Sang wanita tak boleh banyak tanya
Jika tak ingin asbak mendarat di kepalanya
Atau gagang sapu patah di kakinya
Wanita sangat terluka
Laku suami semena-mena
Dia tetap berkata setia
Menahan biduk berumah tangga
Demi benih dalam rahimnya
Niat mulia,
Tak selaras dengan yang diterima
**
Sekarang bulan kesembilan
Suami tak kunjung datang
Sudah menghilang
Mungkin ke dalam hutan
Atau ditelan lautan
Seratus delapan puluh hari
suaminya pergi
tanpa beri sesuap nasi
Padahal Si Kecil telah melihat mentari
Hatinya rindu,
meski terbelit benci.
Hatinya rindu,
meski tersakiti.
Hatinya rindu,
meski sering dicaci-maki.
Hatinya rindu,
meski sering dipukuli,
Hatinya rindu,
walau kadang ingin bunuh diri.
***
Di depan pusara
Si wanita mengusap airmata
Menggengam tangan mungil batita
Suaminya telah tiada
Lama tak datang
Kabar tersiar nyawa merengang
Tewas ditembak orang
Tak jelas juntrungan
Apa sebabnya demikian
Kini jawaban tlah datang
Suaminya tak akan pulang
Wanita tak lantas bersedihan,
Ia menampakan senyum senang,
Bangga bisa berjuang,
Membesarkan Bintang,
Sendirian,
Tanpa tekanan,
Penuh kebebasan,
Tanpa kesakitan.
_________________
Baca Juga : Petapa Cahaya Senja
Sumber gambar : astaga.com