Tulisan di bawah ini pertama kali saya tulis untuk Notes di Facebook, tahun 2009. Betul, sudah 10 tahun yang lalu! Setelah membacanya kembali, banyak hal yang masih relevan dengan urusan 'pergulatan mencari Tuhan'. Sebuah jalan menemukan ketenangan, sublimasi dari keinginan-keinginan yang terepresi, dan seterusnya.Â
Dalam kurun waktu ini pula telah terjadi pergeseran soal percaya kepada Tuhan melalui eksistensi agama. Jumlah ateisme meningkat bahkan di negara-negara Timur Tengah.Â
Berdasarkan hasil jajak pendapat Universitas Al-Azhar Kairo (2014), sebanyak 10,7 juta orang, dari jumlah penduduk 87 juta, mengaku atheis. Di Arab Saudi berdasarkan hasil riset WIN-Gallup Internasional, sekitar 19 persen dari masyarakat mengaku tidak terlibat dalam praktek keagamaan dan lima persen lainnya ateis. Fenomena yang kurang lebih sama juga terjadi di Turki. Lebih lengkap liputan dan hasil penelitian, lihat di sini.
Tulisan ini tentang ulasan buku berjudul "Loving You: Pergulatan Mencintai Tuhan" karya Sumardiono. Â Sampul buku seperti yang ada di sampul tulisan ini, dicetak pertama kali tahun 2003 kemudian dicetak ulang tahun 2005.Â
Sumardiono atau biasa dipanggil Mas Aar adalah salah seorang anggota jamaah Lia Aminuddin. Isi buku tentang pergulatan spiritual mencari Tuhan, penuh kejujuran, sangat menyentuh. Ditulis dengan cara bertutur, terkadang terasa datar tapi penuh penjiwaan, pilihan katanya sederhana tapi dalam dan sangat mengena. Â
Membaca buku tersebut membuat saya salut atas pilihan keyakinan dan kejujurannya. Walaupun tetap saja akan merasakan hal yang sama ketika berbincang dengan penulisnya, tapi mungkin dengan tingkat yang berbeda. Salut atas keyakinan yang membuatnya percaya dan membuat pilihan, terlepas kita setuju dan tidak atasnya.Â
Intinya ia mencintai Tuhan dengan segenap jiwanya karena atau (hingga) Ia hadir secara personal. Rasa cinta mengantarnya pada pilihan mengabdi pada kebenaran yang diyakini akan membawa kemaslahatan pada umat manusia dalam ruang-ruang pengorbanan yang ia persembahkan dan upayakan.
Tulisan ini sedang tidak ingin bicara tentang hal yang kontroversial apalagi soal benar dan tidak sebuah ajaran. Saya tergelitik ketika salah seorang teman A berkeluh kesah tentang hal yang paling eksistensial: "Apa pantas aku beribadah? Aku terlalu sering marah sama Tuhan karena banyak doa yang kupanjatkan tak pernah diwujudkan, bahkan sebaliknya banyak kemalangan yang aku dapatkan. Dan aku juga bukan hamba yang jarang bersyukur." Â
Pernyataan itu membuat saya termenung, sungguh bertolak belakang dengan pengalaman dalam buku "Loving You". Saya memaklumi protes teman A saya ini. Banyak bagian dalam hidupnya tidak menyenangkan untuk diceritakan, dari sejak kecil sampai ia dewasa. Tentu saja setiap manusia menghadapi kesulitan dan masalah dalam hidupnya, berbeda dan beraneka kisah. Tapi sungguh tidak bermaksud berlebihan, jika saya tuliskan kisah pedihnya, mungkin akan perlu banyak lembar.
Sah-sah saja bukan tidak percaya Tuhan, seperti fenomena yang saat ini berkembang, seperti di awal tulisan. Teman A hanya mencoba lebih realistis mengalihkan konsentrasi dari hanya sekedar 'meminta' pada sebuah dzat yang tidak diyakini memberi dampak dalam hidupnya. Apalagi kemudian ia mengatakan, "Aku takut jika beribadah dan berdoa maka banyak harapan yang akan tercipta, dan aku tidak siap kecewa ketika mendapati kenyataan yang berbeda." Lanjutnya kembali: "Mengapa aku juga susah mengenal-Nya dalam ritual ibadahku? Ia hanya ingin fokus pada upaya dan kerja kerasnya.
Masalahnya kemudian menjadi soal cara dan alat untuk percaya. Menurut saya ini lebih menarik dan hal yang paling esensial. Kepercayaan menjadi bukan hanya soal ritual agama karena ia hanyalah alatnya. Agama, untuk mereka yang memeluk dan meyakininya adalah jalan manusia lebih memahami bagaimana realitas dunia harus ditafsirkan. Dan pada waktu yang sama, agama juga menata bagaimana sistem tindakan manusia secara ideal harus distrukturkan. Agama juga menghantarkan manusia mempercayai sesuatu hal metafisis yang mampu menyublimasi keinginan yang terepresi dalam bentuk kepasrahan dan penyerahan. Dan semua itu bermuara pada bagaimana manusia, sebagai wakil Tuhan di bumi, aktif dan berperan.