Saya percaya istilah bahwa di tanah rantau itu rekan kerja kerap kali bisa menjelma menjadi saudara. Tim saya contohnya. Pesan apapun juga, nyantapnya tetap di ruang kerja. Biar bisa dinikmati rame-rame.
Kadang ada pula yang sengaja memesan makanan via Go-Food meski si dia nggak lapar-lapar amat lho! Pesennya juga tidak setengah porsi, tapi porsi biasa.
Setelah diamati berkali-kali didapati fakta yang cukup membuat saya merasa bahagia berada di tengah-tengah mereka.
"Pesannya tetap utuh biar bisa membagi setengah porsi kudapan untuk disantap yang lainnya".
Jadi benar-benar merasa punya keluarga baru di sana. Barengnya lima bulan saja, bersaudara selama-lamanya! Begitu kira-kira.
***
Saya yakin, aplikasi pesan makanan via Go-Food tidak hanya menjadi andalan saat lapar mendadak tapi males gerak, namun jauh dari itu, diakui atau tidak, selain membawa dampak positif bagi wirausahawan yang merintis di bidang kuliner (utamanya bagi pedagang baru yang belum punya modal untuk menyewa lahan berukuran besar), Go-Food menjadi saksi bisu berjuta kebaikan dari orang-orang yang tak mau disebutkan namanya. Kisah kawan saya tadi misalnya.
Kisah Go Food dan Nasi Goreng Terenak di Dunia
Sebagai anak rantau, tentu saya, juga beberapa kawan cukup kepo untuk mencicipi aneka rupa kudapan khas Tanah Banua (sebutan lain untuk Banjarmasin) mulai dari wadainya (kue), pentolnya, rujaknya hingga berbagai kuliner khas Banjar yang disajikan bersama olahan berbahan dasar beras gambut seperti soto banjar, lontong orari, kupat kandangan, nasi kuning dan tentu saja olahan nasi goreng yang tidak ada duanya itu.
Nasi goreng Banjar memang beda. Saking spesialnya, hal ini bisa terdeteksi sejak pertemuan alias suapan pertama. Ini seriusan lho ya! Dan sayangnya bukan dalam rangka diendorse juga^^
Bagi saya pribadi, pun sebagian besar kawan satu tim yang pernah nyicip nasi goreng Banjar, bisa dipastikan pesannya tidak cuma sekali. Kalau lapar di lain hari, biasanya balik lagi untuk nyicip nasi goreng ini.