Mohon tunggu...
Lisa Noor Humaidah
Lisa Noor Humaidah Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat buku dan tulisan

Tertarik pada ilmu sosial, sejarah, sastra dan cerita kehidupan. Bisa juga dijumpai di https://lisanoorhumaidah.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tentang Tabu Seksualitas

23 Desember 2020   11:44 Diperbarui: 23 Desember 2020   19:32 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Taboo karya David Stenmarck. Sumber: creativemornings.com

Tidak hendak menuliskan resensi film. Ingin memulai membuka saja, gambaran tersebut menunjukkan betapa berbedanya dengan kita jika sampai pada urusan seks dan seksualitas terutama untuk remaja. Seks dan seksualitas adalah topik tabu, sensitive dan bahkan dianggap memalukan. 

Ada sebuah artikel menarik yang ditulis tahun 2004 dengan judul Youth, Sexuality and Sex Education Messages in Indonesia: Issues of Desire and Control ditulis oleh dua ilmuwan sosial Brigitte M. Holzner dari Belanda dan Dede Oetomo dari Indonesia. 

Artikel ini ditulis berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan melakukan diskusi terfokus kelompok remaja perempuan dan laki-laki di Kota Surabaya, Jawa Timur. Mereka juga melakukan kajian dan analisa materi kampanye termasuk majalah remaja popular yang terbit kurun waktu tahun 2000 sampai 2003 termasuk kebijakan-kebijakan pemerintah. 

Rangkuman isi artikel 

Indonesia turut berkomitmen pada program aksi dari International Conference on Population and Development yang diselenggarakan oleh UN/Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tahun 1994 di Kairo, Mesir. Beberapa komitmen diantaranya melakukan pendidikan seks bagi remaja. Bagaimana remaja diberikan informasi tentang seksualitas. Karena ini tahap yang paling esensial mengantarkan mereka dewasa.

Dua ilmuwan tersebut mengamati pendidikan seksualitas terutama melalui kampanye dilakukan. Namun pesan kampanye tentang seks dan seksualitas yang disampaikan pemerintah kepada kelompok remaja berasosiasi pada sesuatu yang kotor, berbahaya dan harus dihindari jauh-jauh. 

Remaja boleh leluasa bergaul, berpacaran, bersenang-senang namun tidak untuk seks. Karena seks merusak, dapat menyebabkan penyakit kelamin, kehamilan yang tidak diinginkan, dan gangguan psikhologis. Hubungan seksual hanya untuk prokreasi, reproduksi.

Tentu saja tidak salah. Namun kita tahu seksualitas juga melingkupi unsur kesenangan, kebahagiaan dan juga kesehatan bukan?   

Salah satu contoh materi kampanye diterbitkan oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). PKBI adalah organisasi sosial masyarakat berdiri tahun 1957 yang memberi perhatian pada persoalan kependudukan dan angka kematian ibu di Indonesia. PKBI bekerja sama erat dengan Lembaga pemerintah BKKBN dan juga organisasi Internasional lainnya seperti Lembaga UN/Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

PKBI berkampanye "Bergaul boleh, - sex no way". PKBI memberikan titik tekan kampanye untuk abstinence (menahan dorongan seksual)/'no sex' bagi remaja karena kelompok remaja tidak mendapatkan akses untuk kontrasepsi dan juga undang-undang yang melarang menggugurkan kandungan. 

Kampanye dan pendekatan pendidikan lebih cenderung 'melarang' daripada menjelaskan, terbuka mendengar dan memberikan informasi yang dipahami. Dan hubungan seksual hanya disetujui oleh masyarakat kita dalam hubungan perkawinan walaupun mereka masih dalam kategori anak-anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun