Pernahkah kamu mencampurkan dua rasa makanan, manis dan asin, ke dalam rongga mulut? Misalkan, bubur kacang hijau dengan ditemani kerupuk atau keripik kentang dicocol pasta cokelat? Bagaimana rasa yang dihasilkan, buruk atau malah bikin nagih?
Memang, nampaknya pasangan manis dan asin diatas kelihatan kurang lazim dan kurang cocok. Namanya saja contoh, tapi bukan contoh ngawur karena saya pernah praktikan sendiri dan rasanya tidak buruk, saya akui enak. Hehe. Aneh? Tunggu dulu,sebelum menyimpulkan “aneh”, ada alasan ilmiahnya kok. Karena saya yakin, kamu pasti pernah menyatukan dua rasa ini tapi belum tentu tahu alasannya mengapa bisa kok rasanya jadi tidak terbayangkan.
Lidah Bukan Hanya Sebagai Indera Perasa
Sebelum membahasnya lebih lanjut, Mari mengungkit pelajaran IPA di sekolah dasar terlebih dahulu. Semua pasti tahu bahwa lidah adalah organ yang berfungsi sebagai perasa. Adanya lidah, yang tiap kuncup perasa atau tastebud-nya bisa mencapai 50-100 sel, kita jadi bisa merasakan berbagai rasa makanan. Mulai dari manis,asin,asam,pahit dan umami (gurih).
Tak hanya membuat kita dapat merasakan dan menikmati makanan saja, ternyata lidah juga digunakan tubuh untuk alasan tertentu. Contoh, kita merasa pahit atau asam untuk melindung dari sesuatu yang biasanya dapat merugikan atau merusak. Meskipun yang pahit dan asam tidak semuanya membawa dampak negatif,sih. Misal obat-obatan. Itulah mengapa kita susah sekali menelan obat, karena kita juga berusaha menolak.
Oya, dalam sebuah studi, yang juga sudah diterbitkan di Proceedings of the National Academy of Sciences, menemukan bahwa reseptor gula tertentu yang dianggap hanya ada di usus, ternyata ditemukan di sel rasa (taste cells) manis pada lidah.
Karena Garam Bukan Soal Asinnya
Rahasia mengapa rasa manis dan asin jika dikawinkan menjadi makin enak adalah karena garam bukan hanya memberi rasa, pun mempertegas suatu rasa. Ya, garam termasuk dalam flavor enhancher atau penguat rasa dimana seperti dikutip dalam Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan yaitu sebagai bahan tambahan makanan yang cepat memberikan, menambah, atau mempertegas rasa dan aroma.
Yang artinya saat kita menambahkan suatu yang berasa manis dengan asin (garam), maka garam akan meningkatkan rasa manis itu sendiri.
Resptor di lidah yang disebut SGLT-1 ,pada penelitian yang ditemukan di lidah tikus, juga makin menjadikan kehadiran garam jadi bermakna. Karena resptor tersebut bekerja mengangkut gula ke dalam sel ketika adanya garam.
Alasan yang mendukung mengapa manis dan asin makin enak adalah adanya Flavor Layering. Istilah para chef /juru masak untuk menyebut suatu campuran pas –tidak terlalu manis dan tidak terlalu asin--yang mampu memberikan respon positif di otakmu.
Boleh Mencintai “Garam dan Gula’,Tapi Ingat....
Alasan lain mengapa kita begitu mencintai kedua rasa ini adalah karena rasa manis dikaitkan dengan pemberi energi, karbohidrat. Sedang rasa asin dikaitkan dengan komponen yang dibutuhkan tubuh dalam keseimbangan cairan dan sirkulasi darah. Maka jika keduanya disatukan, respon biologis pun makin meningkat dan tubuh mendeteksinya menjadi ekstra lezat.
Perlu juga disadari, bahwa kita sebagai manusia yang suka memakan segalanya atau omnivora juga bisa merasa bosan bila memakan sesuatu yang manis secara terus menerus, begitupula dengan yang asin,bukan?
Nah, walaupun rasa manis dan asin bisa jadi jodoh yang sempurna. Berhati-hatilah, karena keduanya juga bisa membuat candu. Perhatikan jumlah konsumsinya. Jangan sampai kesehatanmu jadi terganggu.
Apa pasangan makanan “manis asin” yang pernah kamu coba? Atau berminat membuat produk dengan menyandingkan kedua rasa ini? Boleh dicoba! Karena memasangkan kedua rasa in ada alasan ilmiahnya.
Salam,
Listhia H Rahman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H