Mohon tunggu...
Listhia H. Rahman
Listhia H. Rahman Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli Gizi

Lecturer at Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Holistik ❤ Master of Public Health (Nutrition), Faculty of Medicine Public Health and Nursing (FKKMK), Universitas Gadjah Mada ❤ Bachelor of Nutrition Science, Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro ❤Kalau tidak membaca, bisa menulis apa ❤ listhiahr@gmail.com❤

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Menulis, Mengantarkan Saya Menemui Pak Jokowi

21 Desember 2015   23:17 Diperbarui: 14 Agustus 2020   10:49 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya tak ingat kapan terakhir mengimpikannya atau belum pernah sama sekali terpikirkan? Datang ke Istana untuk menemui Presiden Indonesia, bahkan lebih dari  bertemu melainkan juga duduk dalam satu ruang yang sama. Ya, saya pernah takut untuk bermimpi tinggi, menemuimu -presiden- misal. Karena aku mah apa atuh. Tetapi apa sih yang tidak mungkin. Dan saya belajar, untuk mengenal  bahwa"semua bisa  jadi mungkin"

***

Sempat Salah Duga,

Jumat pagi, saya mempunyai janji bertemu dosen pembimbing. Karena terlalu fokus dengan pekerjaan yang harus saya serahkan pada beliau, handphone ternyata tertinggal di kosan. Sesampainya di kos ada dua panggilan berkode jakarta terlewatkan. Siapakah gerangan pemilik deret angka ini?

Awalnya saya mengira dengan “PD”-nya. Jangan-jangan dari Harian Kompas. Ya, karena beberapa minggu lalu saya sempat mengirimkan liputan kampus untuk rubik kompas kampus yang terbit dihari Jumat. Sebelum akhirnya mengecek harian kompas versi e-print, tiba-tiba handphone kembali berdering. Kode jakarta lagi. Tanpa pikir panjang saya angkat.

“Halooo"

“Halo dengan Mbak Listhia, ini dari kompasiana” terdengar suara perempuan dari seberang.

Dugaan saya ternyata sedikit melenceng. Benar dari kompas, tetapi kompas-iana.

Pembicaraan via telpon tersebut ternyata bermaksud untuk mengabari saya perihal undangan dari istana negara. “lunch bareng Pak Jokowi??”, batin saya bahagia.

“Pakai batik dan sepatu, ya,” kata dari ujung telepon mengingatkan saya.

"Yaa..", jawab saya ga pakai ragu.

Sore hari, saya segera mencari batik. Tidak perlu waktu lama, langsung  menemukan , sreg  (cocok) dan ambil. Suatu fenomena yang jarang-jarang terjadi lhoh.

See you Pak Jokowi!

Sabtu pagi , pukul empat pagi saya sampai di Jakarta dengan perasaan yang terlalu luar biasa. Rencana dua hari disini sepertinya akan menyenangkan dan memberi kesan yang dalam. Bertemu dengan kompasianer –penulis kompasiana- pun bertemu dengan orang nomor satu di Indonesia, Presiden yang tidak ada dalam rundown acara saya sebelumnya. Tidak. Saya tidak sendiri. Ada sembilan puluh sembilan yang juga memiliki kesempatan yang sama dengan saya.

Dua bus  yang akan mengantar kami sudah berjajar dari pukul sepuluh pagi. Seperti hendak berwisata, kami memilihi bangku dengan leluasa, dengan pasangan teman ngobrol yang bebas dipilih juga. Dan saya duduk dengan Mbak Citra- yang baru saya benar-benar temui dan kenal beberapa jam lalu di kompasianival.

Sekali lagi, persis seperti hendak berwisata. Sebelum bus melaju kami dipanggil satu per satu, di absen. Setelah semua lengkap, bus mulai berjalan menelusuri jalanan Jakarta di hari sabtu yang agak lengang.

Istana Negara..

Akhirnya sampai. Bus diparkir.Kami turun satu per satu. Memang wajar jika ada perlakuan yang spesial bagi siapa saja yang ingin menemui orang nomor satu. Seperti kami yang harus diperiksa sampai dua kali. Demi pengamanan. Selain itu, kami pun harus rela meninggalkan segala macam gadget atau kamera. Menghindari foto-foto di dalam istana yang bikin betah selfie, bisa jadi. Semua tas diamankan. Kami hanya bawa jiwa dan raga saat memasuki istana.

Meja-meja berbentuk lingkaran sudah ditata rapi. Cahaya lampu membuat suasana makin mewah. Di dinding terpampang lukisan para presiden sebelumnya. "Oh, seperti ini dalamnya istana negara?", tanya saya sendiri.

Kami bebas memilih tempat duduk dimana saja. Di meja pun sudah tersedia perlengkapan sendok garpu dan segelas air minum, yang siap menyambut. Saya duduk di meja nomor dua, kalau tidak salah. Dari sini, saya menduga duga dapat melihat Presiden Jokowi dengan jelas. 

Pukul 12.00. Sosok berkemeja putih muncul dan makin mendekat. "Itu Jokowi? Tinggi ya", ceplos saya sendiri. Tanpa dikomando, kami berderet. Ingin berjabat, termasuk saya. Giliran tangan saya, speechless

Awalnya saya mengira presiden akan memberikan kata sambutan. Tetapi malah menyuruh kami untuk mengambil makan terlebih dahulu. "Ini, yang nyuruh presiden?", batin saya lagi. hehe. 

Usai makan. Beberapa kompasianer yang disebut Mas Isjet maju satu persatu, bergiliran untuk berbicara. Apa saja. Suasana yang benar-benar santai begitu saja tercipta. "Ini di istana negara bukan sih?", protes saya lagi.

Bayangan soal istana negara yang akan terlihat formal dan harus ini itu, saklek. Ternyata salah. Pak Jokowi dengan pembawannya yang santai berhasil mencairkan suasana. Saya sampai heran berkali-kali dan bahkan sampai saya bawa pulang pertanyaan itu, "Itu tadi bener di istana sama Presiden Jokowi?". Santai sekali :")

**

 

Bagi saya, undangan istana adalah acara akhir tahun yang manis, yang tidak pasti terjdi setiap tahunnya dan saya beruntung bisa mendapatkannya ditahun ini juga.

Saya sadar saya bukan siapa-siapa. Hanya mahasiswi semester tujuh yang masih bergelut dengan rutinitas perkuliahan.  Tetapi kok bisa sampai istana dan bertemu dengan Presiden sih? Mudah saja, caranya mulailah untuk mengerjakan apa yang kamu cintai dengan tekun, dan biarlah apa yang kau cintai membawamu pada keajaiban itu. Saya hanya menulis dan membagikan apa yang saya tahu. Dan saya bahagia bisa melakukann. Ya , Menulislah yang membuat saya dipanggil ke Istana Negara. Bertemu dalam radius dekat-berjabat tangan erat-mengatakan salam yang agak tersendat, kepada Presiden. Menulis mengantarkan saya menemui Pak Jokowi.

"Pak, dapat salam dari UNDIP", dengan kilat saya mengucapkan kalimat tersebut sesaat setelah sesi foto bersama. 

Tanpa ada undangan di istana itu pun saya memang sudah berencana pergi ke Jakarta. Bukan berarti baru ada undangan dan baru mau merencanakan. Tidak. Undangan ini ibarat bonus. Semua adalah soal kesempatan. Maka  jika belum, bersabarlah, Tuhan tahu momen yang tepat.  

Ohya, Ayah saya hari ini seharusnya menemuimu juga di istana negara, Pak Jokowi. Tetapi beliau memilih untuk menyelesaikan tugas dinasnya. Bukan berarti Ayah saya tidak menghargaimu, Pak Jokowi. Justru Ayah sungguh terlalu cinta dengan negeri ini. Semoga di lain waktu, saya dan ayah bisa bersama-sama bertemu denganmu, Pak Jokowi.

Terlepas dari itu, saya telah membuktikan pada Ayah saya sendiri. Bahwa kesempatan untk bertemu orang-orang hebat bukan hanya milik Ayah . Melainkan anaknya, juga. Dan, seperti kata Pak Jokowi, Indonesia memang butuh tulisan optimisme. Dan saya berjanji pada diri saya sendiri, saya akan berusaha untuk menciptakan optimisme itu mulai dari diri saya sendiri juga.

 Listhia H Rahman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun