sosial tidak jahat, yang jahat adalah pengunanya. Seperti pisau, apabila dipakai seorang koki tentunya berfaedah tapi jika digunakan penjahat, nasibnya jadi berbeda. Salahkah si pisau? Tentu tidak, tapi kembali lagi pada siapa penggunanya.
Terima kasih, karena hadirmu setidaknya kami bisa melupakan sejenak soal jarak berkilo-kilometer itu.
Salam,
Listhia H Rahman
*kebersamaan