Mohon tunggu...
Lio Marcelino alumnus Satulis
Lio Marcelino alumnus Satulis Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar sekolah

Saya adalah siswa sigma yang mengikuti tantangan dari guru saya yang define aura untuk menulis selama sebulan di akun blog Kompasiana looksmaxxing. Hobi saya adalah bermain permainan video games, yapping, mewing, rizz, dan membaca buku, namun topik pembahasan konten favorit saya ialah tentang sejarah atau politik.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pentingnya Matematika Diajarkan Sejak Dini

31 Oktober 2024   20:49 Diperbarui: 31 Oktober 2024   21:02 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

   

   Halo sobat Kompasianer, kembali lagi bersama saya Lio Marcelino, hari ini saya akan menyinggung tentang pelajaran matematika, eitss tapi saya bukan mau mengajarkan kalian pelajaran matematika ya, lebih tepatnya di artikel saya kali ini saya akan membahas pentingnya matematika ketika diajari sejak masih dini. Yaudah kalau begitu langsung saja yuk simak pembahasan saya berikut ini.

   Jadi baru-baru ini berita yang lagi viral itukan mengenai salah satu program presiden ke-8 RI bapak Prabowo Subianto yaitu memperkenalkan matematika sejak masih TK atau bisa dibilang mengajarkan matematika sedari anak masih TK, nah lalu yang ingin saya soroti di sini adalah apakah itu penting dan bisa efektif dalam pendidikan anak TK?

   Jawabannya ya jelas penting dong matematika itu diajarkan kepada seseorang sejak masih dini lebih tepatnya di sini konteksnya ketika masih TK, alasannya karena matematika itu bukan hanya sekadar kumpulan angka dan rumus, melainkan fondasi penting bagi keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan.

   Lalu apakah pelajaran matematika yang diajarkan sejak dini bisa menjadi program yang efektif untuk mengatasi permasalahan numerasi di Indonesia? Apalagi mengingat bahwa Indonesia menghadapi tantangan besar dalam pendidikan matematika. 

   Berdasarkan hasil PISA tahun 2018, skor rata-rata matematika siswa Indonesia berada di peringkat 72 dari 78 negara dengan skor 379, jauh di bawah rata-rata negara anggota OECD dengan skor 489. Ini menandakan bahwa banyak siswa belum mencapai penguasaan konsep dasar matematika yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari. Bagi yang tidak tahu PISA merupakan studi penilaian tingkat internasional yang diselenggarakan oleh organisasi OECD untuk mengevaluasi sistem pendidikan di dunia dengan mengukur performa akademik pelajar sekolah berusia 15 tahun pada bidang matematika, sains, dan literasi membaca.

   Kemudian menurut TIMSS tahun 2019 juga menunjukkan lebih dari 30 persen siswa Indonesia tidak mencapai tingkat kompetensi minimum dalam matematika. Buat yang tidak tahu TIMSS itu singkatnya ialah penilaian internasional akan pengetahuan matematika dan sains dari para pelajar di berbagai belahan dunia. 

   Faktor-faktor yang menjadi kendala bagi pendidikan matematika di Indonesia:

1. Pelajaran matematika di Indonesia cenderung lebih fokus terhadap pada hafalan dan teori ketimbang fokus terhadap praktik penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yang berguna sebagai solusi kepada masalah yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari kita.

2. Metode pembelajaran matematika yang dibawakan oleh sebagian guru kurang menarik dan interaktif sehingga terkesan kaku dan membosankan.

3. Selain para tenaga pendidik atau guru mengalami tantangan gaji yang rendah, Kebanyakan guru di Indonesia juga mengalami tantangan serius dalam kualitasnya, seperti belum mendapatkan pelatihan berkelanjutan yang memadai untuk menggunakan metode interaktif dan inovatif seperti CPA atau pembelajaran kontekstual ala Finlandia.

4. Kesenjangan antara sekolah di perkotaan dan pedesaan juga memperburuk mutu pendidikan di Indonesia. Sehingga sekolah di daerah terpencil sering kekurangan alat dan teknologi pendukung.

   Maka dari itu dari masalah-masalah tadi kemungkinan menyebabkan akhirnya pak Prabowo merancangkan program ini, lalu sekarang kembali ke pertanyaan awal apakah program ini dapat efektif?

   Kalau menurut saya sih ini tentu saja efektif, mengapa? Karena jika dilihat dari pengalaman negara seperti Singapura dan Finlandia memperlihatkan bahwa pendidikan matematika yang dirancang dengan tepat dapat memberikan dampak signifikan pada kesejahteraan masyarakat.

   Keberhasilan Singapura dan Finlandia dalam Programme for International Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) bukanlah kebetulan.

   Singapura menggunakan pendekatan Concrete-Pictorial-Abstract (CPA) yang menekankan keteraturan dalam penguasaan konsep.

   Dalam model ini, anak-anak diajarkan matematika melalui tahapan bertahap: dari benda konkret seperti blok dan manik-manik, lalu gambar, dan akhirnya simbol abstrak. Setiap konsep dipelajari mendalam sebelum beralih ke tahap berikutnya untuk memastikan siswa tidak sekadar menghafal, tetapi benar-benar memahami. 

   Finlandia mengedepankan pendekatan lebih santai, berbasis eksplorasi dan kesejahteraan emosional. 

   Di TK yang ada di Finlandia, matematika diajarkan melalui permainan dan aktivitas sehari-hari misalnya, anak-anak menghitung daun di taman atau mengukur panjang bangunan pasir. Fokusnya bukan pada pencapaian akademis yang instan, melainkan pada menumbuhkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap belajar. Ini memungkinkan anak belajar dengan motivasi intrinsik, yang sangat berpengaruh pada keberhasilan jangka panjang.

   Jadi dengan kedua pengalaman ini, harusnya ketika Indonesia menerapkan program tersebut asal dengan metode yang tepat dan dikelola oleh orang berkompeten, maka ini bisa saja akan menjadi strategi efektif untuk menyelesaikan masalah numerasi di Indonesia yang nantinya hingga bisa sampai menyelesaikan ke akarnya alias permasalahan matematika secara keseluruhan.

   Belum lagi kedua negara ini mempunyai pendekatan metode matematika yang bagus. Singapura dengan pendekatan keteraturan terhadap konsep yang bersifat konseptual, lalu dengan Finlandia yang lebih menekankan eksplorasi rasa ingin tahu dan kebahagiaan belajar matematika bagi anak-anak TK yang bersifat santai.

   Oleh karena itu jika Indonesia mau menjadikan dua pendekatan itu sebagai satu metode maka itu akan bagus dan menjadi metode yang efektif sekali dalam program tersebut yang efektif juga sebagaimana yang saya jelaskan sebelumnya.

   Sebagai penutupan, kunci keberhasilan program ini selain terletak di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Kementerian Kebudayaan yang merupakan pecahan dari Kemendikbudristek harus diisi oleh orang-orang berkompeten untuk mengelolanya, namun juga adalah pelatihan berkelanjutan bagi guru. Jadi di sini peran guru yang besar dalam mengajar termasuk di sini adalah matematika itu perlu dibekali dengan keterampilan untuk mengajar matematika secara kreatif dan menyenangkan. Selain itu, kolaborasi antara sekolah dan orangtua sangat penting. Orangtua harus didorong untuk terlibat dalam proses belajar di rumah, sehingga pembelajaran dapat berkelanjutan dan konsisten.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun