Tetap bugar selama berpuasa menjadi tagline keluarga kami tahun ini. Bukan berarti puasa di tahun-tahun sebelumnya sakit-sakitan juga sih. Hanya saja kami sedang berupaya agar tetap prima saat berpuasa. Minimal tidak lemas di siang hari sekaligus tidak mengantuk usai santap sahur maupun berbuka. Saya membuktikan sendiri saat asupan nutrisi terjaga, puasa bukan menjadi halangan untuk beraktivitas.
Asupan Nutrisi Seimbang Kunci Tetap Bugar Selama Berpuasa
Sejak hari pertama puasa saya dan keluarga mencoba menyantap asupan nutrisi seimbang dengan menerapkan konsep mindfull eating. Ternyata menikmati porsi makan secukupnya dengan kandungan gizi seimbang sangat berpengaruh dalam mengontrol kebugaran sekaligus kecukupan asupan nutrisi harian. Tidak terkecuali saat sedang berpuasa di kala pandemi seperti saat ini.
Apalagi dua hari menjelang bulan Ramadan tahun ini bapak sempat masuk rumah sakit karena alergi yang menyebabkan tekanan darahnya kembali naik. Ditambah lagi kedua orang tua saya memang memiliki penyakit penyerta sehingga pemilihan menu sahur dan berbuka yang seimbang harus dilakukan dengan seksama. Pada akhirnya pilihan makan kami jatuh pada menu simpel yang minim proses agar kandungan gizinya tetap terjaga.
Untuk porsi karbohidrat, protein dan lemak kami konsumsi secukupnya saja. Guna memenuhi kebutuhan serat sehari-hari kami selalu menyiapkan porsi sayur dan buah. Tujuannya sederhana saja. Agar dapat meminimalisir terjadi lonjakan gula darah usai sahur maupun berbuka. Karena kadar gula darah yang melonjak tinggi umumnya bikin cepat lapar lagi. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab kondisi lemas saat berpuasa. Â Â
Membatasi konsumsi kalori harian sesuai dengan standar kesehatan beneran bikin badan jadi enteng dan tidak ngantukan lho! Utamanya konsumsi karbohidrat yang dikenal sebagai sumber kalori terbesar dalam porsi makan masyakarat kita. Karbohidrat memang dibutuhkan, tapi kalau dikonsumsi secara berlebihan dapat membawa dampak buruk bagi kesehatan.
Apalagi makanan pokok sebagian masyarakat kita masih nasi putih yang indeks glikemiknya terbilang tinggi. Karena itulah kami mulai memperbaiki pola konsumsi karbohidrat dengan makan sesuai kebutuhan, bukan keinginan. Di sisi lain kami juga mulai mengurangi konsumsi pemanis buatan. Kalau sedang ingin makan manis, sebisa mungkin kami menggantinya dengan mengonsumsi buah sesuai musim. Supaya asupan nutrisi dan kondisi dompet sama-sama terjaga.
Dengan mengonsumsi kurma misalnya. Sebagai buah khas Ramadan, keberadaan kurma terbilang melimpah saat bulan puasa. Sejak dahulu kurma dikenal sebagai kudapan kaya manfaat. Kandungan Vitamin B1, B2, B3 dan B6 pada kurma turut melengkapi kebutuhan vitamin B yang sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai tambahan energi.
Selain itu kurma juga tinggi akan senyawa fenolik dan karotenoid yang memiliki efek antioksidan dan antimikroba sehingga dapat membantu kinerja sistem kekebalan tubuh kita. Dengan segambreng manfaat tersebut, kurma menjadi salah satu kudapan yang selalu tersedia di meja makan. Soal jenisnya, lagi-lagi balik ke ranah anggaran belanja bulanan. Toh tinggal disesuaikan saja.
Beberapa tahun terakhir saya juga mulai mengurangi konsumsi pemanis buatan. Pelan-pelan saya mengganti asupan gula tambahan dengan madu alami. Selain soal rasa yang lebih enak, madu menawarkan beragam manfaat seperti menurunkan tekanan darah, menurunkan trigliserida hingga membantu meningkatkan  sistem kekebalan tubuh kita. Sayangnya tiga bulan terakhir stok madu favorit saya masih kosong. Jadilah saya hunting madu ke apotek langganan yang lokasinya tak jauh dari rumah.
FYI aja nih ya, jinten hitam alias habbatussauda itu memiliki sifat antibakteri dan antivirus yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur sehingga dianggap mampu melawan infeksi. Jinten hitam juga mengandung thymoquinone, yakni senyawa aktif yang mempunyai efek antikanker.
Dengan paduan berbagai bahan alami tersebut tidak mengherankan jika KOJIMA menjadi pilihan immune stimulant yang banyak dikonsumsi saat berpuasa di masa pandemi. Konon mengonsumsi satu sendok (satu sachet) KOJIMA saat sahur dapat membantu menjaga daya tahan tubuh. Sedangkan konsumsi sesendok KOJIMA saat dikonsumsi berbuka ditengarai dapat menggantikan nutrisi selama berpuasa.
Lebih Dekat Dengan KOJIMA
Habis baca komposisi, saya jadi penasaran buat nyobain KOJIMA. Pas sadar sudah logo halal MUI, juga ada ijin edar dengan nomor POM TR 182619601, saya langsung membayar satu dus KOJIMA isi 10 sachet di kasir. Saking penasarannya, sesampainya di rumah saya langsung membuka madu berlapis kebaikan ini.
Usut punya usut ternyata KOJIMA juga mengandung ekstrak Asam Jawa. Pantes rasanya enak dan tidak bikin eneg. Selain menjadi cara praktis mengonsumsi korma, jinten hitam dan madu, cita rasa KOJIMA yang berbeda dari madu kebanyakan dapat menjadi alternatif yang menarik bagi penikmat madu yang kurang menyukai dominasi rasa manis.
Selain dapat dikonsumsi secara langsung, ternyata produk KOJIMA juga dapat menjadi pelengkap nutrisi pada menu harian teman-teman semua. Bisa dicampur minuman favorit, bisa dijadikan topping pancake atau bisa dijadikan pelengkap rasa saat memasak. Kalau belum dapat inspirasi, cari saja hastag #MenuSehatKojima di Instagram. Niscaya ada banyak resep yang menarik untuk segera diulik.
Tidak disangka-sangka, rasanya jauh lebih enak dari dressing madu dengan lemon atau jeruk nipis. Mana lebih praktis dan ekonomis juga. Apalagi kalau ngepasi dapat buah yang rasanya hambar. Manis segarnya KOJIMA bisa jadi penyeimbang rasa.
Selain kaya serat, konsumsi buah dapat menjadi penyegar mulut sekaligus bermanfaat untuk mengurangi rasa begah usai santap sahur maupun berbuka. Dengan tambahan KOJIMA, kebaikan salad buah jadi berlipat.
Kalau tidak dijadikan dressing salad buah, sesendok atau sesachet Madu Kojima biasanya saya jadikan gong saat sahur ataupun berbuka. Selain menawarkan rasa manis dan segar yang pas, Madu Kojima tidak meninggalkan after taste yang kurang enak. Tinggal minum seteguk, dua teguk, beres.
Saking nggak mau ruginya, saya pastikan tidak ada setetes Kojima yang menempel di sendok ataupun di kemasan saschetnya. Kalau di sendok ya tinggal dijilat sampai bersih, kalau nemu Kojimanya yang kemasan sachet saya gojag'i dengan air minum sampai bersih.
Selama mengonsumsi KOJIMA, saya merasa daya tahan tubuh semakin membaik. Selain badan terasa lebih segar saat berpuasa, sekarang orang rumah jadi tidak sering masuk angin. Oiya, konsumsi KOJIMA juga nggak bikin batuk. Meski terkesan sepele, hal ini penting banget bagi saya yang dikaruniai tenggorokan super sensitif dengan pemanis buatan. Kalau manisnya tidak alami, pasti bikin batuk.
Sudah enak, praktis, nutrisinya lengkap, eh harganya terjangkau pula! Kemarin di apotek langganan saya, satu sachet Kojima hanya dibanderol dengan harga Rp 2.800 saja lho! Yakin, nggak mau nyobain?
Salam hangat dari Jogja,
-Retno-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H