Usai makan. Beberapa kompasianer yang disebut Mas Isjet maju satu persatu, bergiliran untuk berbicara. Apa saja. Suasana yang benar-benar santai begitu saja tercipta. "Ini di istana negara bukan sih?", protes saya lagi.
Bayangan soal istana negara yang akan terlihat formal dan harus ini itu, saklek. Ternyata salah. Pak Jokowi dengan pembawannya yang santai berhasil mencairkan suasana. Saya sampai heran berkali-kali dan bahkan sampai saya bawa pulang pertanyaan itu, "Itu tadi bener di istana sama Presiden Jokowi?". Santai sekali :")
**
Bagi saya, undangan istana adalah acara akhir tahun yang manis, yang tidak pasti terjdi setiap tahunnya dan saya beruntung bisa mendapatkannya ditahun ini juga.
Saya sadar saya bukan siapa-siapa. Hanya mahasiswi semester tujuh yang masih bergelut dengan rutinitas perkuliahan. Tetapi kok bisa sampai istana dan bertemu dengan Presiden sih? Mudah saja, caranya mulailah untuk mengerjakan apa yang kamu cintai dengan tekun, dan biarlah apa yang kau cintai membawamu pada keajaiban itu. Saya hanya menulis dan membagikan apa yang saya tahu. Dan saya bahagia bisa melakukann. Ya , Menulislah yang membuat saya dipanggil ke Istana Negara. Bertemu dalam radius dekat-berjabat tangan erat-mengatakan salam yang agak tersendat, kepada Presiden. Menulis mengantarkan saya menemui Pak Jokowi.
"Pak, dapat salam dari UNDIP", dengan kilat saya mengucapkan kalimat tersebut sesaat setelah sesi foto bersama.
Tanpa ada undangan di istana itu pun saya memang sudah berencana pergi ke Jakarta. Bukan berarti baru ada undangan dan baru mau merencanakan. Tidak. Undangan ini ibarat bonus. Semua adalah soal kesempatan. Maka jika belum, bersabarlah, Tuhan tahu momen yang tepat.
Ohya, Ayah saya hari ini seharusnya menemuimu juga di istana negara, Pak Jokowi. Tetapi beliau memilih untuk menyelesaikan tugas dinasnya. Bukan berarti Ayah saya tidak menghargaimu, Pak Jokowi. Justru Ayah sungguh terlalu cinta dengan negeri ini. Semoga di lain waktu, saya dan ayah bisa bersama-sama bertemu denganmu, Pak Jokowi.
Terlepas dari itu, saya telah membuktikan pada Ayah saya sendiri. Bahwa kesempatan untk bertemu orang-orang hebat bukan hanya milik Ayah . Melainkan anaknya, juga. Dan, seperti kata Pak Jokowi, Indonesia memang butuh tulisan optimisme. Dan saya berjanji pada diri saya sendiri, saya akan berusaha untuk menciptakan optimisme itu mulai dari diri saya sendiri juga.
Listhia H Rahman