Setiap kata yang terangkai dalam buku memoir ini seperti kalimat dan untaian yang bernyawa. Belum lagi soal detil cerita dan peristiwa. Ia tak hanya menghadirkan kisah yang merekam sejarah bagaimana peradaban China modern dibangun. Namun juga kita seperti menyaksikan bagaimana peristiwa itu berlangsung, begitu dekat. Seperti teman dekat yang sedang menceritakan kisahnya. Ada banyak bagian yang membuat saya mengernyit, takjub bahkan menimbulkan gemuruh di dada karena haru.
Begitulah kesan yang saya bawa setelah membaca buku berjudul Wild Swans, Three Daughters of China karya Jung Chang. Buku setebal hampir 700 halaman ini pertama kali dicetak di Inggris Raya tahun 1991. Dan buku yang saya baca ini, dengan beberapa pembaharuan adalah cetakan ke 25! Salah satu buku memoir terlaris di dunia, diterjemahkan kurang lebih ke 40 bahasa berbeda, belum termasuk Indonesia. Meskipun demikian, buku ini tidak diperbolehkan beredar di negara asal Chang, China.
Buku memoir ini mengisahkan tiga generasi keluarga: Nenek, Ibu dan Jung Chang sang penulis buku sendiri. Mereka bertiga hidup dengan latar belakang peristiwa sejarah di China terutama di bawah kekuasaan Mao Zedong.
Tentang Nenek Yu-fang (1909 – 1969)
Yu-fang, Nenek Jung Chang lahir pada tahun 1909 dan tumbuh pada saat negara China dalam situasi kebingungan. Saat itu kekuasaan Dinasti terguling dan digantikan dengan negara Republik yang masih lemah. China menghadapi penjajahan Jepang, Rusia, dan juga konflik internal antar panglima perang. Singkat kata negara dalam kondisi kacau balau.
Yu-fang berparas cantik. Bermuka oval, berkulit cerah dan berkilau. Rambut hitam panjang tebal menjuntai. Tinggi kurang lebih 155 cm dan berbadan ramping. Asset terbesar yang ia miliki adalah kaki seroja/three-inch golden lilies yang membuat langkahnya terayun lembut seperti pohon willow di musim semi yang dingin. Perempuan dengan kaki seroja dipercaya menghadirkan sensasi erotis bagi laki – laki dan juga karena perempuan terlihat lemah butuh perlindungan. Di halaman 5, Chang menceritakan bagaimana kaki Nenek Yu-fang dibuat bengkok oleh Ibunya sendiri sejak umur dua tahun. Bertahun – tahun nenek Yu-fang kecil menderita. Setiap prosesi dilakukan ia tidak hanya melolong kesakitan tapi juga pingsan beberapa kali. Dan tentang kaki seroja bisa dibaca di sini.
Waktu itu, kakek buyut Chang atau ayah Yu-fang memang hendak menjadikan ia perempuan sempurna atau selir laki – laki bangsawan dan kaki seroja adalah salah satu syaratnya. Nenek Yu-fang juga mengenyam pendidikan sekolah untuk anak perempuan pada tahun 1905.
Kecantikan nenek Yu-fang remaja menonjol, ibarat burung bangau berada diantara ayam. Di tahun 1924, disaat usianya 15 tahun, ayah Yu-fang mulai khawatir dengan nasib anaknya ini dan ia akan kehabisan waktu. Tradisi waktu itu, perempuan menikah sebelum 18 tahun. Saat itulah seorang Jenderal ternama dan berkuasa, Xue Zhi-heng berkunjung ke rumahnya. Jenderal Xue adalah kepala kepolisian di Peking (1922 – 1924). Dengan berbagai proses, Yu-fang kemudian diserahkan oleh ayahnya untuk selir Jenderal Xue. Sudah menjadi tradisi, laki – laki berkuasa pada saat itu memiliki selir dan tidak cukup dua.
