Mohon tunggu...
Retno Septyorini
Retno Septyorini Mohon Tunggu... Administrasi - Suka makan, sering jalan ^^

Content Creator // Spesialis Media IKKON BEKRAF 2017 // Bisa dijumpai di @retnoseptyorini dan www.retnoseptyorini.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kerokan, Tradisi Usir Angin Andalan Lintas Jaman

26 November 2017   20:48 Diperbarui: 26 November 2017   22:22 1122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komposisi dan Ijin BPOM Balsem Lang (dokumentasi pribadi)

Ada yang mengenal bulatan uang logam berwarna kecoklatan dengan tiga bahasa di kedua sisinya tersebut? Iya betul, namanya benggol. Meski tertambat angka 1945 di salah satu sisinya, namun pecahan uang dua setengah sen ini merupakan salah satu uang logam kuno yang cukup melegenda di Indonesia. Pasalnya uang kuno ini merupakan saksi bisu salah satu tradisi orang Indonesia dalam mengusir "masuk angin", yang dikenal luas dengan sebutan kerokan ataupun kerikan.

Masuk angin sendiri merupakan istilah yang familiar untuk menyebut kondisi meriang yang disebabkan karena kedinginan akibat kehujanan ataupun pengaruh udara malam, terpapar angin saat melakukan perjalanan panjang hingga perubahan cuaca yang tidak menentu. Kalau masuk angin melanda, kerokan menjadi salah satu solusi andalannya.

"Eh bentar-bentar, kerokan itu apa sih Ret?".

"Jadi kerokan itu merupakan pengobatan tradisional dalam mengusir masuk angin. Pengobatan yang dilakukan secara turun-temurun di sekitar Pulau Jawa ini dilakukan dengan cara menekan sekaligus menggeserkan benda tumpul secara berulang di atas permukaan kulit. Kalau sedang masuk angin, beberapa gesekan benggol saja sudah menghasilkan bilur merah pada kulit. Kalau sudah begini, habis kerokan badan beneran jadi enakan".

Ngomong-ngomong tentang kerokan, saya jadi ingat kisah seorang kawan, sebut saja dia Indah (bukan nama sebenarnya). Jadi beberapa tahun lalu Indah dapat tugas untuk melakukan survei di salah satu kawasan di bagian timur Indonesia. Suatu sore, ada teman Indah yang tiba-tiba datang bawa sendok makan lalu duduk diantara kerumuman kawan yang tengah bersantai di ruang tamu.

"Ndah, tolong kerokin dong", pintanya dengan raut muka sedikit memelas.

"Kirain aku mau diajak makan Ret, eh ternyata dia minta kerokan", kelakarnya di suatu siang.

Mendengar cerita ini sontak saya pun ikut terbahak.

"Mosok pakai sendok sih?", tanya saya dengan ekspresi kurang percaya mendengar cerita Indah barusan.

"Iya, sendok logam yang agak tebel itu lho Ret!", jawabnya penuh antusias.

"Nggak percaya? Nih aku liatin fotonya", celetuk Indah sesaat kemudian.

Sontak tawa kami pun pecah sekali lagi. Dia tertawa tentu karena mengingat moment lucu sore itu, sedangkan saya masih geli membayangkan alih fungsi sendok makan yang tetiba jadi alat bantu kerokan. 

---

Meski sudah menjadi tradisi dalam mengusir meriang dan mungkin banyak pula yang menggunakan sendok makan sebagai alat bantu kerokan, namun hingga saat ini kerokan masih menjadi kontroversi. Salah satu hal yang banyak dibicarakan adalah dampak kerokan bagi kesehatan, utamanya dampak terjadinya bilur merah yang timbul di permukaan kulit. Sebagai penikmat kerokan, saya sendiri kerap mendapat berbagai pertanyaan dari teman yang penasaran akan tradisi kerokan.

"Kalau dikerok-kerok gitu apa nggak sakit Ret?".

"Dear kengkawan semua, kerokan itu dilakuinnya nggak sembarangan. Kalau saya sendiri mengharuskan cuci tangan pada orang yang mau ngerokin. Begitu pula dengan benggol yang akan digunakan untuk kerikan. Sebelum digunakan benggol harus dicuci bersih menggunakan sabun".

"Selain itu ada semacam teknik khusus yang perlu diketahui agar terhindar dari sakit usai kerokan. Bener sih akan ada sembilur merah di permukaan kulit usai dikerokin. Tapi jika dilakukan dengan teknik yang benar, kerokan tidak menimbulkan rasa sakit, bahkan lecet pun tidak. Sebaliknya, usai kerokan, badan yang tadinya terasa berat, pun perut yang tadinya kembung karena masuk angin akan berangsur enak dan pulih seperti sedia kala".

"Jadi, rahasianya kerokan apa aja nih?"

"Hal pertama yang penting dilakukan adalah memilih benda tumpul yang akan digunakan untuk kerokan. Kalau orang jaman dulu biasanya menggunakan benggol, si uang logam dua setengah sen yang saya ceritakan di awal perjumpaan tadi. Kalau nggak punya, banyak juga yang menggantinya dengan uang logam kekinian atau benda lain yang permukaannya tumpul, seperti batu giok ataupun sendok tebal logam seperti pengalaman kawan Indah tadi".

"Selanjutnya tinggal pilih pelumas yang baik untuk kerokan. Selain sebagai pelicin sekaligus sebagai media perantara agar kulit tidak lecet saat dikerokin, pelumas tersebut juga berfungsi sebagai penghangat tubuh. Menurut cerita ibu, pelumas kerokan jaman dulu itu pakainya minyak tanah. Jadi habis dikerokin baunya agak gimana gitu.

Balsem Lang Andalan Keluarga (dokumentasi pribadi)
Balsem Lang Andalan Keluarga (dokumentasi pribadi)
"Sebagai kids jaman now saya tidak pernah merasakan kerokan menggunakan minyak tanah. Seingat saya, sewaktu kerokan di masa kecil dulu ibu mengoleskan parutan bawang merah ataupun balsem ke bagian tubuh yang akan dikeroki seperti punggung dan dada. Meski demikian perlu diketahui bahwa ada beberapa bagian tubuh tertentu yang sebaiknya tidak dikeroki seperti bagian leher depan ataupun belakang. Pasalnya leher ibarat jembatan syaraf antara tubuh dengan kepala. Begitu terang orang-orang jaman dulu".

Kemasan Anti Tumpah Pada Balsem Lang (dokumentasi pribadi)
Kemasan Anti Tumpah Pada Balsem Lang (dokumentasi pribadi)
"Nah, kalau ngomongin soal balsem, ibu punya balsem andalan yang recommended banget. Balsem Lang namanya. Balsem yang diproduksi PT. Eagle Indo Pharma ini terbukti ampuh mengusir masuk angin. Tinggal buka dan oles saja, kerokan bisa segera dimulai. Selain untuk kerokan, balsem ini juga cocok digunakan sebagai penghangat tubuh di musim hujan seperti sekarang ini. Dengan kemasan anti tumpah, balsem ini aman disimpan dimana saja, bahkan di pouch kosmetik sekalipun.

"Tentu ada banyak alasan mengapa balsem ini mampu bertahan menjadi andalan keluarga Indonesia hingga berpuluh tahun lamanya. Dengan harga yang sangat bersahabat, hanya Rp 4.400, saja, Balsem Lang seberat 10 gram bisa langsung dibawa pulang. Selain dapat mengusir masuk angin, kombinasi peppermint oil dan camphor dalam Balsem Lang juga dapat membantu meredakan pusing, pegal-pegal, keseleo, mabuk perjalanan hingga meredakan gatal-gatal akibat gigitan serangga. Aroma terapi dari Mentha arvensis alaminya juga terbukti melegakan pernapasan.

Komposisi dan Ijin BPOM Balsem Lang (dokumentasi pribadi)
Komposisi dan Ijin BPOM Balsem Lang (dokumentasi pribadi)
"Balsem yang diproduksi oleh PT Eagle Indo Pharma ini juga dilengkapi dengan Ijin BPOM dengan nomor POM QD. 132 711 991 lho! Jadi aman digunakan untuk mengatasi berbagai keluhan kesehatan seperti yang disebut di atas. Sudah murah, berkualitas, aman, praktis, eh banyak manfaatnya pula. Jadi jangan heran jika Anda menemukan banyak kawan yang membawa serta Balsem Lang saat travelling ataupun dinas ke luar kota".

"Oh gitu ya. Ada lagi rahasia kerokan yang mau dishare, Ret?".

"Oiya, satu lagi, kerokan itu punya teknik tersendiri, utamanya yang berkaitan dengan teknik menggesek benggol. Jadi setelah kulit diolesi dengan Balsem Lang, miringkan koin sebelum ditekan dan digosok ke permukaan kulit tubuh yang akan dikerok. Perhatikan pula kuku si pengerok ya. Usahakan jangan sampai mengenai kulit orang yang akan dikeroki. Dengan cara demikian, niscaya orang yang dikeroki akan terhindar dari lecet-lecet. Jika orang yang dikeroki memang sedang masuk angin, beberapa kali gesekan benggol saja akan menimbulkan bilur merah pada kulit.

