Mohon tunggu...
Lisdiana Sari
Lisdiana Sari Mohon Tunggu... Administrasi - Kompasianer

Terus Belajar.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Kisah Emak-emak Penakluk Gunung Prau

3 Agustus 2018   20:12 Diperbarui: 4 Agustus 2018   17:44 2189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aneka gaya berfoto suka-suka di lokasi perkemahan Gunung Prau. (Foto: Dokpri.)

Kelap kelip sih rasanya mata memandang, meski enggak kelihatan berkedip. Untungnya langit cerah. Bintang-bintang yang posisinya tak beraturan bak menyatu menjadi milky way. Indahnya tak bisa dilukiskan dengan kata-kata di tulisan ini. Pokoknya kami merasa kecil di tengah hamparan benda-benda langit ciptaanNya. Tuhan Maha Besar.

Menikmati pemandangan yang luar biasa ini, porter kami sibuk menyiapkan tripod, kamera disiapkan. Inilah moment menyenangkan, yaitu apalagi kalau bukan photo shooting. Hasil kreatif pemotretannya memang ciamik luar biasa. Fotonya keren, malah super kerendweh. Berfoto dengan biru kegelapan langit dan taburan bintang. Milky way yang kami idam-idamkan sejak masih di Jakarta, sudah sukses kami nikmati.

Menikmati pesona sunrise dari lokasi perkemahan Gunung Prau. (Foto: Dokpri)
Menikmati pesona sunrise dari lokasi perkemahan Gunung Prau. (Foto: Dokpri)
Memandangi matahari terbit dari lokasi perkemahan Gunung Prau. (Foto: Dokpri)
Memandangi matahari terbit dari lokasi perkemahan Gunung Prau. (Foto: Dokpri)
Oh ya, karena guide (dan porter) sudah lihai dengan medan lapangan, kami pun diminta untuk melakukan sessi pemotretan yang cukup 'menyiksa'. Begini maksudnya. Untuk satu jepretan foto, kami diharuskan berdiam mematung selama sekitar 30 detik. Wakakakakkk ... padahal 'gimana mau diam, hawa dingin selalu saja membuat kami ingin terus bergerak dan bergerak.

Ya tujuannya supaya enggak kedinginan, meskipun amit-amit jabang baby, jangan sampai juga deh kena hipotermia alias mekanisme tubuh yang kesulitan menyesuaikan dengan pengaturan temperatur suhu. Ini di puncak gunung lho, wajar sih kepikiran begitu, meskipun kami berdoa dalam hati supaya semua selamat dan jauh-jauh dari baying-bayang hipotermia ini. Duh Gusti Allah, lindungi kami selalu.

Pemotretan dengan latarbelakang milky way super cantik dilakukan sekitar 30 menit. Kami berempat sudah merasa seperti artis, meski enggak berani menyebut layaknya foto model. Mungkin tepatnya artis era Chicha Koeswoyo dan Dina Mariana kecil tempo doeloe, hahahaaaa ...

Usai pemotretan, kami lanjut dengan perjalanan yang menurun. Turun menuju ke tempat perkemahan. Waktunya sekitar 40 menit. Meski tidak sampai sejam, tapi rasanya waktu bergerak lambat. Kaki-kaki gank kura-kura sudah kembali mulai minta istirahat. Hayatilelahhh ...

Emak Indah bersama suami dan putrinya yang baru berusia 10 tahun. (Foto: Dokpri.)
Emak Indah bersama suami dan putrinya yang baru berusia 10 tahun. (Foto: Dokpri.)
Berfoto bersama menikmati suasana pagi. (Foto; Dokpri.)
Berfoto bersama menikmati suasana pagi. (Foto; Dokpri.)
Sampai di perkemahan, Tenda sudah terpasang begitu kami datang. Tendanya sudah komplit dengan sleeping bag dan matras alas tidur. Masing-masing tenda berkapaitas 3 orang.

Oh ya, tenda lain yang ditempati oleh teman-teman rombongan yang mendaki dan lebih dulu tiba di lokasi perkemahan ini juga berdampingan. Mereka pun sama, kelelahan. Sehingga tidak ada yang keluar dari tenda untuk menyambut gank kura-kura. Hanya suara sahutannya saja yang terdengar dari dalam tenda masing-masing. Maklumlah, hawa dingin tak membedakan siapa yang ingin dipeluk. Pokoknya, semua kedinginan.

Tanpa menunggu lama, kami pun langsung masuk tenda. Dingin semakin merasuk, baju kaos yang dikenakan dan kaos kaki yang mulai lembab segera kami ganti dengan yang kering. Saya sendiri pilih untuk mengenakan long john, baju hangat dan kaos kaki wool tebal. Tak lupa kami ini dibalur lagi minyak gosok agar tidak semakin kaku dan penat. Dan yang tak lupa mengonsumsi obat pereda sakit persendian yang memang sengaja saya bawa. 

Teh panas yang cepat menjadi hangat dan dingin pun saya teguk sampai puas. Bukan saja dahaga yang menyerang, tapi juga demi menghangatkan badan. Kudapan non-karbo yang menjadi bekal untuk makan malam pun mulai saya lahap. Emak yang lain pun menghabiskan nasi makan malamnya, agar perut tidak kedinginan.

Berfoto bersama menikmati suasana pagi. (Foto; Dokpri.)
Berfoto bersama menikmati suasana pagi. (Foto; Dokpri.)
Aneka gaya berfoto suka-suka di lokasi perkemahan Gunung Prau. (Foto: Dokpri.)
Aneka gaya berfoto suka-suka di lokasi perkemahan Gunung Prau. (Foto: Dokpri.)
Suasana di tempat perkemahan yang cukup ramai wisatawan kurang kami minati. Rasanya, sleeping bag yang membungkus hangat lebih menarik dibanding kongkow-kongkow di luar tenda yang dingin. Bukankah kita perlu adil kepada tubuh kita sendiri juga. Saatnya istirahat. Malam semakin larut, sebelum tidur gank kura-kura sibuk mengeluh ingin buang air kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun