"maksudnya ma? cincin apa?
tutt... tutt.. tutt...
Telfon tertutup, syal merah hitam hampir saja menjadi layang-layang diatas Footway Inn Hostel. Untung saja tanganku dengan sigap mendapatkan kembali syal merah hitam hasil rajutan 3 tahun yang lalu.
Cincin? Lagi? Umurku masih 26 tahun. Ada apa dengan mama dan papa? sekuatir itukah mereka dengan omong-omongan tetangga?
Dikampungku memang begitu. Pernikahan wanita yang tergolong wajar adalah di bawah usia 25 tahun. Pernikahan juga dilihat berdasarkan status keluarga atau strata pendidikan kedua pasangan. Tetangga-tetangga pasti menggosip lagi. Aku pernah mendengar seseorang bercerita pada mama. Tentang anak Paktuonya yang sudah S2, namun sampai diusia 36 tahun belum juga menikah. Tidak ada yang berani melamar, Bὂwὂ yang diminta sangat besar.
Sebulan yang lalu papa juga mengingatkan tentang hal itu. Mereka sangat khawatir aku tidak menikah, seperti cerita-cerita tetangga yang sering menggosip itu.
Coffe Milo di tanganku tinggal seperempat, kuteguk dan ku nikmati setiap rasa pahit manisnya. Terasa seperti pahit manis di dua tahun yang lalu. Ketika kutinggalkan Batang Anai, tempat SD sampai SMA ku, tempat bertemu seseorang yang aku anggap adalah terbaik dari Tuhan.
Aku mengingat kembali Oktober 2018, saat itu syal merah hitam, Coffe Milo dan senyum bulan sabit juga hadir. Ku kira kau ucapkan kata-kata harapan baik, atau doa-doa terbaik yang mengiringku selama dua tahun. Tapi saat itu, kau melepas cincin yang melingkar di jarimu. Aku masih ingat percakapan kita.
"Ada apa" tanyaku
"Cincin ini kukembalikan padamu. Aku berdoa agar dua tahun mu ke depannya menjadi hari-hari bahagia. Aku tidak bisa menunggu selama itu. Kamu tau, ayah dan ibuku sangat menginginkan pernikahan yang cepat. Bagaimana bisa aku menunggumu selama itu? Ayahku yang sedang sekarat sangat berharap kita bisa secepatnya menikah. Namun kamu lebih memilih S2 di Singapura. Aku pikir aku tidak akan sanggup sejauh itu denganmu dan menunggu selama itu. Kecuali Tuhan yang berkehendak"
Aku diam, kamu diam. Aku benar tidak menyangka jawaban itu keluar dari mulutmu. Kamu tau sendiri, selama 3 tahun bersamamu, aku sering menceritakan mimpi-mimpiku untuk kuliah S2 di Singapura, aku berjanji akan membawamu ke Merlion Park ketika aku wisuda. dan setelahnya kita menikah. Aku pikir pertunangan kita sudah cukup mengikatku untuk tidak macam-macam disini.