"Bercerita tentang kerokan mau tak mau membuat saya membuka kembali kenangan akan moment kerokan semasa kecil yang cukup susah untuk dilupakan. Jadi semasa TK sampai SD kelas kecil, kalau saya masuk angin, ibu selalu mithing (mengunci tangan saya) agar saya lebih mudah untuk dikeroki. Lucunya, yang meriang, dikerokin dan sembuh saya, tapi yang capek dan kena peraturan wajib bayar itu ibu, hehe".

"Pokoknya kalau ibu mau ngeroki genduk (panggilan ibu ke saya), nanti ibu wajib bayar genduk!",  begitu kira-kira peraturannya.

"Geli sih kalau mengingat-ingat kembali momentlucu yang satu ini. Tapi demi anak, ibu saya sih mau-mau aja, hehe. Gokilnya lagi, yang pernah ngerokin saya itu nggak cuma ibu. Kadang kalau sedang masuk angin tapi sayanya lagi nggak mau dikeroki, dibawalah saya ke tukang kerok ternama di seberang desa sana. Nah, kalau yang ngeroki bukan ibu, bayaran ke sayanya lebih mahal".

"Mmm, kenapa gitu Ret bayarannya kok jadi lebih mahal?".

"Soalnya simbah-simbah yang ngeroki itu nggak pernah nurut kalau aku minta udahan aja ngerokinnya. Ditambah lagi simbah itu ngerokinnya rata banget dari ujung ke ujung. Meski masuk anginnya sembuh, tapi kan aku pakai drama nangis-nangis segala. Jadi wajar kan kalau bayaran ke akunya lebih mahal?".

"Auk ah Ret, sebel ih dengerin ceritanya". #teamibu

"Hehe", nyengir kuda.

"Terus sekarang masih sering kerokan juga?".

"Iya. Soalnya udah cocok ama tradisi pengusir angin yang satu ini. Sayangnya, sekarang habis dikeroki ibu gamau bayar aku", haha.

"Yeee! Udah bagus masih dikerokin! Mmm,Ret, omong -omong, kok kerokan bisa ngusir masuk angin sih?".

Aromaterapi Balsem Lang Dapat Melegakan Pernapasan (dokumentasi pribadi)
Aromaterapi Balsem Lang Dapat Melegakan Pernapasan (dokumentasi pribadi)
"Sensasi kerokan itu mirip dengan dipijat. Selain menimbulkan rasa hangat, kerokan dapat melancarkan aliran darah yang tersumbat. Karena itulah kerokan juga dapat mengurangi rasa pegal pada tubuh. Asyiknya lagi sensasi rasa hangat usai kerokan ternyata dapat meningkatkan produksi beta endorfin dalam tubuh".

"Menurut penelitian Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Prof. Dr. dr. Didik Gunawan Tamtomo, kenaikan beta endorfin usai kerokan tersebut disebabkan karena aktivitas glandula pituitari dan pemecahan  pro hormon POMC (proopiomelanocortin) dari sel-sel keratinosit dan  sel endotel kapiler yang terjadi usai kerokan. Kenaikan beta endorfin usai kerokan inilah yang membuat tubuh menjadi lebih rileks".

"Jadi kalau cuma meriang, masuk angin, perut kembung ataupun pegal-pegal di tubuh, saya lebih memilih untuk kerokan saja. Bisa ngeman ginjal sekaligus menghemat pengeluaran. Sudah mudah dan murah, manjur pula. Kalau bisa hemat gini kan duitnya bisa ditabung buat jalan-jalan lagi".

"Ada gitu yang mau diceritain lagi Ret?".

"Sesungguhnya artikel ini dibuat sembari kerokan di dalam kamar, hehe. Bagi seorang content writer, tumpukan deadline pekerjaan yang sudah dijanjikan tak akan dibatalkan begitu saja karena alasan langit berawan, hujan atau hal-hal lain seperti macam perut kembung, pegal-pegal ataupun masuk angin. Eh, beneran lho, habis kerokan badan jadi lebih enakan! 

Kerokan itu tidak seseram rumor yang beredar di luar sana kok. Kan kita bisa atur kapan mulai dan berhenti menggesek koin saat kerokan bukan? Asal kita bilang kalau sudah merasa cukupan, kerokan nggak akan bikin kesakitan kok."

Ketika Masuk Angin Sudah Lewat (dokumentasi pribadi)
Ketika Masuk Angin Sudah Lewat (dokumentasi pribadi)
"Tuh kan, bercerita tentang kerokan jadi "lari" kemana-mana deh! ".

 

Salam sehat dari Jogja,

-Retno-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun