Kitab ke-Islam-an berbahasa Arab ini menjadi rujukan tradisi keilmuan Islam di pesantren.
Saya pribadi, baru pertama kali melihat dan memegang kitab kuning saat menyaksikan MQK di Jepara ini. Dan, untuk bisa membaca, menerjemahkan sekaligus memahami ayat-ayat gundul itu tidak mudah. Diperlukan tekad kuat, ketekunan dan waktu yang relatif cukup.
Melihat kenyataan ini, saya jadi kagum dengan  event 3 tahunan yang kali ini diikuti oleh 1083 santri dari 34 provinsi di seluruh Indonesia. Dibalik kesederhanaan penampilan, cita-cita dan harapan, para santri ini memiliki pemahaman ilmu agama yang luar biasa.
Santri-santri ini tidak sekedar mengejar pengakuan berupa ijazah, tapi memiliki semangat mencari ilmu dan keinginan yang tinggi untuk membasmi kebodohan. Sehingga, wadah untuk mengapresiasi usaha para santri seperti MQK ini sangat dibutuhkan.
Bidang Perlombaan MQK
Menurut penuturan Dirjen Pendidikan Islam Kamarudin Amin, seperti dilansir dari majalah Pendis Kementerian Agama, MQK harus menjadi instrumen untuk merawat, memupuk dan menumbuhkembangkan Islam nusantara dengan basis pesantren.
Jadi, MQK tidak sekedar ajang lomba bagi para santri, tapi juga menjadi kesempatan untuk mengenalkan tradisi pesantren kepada publik nasional dan internasional.
Adapun kegiatan inti MQK ke-6 di pesantren Balekambang, Jepara antara lain;
- Lomba membaca, menerjemahkan dan memahami Kitab Kuning
- Lomba debat Bahasa Arab dan Bahasa Inggris
- Eksibisi, yaitu pertunjukan atraktif tentang nazham kitab populer di pondok pesantren yang diisi oleh Tim (maksimal 5 orang) dari setiap kafilah. Lomba ini diperkenankan membawa alat musik sederhana (akustik) untuk penampilan dan disiapkan oleh masing-masing tim.
Kegiatan inti yang menjadi perhatian tentu saja lomba membaca, menerjemahkan dan memahami Kitab Kuning. Lomba ini berjumlah 28 majelis dan 3 tingkat (marhalah) yaitu, Marhalah Ula (usia maksimal 14 tahun 11 bulan), Marhalah Wustha (usia maksimal 17 tahun 11 bulan) dan Marhalah Ulya (usia maksimal 20 tahun 11 bulan.
Ketentuan dari lomba adalah tiap peserta maju ke majlis musabaqah setelah mendapatkan panggilan petugas, berdasarkan undian peserta. Selanjutnya, tiap peserta disediakan waktu tampil sekitar 12 menit, dengan rincian maksimal 6 (enam) menit pertama untuk membaca maqra' dan selebihnya untuk menjawab pertanyaan dari dewan hakim.
Saya pribadi menyempatkan untuk menyaksikan aksi apik para santri dalam bidang Nahwu dari Marhalah Ula dan Wustha serta bidang Akhlaq dari Marhalah Ula. Meskipun saya tidak begitu paham mengenai perlombaan dan kriterianya, namun saya tetap menikmati penampilan para peserta lomba. Karena para santri itu sendiri menikmatinya, jadi yang nonton pun ikut tertular dengan semangat dan antusiasme mereka.