“Tidak ada apa-apa disini...”
“Lebih baik daripada duduk bukan? Berjalan sambil mengobrol, mungkin kita bisa berteman akrab. Setidaknya ada kegiatan ketika kita ‘ada’ sebelum ‘tiada’.”
Pria tersebut begitu sungkan untuk menerima pemikiran kakek ini. Bagaimana dia bisa menerima begitu saja bahwa dia bukanlah seorang yang bermimpi, seorang yang eksis, yang lebih nyata dari sebuah imaji-imaji mimpi, yang nanti setelah bangun ia akan tetap terus ada?
“Aku duduk saja.”
Dia merasa bahwa hanya itu perlawanannya sebagai seorang yang sesungguhnya nyata.
“Yah jika kau berpikir sebaiknya seperti itu.”
Lalu pria tersebut duduk, dan kakek itu meninggalkannya.
Di kejauhan ia melihat seseorang berjas mirip dengannya, menatapnya, dan tiba-tiba ikut duduk sepertinya. Dalam pikirnya, ia merasa marah, terancam, merasa ingin berteriak pada orang tersebut untuk tidak mengikutinya duduk. Namun tak lama, dua, tiga, sepuluh, dua puluh, memutuskan untuk duduk, beberapa masih terus berjalan.
Lalu pria tersebut membenturkan kepalanya ke kerasnya aspal dalam rasa putus asa. Dia tidak lagi merasa istimewa dan berbeda, dan seakan racun memenuhi pikirannya, memaksanya untuk menerima bahwa dia tak lebih dari sesuatu yang muncul, hilang, lalu dilupakan. Apa orang-orang juga berpikiran sama dengannya, dan karena itu mereka memutuskan untuk duduk? Memutuskan pasrah untuk melihat sosok yang tidur bermimpi bangun, dan merelakan diri mereka hilang, berdoa paling-paling saja mereka yang kini sedang bermimpi, pasrah atas suatu ketidakpastian. Mengetahui bahwa setelah ini dunia seketika hilang dan mereka menjadi tiada, bukankah jika begitu segalanya terasa sia-sia? Misal, tak ada monumen yang bisa ditinggalkan di dunia ini, tak ada gunanya untuk berjalan, mengobrol dengan yang lain, membuat suatu hubungan, mencoba melakukan sesuatu yang berarti, ketika tidak ada kepastian setelah ini kau ada dimana, kecuali kegelapan kekal dalam alam bawah sadar sang pemimpi?
Pria tersebut pusing, ia tak bisa membayangkan perasaannya jika mengetahui sang pemimpi terbangun.
Lelah dalam pikirannya, ia tiba-tiba berdiri.