Wamenkes memprihatinkan, kecacatan tubuh yang dialami pasien kusta menunjukkan adanya keterlambatan penanganan dengan persentase 15,4 persen. Padahal deteksi dini menjadi hal penting agar pasien segera mendapat pengobatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Di sinilah pentingnya upaya pengendalian kusta dengan salah satunya menemukan penderita kusta untuk diobati sejak dini sebelum terjadinya kecacatan.
Satu dari enam provinsi yang disebutkan memiliki pasien kusta dengan prevalensi masih di atas 1 per 10.000 penduduk adalah Sulawesi Utara (Sulut).
Nah, terkait upaya deteksi dini kusta di provinsi berpenduduk lebih dari 2,6 juta jiwa (2021) ini, puluhan dokter spesialis dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan Universitas Sam Ratulangi belum lama ini menggelar pemeriksaan gratis agar masyarakat tidak ragu berobat.
Adapun pemeriksaan kesehatan ini merupakan bagian dari program kerja tim Identifikasi Tanda-tanda Mata, Ekstremitas, dan Kulit pada Kusta (Katamataku)
Program kerja ini digagas para dokter spesialis terkait di FKUI. Yunia Irawati, dokter spesialis mata yang mengetuai tim Katamataku menyebutkan, Sulut--khususnya Minahasa Utara--menjadi daerah yang penting untuk dijangkau.
Sepanjang 2021, tingkat penemuan kasus baru kusta di Sulut mencapai 14,04 per 100.000 penduduk. Adapun di Minahasa Utara, prevalensi kasus baru mencapai 32,72 per 100.000 penduduk.
"Setelah kami lihat data Kementerian Kesehatan, ternyata prevalensi di Likupang termasuk tinggi. Ada puluhan kasus baru yang terdeteksi tahun lalu. Ini memprihatinkan, apalagi daerah ini sudah dijadikan destinasi pariwisata super prioritas oleh pemerintah," tutur Irawati.
Sebaliknya, Kepala Puskesmas Likupang Stefanus Lembong menyatakan, jumlah pasien kusta di Kecamatan Likupang Timur yang saat ini aktif menjalani pengobatan hanya sembilan orang.
"Jumlahnya sudah menurun jauh. Banyak yang sudah selesai pengobatan dan sembuh serta ada juga yang sudah meninggal," katanya.