Chang menambahkan isteri bukan untuk mendapatkan kesenangan tapi para selir. Tentu saja posisi sosial isteri dan selir berbeda. Selir adalah simpanan yang diakui bahkan dilembagakan karena ada prosesi perkawinan dan juga sejumlah kemewahan yang dinikmati keluarga. Selir bisa diperoleh dan dibuang kapan saja. Sedangkan isteri tidak.
Yu-fang punya satu anak perempuan dari perkawinan dengan Jenderal Xue. Walaupun Yu-fang hidup berkecukupan, ia hidup terkurung dan kesepian. Lahir satu anak perempuan, De-hong, Ibunda Chang. Yu-fang waktu itu terancam akan kehilangan anaknya. Anak perempuan ini harus diserahkan ke keluarga inti yang akan diasuh oleh isteri sah. Selir haknya sangat terbatas. Kondisinya tidak akan dihiraukan tapi tidak untuk anak perempuannya, ia penerus garis keturuan. Yu-fang kemudian memilih pergi membawa anak perempuannya dan hidup di pelarian sampai kemudian Jenderal Xue meninggal. Keberuntungan di pihaknya, pesan terakhir dari Jenderal Xue adalah membebaskannya. Nenek Yu-fang waktu itu berusia 24 tahun.
Setelah Jenderal Xue meninggal, Yu-fang menikah dengan seorang dokter di Manchu, Dr Xia yang berusia 65 tahun, duda beranak tiga, dua laki – laki dan satu orang perempuan. Ketiganya sudah menikah. Nenek Fang berusia 26 tahun. Selisih usia jauh, bahkan seusia salah satu anak Dr Xia. Cerita ini ada di chapter 2, ‘Even Plain Cold Water is Sweet: My Grandmother Marries a Manchu Doctor (1933 – 1938)’.
Tentang sang Ibu, De-hong
Chapter ketiga buku ini mulai menceritakan tentang sang Ibu. De-hong sudah menunjukkan kecerdasannya sejak kecil. Usia tujuh tahun ia sudah mulai bersekolah yang disediakan pemerintah Jepang.
Lahir tahun 1934, nama lahir Ibu adalah Ba Qin. Ia kemudian diberi nama De-hong (‘De’ berarti kebajikan, ‘hong’ berarti ‘wild swan’/’angsa liar’) oleh Ayah tiri-nya, Dr Xia. Ia tumbuh pada saat China dikontrol oleh pemerintah nasionalis yang melawan penyerbuan Jepang dan juga di kota Jinzhaou yang dikuasai oleh Jepang. Pada masa itu, setelah Perang Dunia Kedua berakhir, kota Jinzhou adalah kota yang penting. Dalam waktu empat bulan kota ini diatur oleh penguasa yang berbeda, oleh Jepang kemudian Rusia, komunis China kemudian Amerika yang mendukung Koumintang.
Pada masa – masa ini De-hong menyaksikan peristiwa – peristiwa penjarahan, mental penjajah yang merendahkan, pemerkosaan dan juga pembunuhan masal. Komunis menampilkan image yang lebih baik karena mempertahankan pendekatan damai, berperilaku lebih manusaiwi dan membuat beberapa fasilitas untuk masyarakat ada kembali dan juga membuat inflasi lebih stabil.
Karena sentimen inilah, De-hong bergabung diam – diam dengan Partai Komunis. Ia turut menyebarkan brosur/leaflat, mengorganisasi protes. De-hong bertemu dengan laki – laki yang kemudian adalah Ayah Jun Chang, Wang Yu yang juga bergabung di partai komunis. Wang Yu laki – laki pintar, propagandis yang materi leaflatnya selalu ditunggu. Ia berwawasan luas, menyukai sastra dan buku. Mereka berdua saling mengagumi dan melengkapi satu sama lain. Tidak heran mereka menikah tidak lama setelah bertemu. Mereka berdua sangat militan dan meletakkan kepentingan partai diatas segalanya.
Ayahnya masuk top 10 di partai yang berarti ia adalah satu dari 20 ribu kader penting. Tidak lama setelah Chang lahir, Ayahnya dipromosi menjadi gubernur di Provinsi Yibin. Orang penting nomor dua di provinsi, dibawah Sekretaris Pertama partai. Pada dasarnya partai dan pemerintahan berbeda namun tidak bisa dipisahkan.
Karena posisi Ayahnya itu, mereka hidup berkecukupan dengan rumah yang layak dilengkapi dengan penjaga, sopir, pekerja rumah tangga, wet-nurse (pengasuh yang menyusui bayi) dan juga nanny penjaga anak – anak untuk Chang dan keempat saudaranya.
Ketika kebijakan Revolusi Kebudayaan (Cultural Revolution) dan Lompatan Jauh Ke Depan (the Great Leap Forward) Mao Zedong gagal, kondisi berubah drastis. Periode 1966 – 1976 adalah periode yang bersejarah bagi China. Dua kebijakan Mao tersebut menghancurkan sendi – sendi negara. Hampir seluruh sektor hancur, swasta, politik, kekeringan dan kelaparan menewaskan berjuta orang. Ayah dan Ibu Chang juga sempat dikirim ke barak untuk bekerja sebagai petani.
Ada beberapa bagian soal tinggal di barak ini yang membuat terharu. Pada saat usia Chang 18 tahun, 10 hari sebelum tahun baru China, February 1970 ia mengunjungi Ibu dan Ayahnya yang ditempatkan di barak yang terpisah. Waktu menggambarkan pertemuan dengan Ayahnya (hal. 554):
My first sight of my father after over a year was harrowing. He was trotting into the courtyard carrying two baskets full of bricks on a shoulder pole. His old blue jacket hung loose on him, and his rolled-up trouser legs revealed a pair of very thin legs with prominent sinews. His sun-beaten face was wrinkled, and his hair was almost grey. Then he saw me. He put down his load with a fumbling movement, the result of overexcitement, as I rushed over to him.
Perjumpaan dengan Ayah setelah lebih dari setahun menyesakkan. Ia berjalan terburu dengan membawa pikulan bermuatan penuh batu. Jaket biru tuanya terlihat melonggar dan gulungan celana memperlihatkan kedua kakinya yang kurus dengan otot – otot yang menonjol. Sinar matahari membakar mukanya yang telah berkerut, dan rambutnya hampir dipenuhi uban. Begitu ia melihatku, segera ia letakkan pikulannya dengan gerakan hampir limbung karena begitu senangnya ketika aku berlari menghampirinya. (sumber: terjemahan bebas penulis review).
Gambaran pertemuan yang mengharukan. Dan ada banyak bagian – bagian dengan penggambaran penuh tenaga seperti ini.
Ayahnya yang kritis terhadap kebijakan – kebijakan Mao dianggap berbahaya dan menghianati partai. Ketika Wang Fu menuliskan kritikan dengan namanya, ia diserang oleh para pendukung Mao dan dipermalukan secara publik, tinta disiram ke kepalanya, dipaksa menggenakan plakat di leher dengan dihujani umpatan dan celaan, berlutut di bidang penuh batu di bawah guyuran hujan. Kemudian Ayahnya dipenjara karena dianggap membahayakan partai. Karena perlakuan yang diterimanya, kesehatan fisik dan mental Ayah Chang terganggu.
Chang juga menggambarkan bagimana di bawah Mao semua informasi dikontrol dan dibuat – dibuat. Kritis kepada pemerintah berarti membahayakan dirinya sendiri dan juga keluarga.
