Di sana, kita akan dapat metode belajar yang praktis. Diajari rumus-rumus instan, belajar dengan sistem drill and practicekurang lebih selama 6 bulan. Dan, kita akan langsung siap mengikuti Ujian Nasional.
Banyak kan yang seperti ini? Padahal, sudah sekolah 3 tahun untuk SMP dan SMA. Serta 6 tahun untuk SD. Tapi, masih mengandalkan Bimbel. Kalau seperti ini, peran sekolah bisa digantikan dengan Bimbel.
Hal ini juga menunjukkan sekolah belum mampu membuat anak didiknya percaya diri mengikuti UN. Kalau seperti ini, tidak perlu sekolah. Belajar di Bimbel, lalu ikut ujian kejar paket. Beres!
Jadi, hapus UN! Sebelum peran sekolah 100% digantikan oleh Bimbel.
Lima, Ujian Nasional Membuat Kita Tak Menghargai Proses
Kalau anak kita ulangan atau tes semesteran, ada yang belajar mati-matian dan dapat nilai 75. Ada anak yang tidak belajar, hanya mengandalkan contekan dapat nilai 85.
Kalau di sekolah, mana yang lebih mendapat penghargaan dan pengakuan? Pasti yang nilainya 85. Lalu, bagaimana anak yang nilainya 75 padahal mereka belajar dan melewati proses yang tidak mudah?
Bisa jadi anak seperti ini lama-kelamaan juga malas belajar. buat apa saya susah-susah belajar kalau nyontek saja dapat nilai 85?
Ini adalah efek paling mengerikan, mengendalkan segala cara sekalipun curang, karena yang penting nilainya bagus. Yang penting lulus!
Ujian nasional memang seharusnya tidak perlu diadakan. Karena sangat tidak adil bagi anak-anak kita. Mereka menempuh pendidikan selama bertahun-tahun, tapi kompetensinya hanya diukur dalam waktu 4 hari.
Dan, seringkali dalam waktu 4 hari itu dijadikan acuan kualitas dari pendidikan seseorang. That's unfair.
Sekali lagi, mengapa ujian nasional harus dihapus?Karena sangat tidak menghargai proses belajar anak-anak kita.