Surabaya, Jawa Timur
Baru saja diputuskan oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kemarin, pokok perkara yang menjerat seorang mahasiswa Taruna Politekpel bernama Daffa Adiwidya Ariska bin Ahmad Farikh malah diajukan ke persidangan oleh Kejaksaan Negeri Perak.
"Putusan Pra Peradilan wajib untuk dilaksanakan, dan pokok perkaranya tidak bisa diajukan ke persidangan demi kepastian hukum," ujar Rio D Heryawan, S.H., M.H., Rabu (17/05/2023) kepada media ini.
Menurut Rio, Indonesia ini adalah negara hukum, dengan istilah "rechtsstaat" yang mencakup empat elemen penting, yaitu perlindungan hak asasi manusia, pembagian kekuasaan, pemerintahan berdasarkan undang-undang dan peradilan tata usaha negara.
"Atas dasar ciri-ciri negera hukum ini menunjukkan, bahwa ide sentral negara hukum adalah Pengakuan dan Perlindungan terhadap hak asasi manusia yang bertumpu kepada prinsip kebebasan dan persamaan," jelasnya.
Sehubungan dengan pernyataan tersebut, khususnya elemen perlindungan hak asasi manusia, secara konstitusional negara Indonesia telah menjamin, menghormati, menjunjung tinggi dan melindungi Hak Asasi Manusia.
"Dalam UUD 1945 ini telah memuat materi HAM yang diatur dalam Pasal 28A ayat (1) sampai dengan Pasal 28j ayat (2). Materi yang berkaitan dengan Hak Memperoleh Keadilan terdapat dalam Pasal 28D yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum," terang Rio.
"Selain itu, pada Pasal 28I ayat (1) juga menyebutkan, hak atas pengakuan sebagai pribadi dihadapan hukum dan hak ini merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun," tambahnya.
Lebih lanjut disampaikan Rio, bahwa putusan Pra peradilan Daffa Adiwidya Ariska bin Ahmad Farikh telah menganulir penetapan tersangka. Namun, pihak Kejaksaan Negeri Perak masih ngotot untuk menyidangkan pokok perkaranya.
"Intinya, tidak menghormati lembaga Pra Peradilan perkara tersebut, yang menyatakan penetapan tersangka tidak sah. Juga dapat dinilai pihak Kejaksaan Negeri Perak tidak menjamin adanya kepastian hukum terhadap putusan Pra Peradilan nomor : 10/Pid.Pra/2023/PN Surabaya, tertanggal 15 Mei 2023," paparnya.
"Dan apabila pihak Kejaksaan Negeri Perak tidak menghormati putusan pra peradilan Daffa Adiwidya Ariska bin Ahmad Farikh, tidak menutup kemungkinan kami akan melakukan gugatan PMH (perbuatan melawan hukum) atas dugaan adanya perbuatan melawan hukum dalam jabatan terhadap pribadi-pribadi (bukan institusi). Apabila orang lain yang menjabat, pasti akan menghormati putusan pra peradilan dan menjamin adanya kepastian hukum," pungkas Rio D Heryawan, S.H., M.H.
Perlu diketahui, bahwa pada hari ini, Rabu (17/05/2023) siang, Advokat Rio D Heryawan, S.H., M.H., melayangkan surat Permohonan agar membatalkan persidangan pokok perkara nomor :1054/Pid.B/2023/PN SBY ke Pengadilan Negeri Surabaya.
Serta surat Permohonan Pencabutan Pelimpahan Berkas Perkara atas nama Daffa Adiwidya Ariska bin Ahmad ke Kejaksaan Negeri Perak Surabaya.
Sementara itu, Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Perak saat mau dikonfirmasi, beliau masih sibuk dan banyak tamu. Sehingga dijadwalkan bertemu pada hari Jum'at besok, tanggal 19 Mei 2023. ( )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H