De-hong, sang Ibu merupakan tokoh penting dalam kehidupan Chang. Karena dia juga, Chang bisa menuliskan memoir panjang dan detil ini. Waktu berkunjung ke Inggris, tempat dimana Chang tinggal setelah ia menempuh pendidikan, Ibu-nya bercerita setiap hari tentang keluarga dan pasti tentang dirinya waktu masih anak – anak. Mereka menghabiskan waktu berkeliling di beberapa negara di Eropa, selama perjalanan itu pula Ibu-nya akan terus bercerita. Pada saat mereka tidak bersama, Ibunya akan merekam ceritanya di tape recorder. Hasilnya ada 60 jam rekaman setelah sang Ibu meninggalkan Inggris. Ibunya menyadarkan, keinginan Chang terbesar adalah menjadi penulis.
Tentang Chang
Cerita tentang penulis ada di dalam setiap chapter buku ini, berkelindan bersama cerita tentang keluarga besarnya. Chang lahir pada tanggal 25 Maret 1952 (hal. 209). Nama aslinya Er-hong yang berarti Swan kedua. Pada waktu ia berusia 12 tahun, karena ia mulai bersimpati dengan Komunis, ia meminta Ayahnya memberi nama yang berbau 'militer', Ayahnya kemudian memberinya tambahan nama 'Jung’ yang berarti berhubungan dengan perjuangan.
Seperti halnya dengan teman – teman sebayanya, pada usia 13 tahun, Chang mengabdikan dirinya pada gerakan revolusi, yaitu menjadi bagian dari Read Guard/Pengawal Merah. Pengawal Merah ini pendukung penuh pada revolusi dan ajaran – ajaran Mao. Pada saat ia tahu Pengawal Merah menggunakan cara – cara kekerasan, ia kemudian meninggalkannya.
Karena kebijakan politik, ia tidak bisa mengenyam pendidikan sekolah terutama perguruan tinggi. Ia juga sempat menghabiskan waktu beberapa tahun sebagai petani, barefoot doctor (dokter kaki telanjang untuk para petani), buruh baja dan tukang listrik. Semua pekerjaan itu dilakukan tanpa ada training formal. Pada masa Mao semua dipaksa untuk bekerja dan menunjukkan kemampuan terbaik. Yang kuat yang akan bertahan.
Ada dua sisi di dalam diri Chang, menghormati, mengagumi Mao dan juga mengutuk segala kemalangan yang terjadi terutama pada orang tuanya. Chang pertama kali membaca artikel yang ditulis oleh Mao pada tahun 1964 pada saat dua slogan yang terkenal dari Mao yang menjadi ideologi yang berpengaruh di China: “Serve the People” and “Never Forget Class Struggle” (hal. 314). Ini menjadi bagian dari semangat hidup Chang. Namun dia menuliskan, karena rasa kecewa yang mendalam, meskipun banyak yang terlihat berduka dan meratap atas kematian Mao namun itu bukan kesedihan dari hati. Mereka mungkin hanya berpura – pura dan bingung dengan perasaan sebenarnya (hal. 633).
Setelah Mao mangkat, China mulai proses pemulihan terutama membuka diri dengan dunia luar termasuk Chang mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan di Universitas Sichuan pada tahun 1973. Chang menyebut dirinya sebagai korban dan juga mendapatkan keistimewaaan dan keberuntungan. Ia mendapatkan julukan, “Mahasiswa pekerja, petani dan tantara”. Nama Ayahnya mulai dipulihkan dan berhak memperoleh penguburan yang difasilitasi oleh negara. Ia juga mendapat kesempatan untuk meninggalkan China untuk belajar di Inggris dengan beasiswa dari pemerintah China pada tahun 1978. Ia menjadi orang pertama di China yang mendapatkan gelar doctor dari Universitas York dalam bidang Linguistik pada tahun 1982. Profil cukup lengkap dapat dibaca di sini.
Intinya buku ini layak dibaca. Tidak hanya membuat kita mengerti tentang sejarah namun juga keindahan merangkai kata yang penuh makna dan bertenaga. Mampu membuat kita terbawa ke dalamnya. Tak bisa dipungkiri karena buku ini memang buku yang kaya dan luar biasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H