4. Kesenjangan antara sekolah di perkotaan dan pedesaan juga memperburuk mutu pendidikan di Indonesia. Sehingga sekolah di daerah terpencil sering kekurangan alat dan teknologi pendukung.
  Maka dari itu dari masalah-masalah tadi kemungkinan menyebabkan akhirnya pak Prabowo merancangkan program ini, lalu sekarang kembali ke pertanyaan awal apakah program ini dapat efektif?
  Kalau menurut saya sih ini tentu saja efektif, mengapa? Karena jika dilihat dari pengalaman negara seperti Singapura dan Finlandia memperlihatkan bahwa pendidikan matematika yang dirancang dengan tepat dapat memberikan dampak signifikan pada kesejahteraan masyarakat.
  Keberhasilan Singapura dan Finlandia dalam Programme for International Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) bukanlah kebetulan.
  Singapura menggunakan pendekatan Concrete-Pictorial-Abstract (CPA) yang menekankan keteraturan dalam penguasaan konsep.
  Dalam model ini, anak-anak diajarkan matematika melalui tahapan bertahap: dari benda konkret seperti blok dan manik-manik, lalu gambar, dan akhirnya simbol abstrak. Setiap konsep dipelajari mendalam sebelum beralih ke tahap berikutnya untuk memastikan siswa tidak sekadar menghafal, tetapi benar-benar memahami.Â
  Finlandia mengedepankan pendekatan lebih santai, berbasis eksplorasi dan kesejahteraan emosional.Â
  Di TK yang ada di Finlandia, matematika diajarkan melalui permainan dan aktivitas sehari-hari misalnya, anak-anak menghitung daun di taman atau mengukur panjang bangunan pasir. Fokusnya bukan pada pencapaian akademis yang instan, melainkan pada menumbuhkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap belajar. Ini memungkinkan anak belajar dengan motivasi intrinsik, yang sangat berpengaruh pada keberhasilan jangka panjang.
  Jadi dengan kedua pengalaman ini, harusnya ketika Indonesia menerapkan program tersebut asal dengan metode yang tepat dan dikelola oleh orang berkompeten, maka ini bisa saja akan menjadi strategi efektif untuk menyelesaikan masalah numerasi di Indonesia yang nantinya hingga bisa sampai menyelesaikan ke akarnya alias permasalahan matematika secara keseluruhan.
  Belum lagi kedua negara ini mempunyai pendekatan metode matematika yang bagus. Singapura dengan pendekatan keteraturan terhadap konsep yang bersifat konseptual, lalu dengan Finlandia yang lebih menekankan eksplorasi rasa ingin tahu dan kebahagiaan belajar matematika bagi anak-anak TK yang bersifat santai.
  Oleh karena itu jika Indonesia mau menjadikan dua pendekatan itu sebagai satu metode maka itu akan bagus dan menjadi metode yang efektif sekali dalam program tersebut yang efektif juga sebagaimana yang saya jelaskan sebelumnya.