Raja Ampat, we’re coming!
Setelah semua koper dan tas peralatan menyelam kami diturunkan dari kapal ferry, sekitar jam 17.00 wit kami di jemput tiga kapal boat kecil dari Doberai Eco Resort, yang masing-masing berkapasitas delapan penumpang, untuk menuju ke Pulau Urai, lokasi dimana Doberai Eco Resort berada. Perjalanan dengan kapal boat ini hanya sekitar 20 menit, dan rombongan kami langsung sampai di resort, tepat pada saat sunset mulai ‘terlukiskan’ di langit.
Di Doberai Eco Resort, rombongan kami menempati pondok masing-masing. Semuanya, ada enam pondokan kayu yang berada di atas air laut dan beratapkan rumbia, kami menempati 5 pondokan. Kelar membereskan barang bawaan di pondokan masing-masing, kami segera bersiap santap malam. Uuupppsss … ruang makannya ternyata jauh terpisah. Jaraknya sekitar 200 meter dari pondokan tempat kami menginap---melintasi jembatan kayu yang memanjang---, yaitu di ujung pantai sudut teluk Pulau Urai. Oh ya, di pondokan, kami tidak dapat mengakses sinyal smartphone. Semuanya blankspot, no signal! Nah, syukurlah, hanya di tempat makan ini saja kami dapat mengakses sinyal smartphone, itu pun dengan bantuan WiFi yang kami pakai rame-rame, hahahahaaa …
Detail tentang bagaimana kondisi Doberai Eco Resort dan alam sekitarnya, sebenarnya sudah diinformasikan oleh sang pemilik kepada masing anggota rombongan kami, pada tiga bulan sebelum perjalanan penyelaman ini.
Di pondokan tempat kami menginap, rupanya ada empat pondokan yang dilengkapi dengan kamar mandi di dalam pondokan, sedangkan dua pondokan lainnya memiliki kamar mandi yang berada di luar. Meski pondokan ini nangkring di atas air laut, tapi air yang dipergunakan untuk mandi adalah air payau, dan air buangan di salurkan ke septictank penampung sehingga kelestarian air masih terjaga.
Bagaimana dengan arus listrik? Asal tahu saja, aliran listrik dengan genset hanya akan menyala sedari jam 18.00 wit sampai dengan jam 02.00 wit atau dini hari saja. Hal ini sengaja dilakukan, untuk menjaga keseimbangan dengan alam sekitar, utamanya agar burung-burung dan satwa lainnya dapat menikmati malam peraduan atau beristirahat. Akibatnya, untuk penerangan di kamar pondokan, sampai pagi hari kami terpaksa mempergunakan lampu yang menggunakan cadangan listrik dari tenaga surya, yang efektif menerangi kamar. Jangan berharap ada pesawat televisi di pondokan. Ini memang kenikmatan alami dengan suasana hening dan natural dan music deburan ombak. Kalau mau nonton tivi, ya di Jakarta saja ya …
Seperti sudah saya sebutkan, pondokan yang dibangun di Doberai Eco Resort terbuat dari kayu dengan atap rumbia. Ini adalah rumah panggung kayu yang berada langsung di atas air laut. Nah, jadi bisa dibayangkan, betapa kami dapat langsung mendengar suara deburan ombak laut. Enggak usah takut nyamuk apalagi angin laut yang memang seperti ‘menampar-nampar’ pondokan, karena di masing-masing tempat tidur dipasangkan kain kelambu. Untuk ventilasi pondokannya, dinding-dinding pada ruangan pondokan sengaja tidak tertutup rapat, sehingga ya itu tadi, akibatnya angin laut serasa langsung menerpa seluruh ruangan pondokan, terutama ‘menerjang’ melalui plafond pondokan.