1/
“Kalau kamu mau seperti kakak, sehabis wisuda nanti kamu harus nikah”
Deg.
2/
“Kamu udah tau belum, mantanmu nikah? Sing sabar ya..Kamu gak usah dateng”
Sedih sih, sedih karena yang beritahu temen sendiri. Udah gitu aja.
3/
“Jadi sama yang kemarin teh gimana?Kalau buat nikah jangan yang seumuran.. ntar kalo cewe cepet tuanya..”-Tante
4/
“Mau dikenalin sama itu nggaak? Ntar mama papa pasti restuin”
Duh.. serangan perjodohan mulai tercium. Sabar, biarkan saya memilih jalan sendiri dulu.
Perbincangan soal yang bau-bau “nikah” itu memang tidak ada habisnya dan seru terlebih bagi kaum-kaum single elegan –yang gak mau dibilang jomblo-. Dan, soal nikah ini ternyata cukup “ngeri-ngeri sedap” dibahas pada usia dua puluhan. Usia dimana undangan nikah teman mulai berdatangan sedang kita masih berperan untuk kondangan (datang ke acara nikahan). Kapan yang di-kondang-in?
Menikah ; Siapa yang Tak Mau?
Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan. Bisa jadi untuk itu mengapa kita saling mencari belahan jiwa masing-masing yang bernama Jodoh . Karena kita sendiri ternyata bukan makhluk tak utuh, dan berusaha menjadi lengkap –melengkapi- dengan jalan terikat dan mengikat janji suci. Menikah.
Tapi nyatanya, menikah tidak pernah sesederhana cerita-cerita negeri dongeng yang pernah kita dengar menjelang tidur. Yang menikah kemudian happily ever after. Justru, setelah menikahlah, kehidupan baru dimulai dan kita tidak lagi jalani dengan sendiri,melainkan ada dua kepala dengan dua pemikiran yang kadang sejalan dan tak bisa disangkal juga untuk saling bentrok membuat gesekan yang berpotensi membuat “api”. Tapi, tenang dulu... bukan berarti kita harus menjadi takut untuk menikah. Konon, setelah menikah rejeki makin lancar katanya. Jadi,menikah? Lanjut kita bahas lagi.
Menjadi Pasangan Paket SUPER