Shania benci mengingat. Tapi ia terlalu pandai menyimpan, ingatan.
Laki-laki itu tak nampak asing. Dua tahun lalu , mereka pernah habiskan. Ya, wajah yang masih sama, hanya perasaan mereka yang tlah berbeda. Laki-laki yang pernah menanam cinta, meski hanya pada empat musim yang terlewati. Gulma tak terhidarkan hadir juga disela-sela. Merambat perlahan, mengikis sedikit demi sedikit. Pernah diusir untuk tak datang. Pernah berhasil, pun sia-sia. Di musim kelima, tak tertolong lagi. Mereka selesai, dengan (tak juga) baik.
Shania benci meningat. Tapi tak juga bodoh untuk bisa melupakan.
“Baik-baikkah kamu disana?”, pesan Ardha yang nampak khawatir dengan keadaa sahabatnya diseberang sana.
“Sudah, ini mengagetkanmu memang”
" Terlalu Mendadak"
“Tapi, Aku tahu kamu pasti bisa melalui ini semua”
“ Semangat Shaniaku”
Belum juga Shania membalas. Pesan Ardha bertubi-tubi.
Shania baik-baik saja. Tak ada air mata yang berkaca-kaca hiasi matanya. Ia masih sama, seperti saat pesan itu tak ada.
Tapi.