Mohon tunggu...
Ayu Safitri
Ayu Safitri Mohon Tunggu... Konsultan - Trainer dan Konsultan Homeschooling

Penulis dan Trainer untuk http://pelatihanhomeschooling.com/ Ikuti saya di Instagram https://www.instagram.com/missayusafitri/ Ikuti saya di Facebook https://www.facebook.com/missayusafitri Tonton dan subscribe VLOG saya http://bit.ly/apaituhomeschooling

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pernah Dengar Profesi "Konsultan Homeschooling"?

21 Mei 2018   09:00 Diperbarui: 21 Mei 2018   09:09 1108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
*Sumber: www.krismcox.com

Saat pertama kali memulai HS kita perlu menentukan tujuannya lebih dulu.

  • Mau kemana arah pendidikan anak kita?
  • Apa yang kita harapkan ada dalam diri anak kita?
  • Apa harapan kita untuk masa depan anak?
  • Apa yang kita inginkan setelah anak menyelesaikan pendidikannya?
  • Keterampilan dan pengetahuan apa yang perlu dimiliki anak?

Setelah menetapkan tujuan, kita perlu menentukan metode dan strategi untuk bisa sampai ke tujuan dengan selamat.

Jadi, dalam HS kita memulai dari akhir. Berbeda dengan sekolah yang mana kita biasanya asal berangkat sekolah. Tujuan sekolah apa, kita sendiri kadang tidak paham.

Asal berangkat sekolah, ikut ujian, dapat ijazah, eh setelah lulus malah bingung. Karena tidak menetapkan tujuan sejak awal. Untuk hal yang sifatnya hiburan saja kita persiapkan dengan matang. Untuk masa depan pendidikan anak, masak kita asal jalan sih?

Biasanya orang tua yang ingin memulai HS, mereka bingung bagaimana cara membuat visi pendidikan. Nah, di sinilah peran KH juga dibutuhkan. Membantu orang tua menyusun visi atau tujuan pendidikan jangka panjang. Supaya proses pendidikan atau perjalanan HSnya bisa jelas, terarah dan pendidikan menjadi bernilai alias tidak mubazir.

4. MEMBANTU MEMBERIKAN PANDUAN PERJALANAN HS

Saat pertama kali mengenal dan menjalankan HS, banyak orang tua memiliki antusiasme yang tinggi. Biasa lah, kalau masih baru biasanya lagi senang-senangnya.

Setelah berjalan beberapa waktu, praktisi HS ini akhirnya menyadari bahwa ada banyak sekali resiko dan tantangan yang harus dihadapi. Mulai dari tekanan eksternal dari kakek-nenek, tetangga, kerabat yang merasa aneh kalau ada anak yang diam di rumah saat teman sebayanya berangkat sekolah sampai cemoohan yang menganggap anak HS tidak bisa sosialisasi.

Tak hanya itu, tantangan juga terjadi pada infrastruktur pendidikan yang belum bisa dinikmati oleh anak-anak dari jalur pendidikan informal. Contohnya perpustakaan yang bisa dijadikan tempat belajar. Kalau di luar negeri, kita bisa dengan mudah menemukan perpustakaan dengan fasilitas lengkap, teknologi canggih, gratis dan buka hingga malam hari.

Sedang di Indonesia, perpustakaan kota banyak yang tak layak dan pukul 5 sore sudah tutup.

Karena tekanan inilah biasanya muncul perasaan gamang, takut, khawatir dan emosi negatif lainnya muncul dalam diri para praktisi. Ternyata, HS tidak semudah yang saya pikirkan. Begitu biasanya pikiran mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun