Mohon tunggu...
Marcellinus Vitus
Marcellinus Vitus Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa STF Driyarkara

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Politik Adalah Seni Kemungkinan

6 Agustus 2016   12:17 Diperbarui: 6 Agustus 2016   17:50 953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masihkah kita teringat akan peristiwa “Konser Salam 2 Jari” yang diadakan dan dihadiri ratusan ribu orang di Stadion Gelora Bung Karno tahun 2014 silam? Juga jauh sebelumnya, masihkah kita ingat bagaimana Jokowi “mencubit” Ahok dalam sebuah debat cagub-cawagub DKI Jakarta? Atau dalam peristiwa kekinian, bagaimana fenomena Ahok dan Teman Ahok dalam perjalanan Pemilu DKI Jakarta 2017? Ataukah kita pernah merasa “gemes” ketika melihat perpindahan disposisi Ahok dari jalur independen, menjadi jalur parpol?

Coba kita bayangkan dan rasakan kembali animo dan antusiasme yang terjadi pada peristiwa-peristiwa tersebut. Satu hal yang bisa saya simpulkan – yang saya yakin juga disadari oleh banyak orang – adalah Indonesia (atau setidaknya Anak-anak Muda Indonesia) menjadi “melek” politik. Politik dan segala dinamika di dalamnya tidak lagi menjadi sesuatu yang dijauhkan dan dibuang jauh-jauh. Politik menjadi tontonan yang sangat menarik untuk disimak bersama-sama.

Menjadi pertanyaan bagi kita semua, mengapa politik menjadi tontonan yang menarik? Apakah dikarenakan politik sangat menentukan hajat hidup orang banyak? Bisa YA sekaligus TIDAK. Bagi saya, politik menjadi menarik, karena di dalamnya terdapat DRAMA. Drama tarik-menarik kepentingan antar kelompok-golongan yang mengatasnamakan rakyat, sehingga sulit dibedakan antara yang sungguh mendukung rakyat, dan hanya manis di bibir belaka. Drama yang terjadi membuat kita tidak tahu, mau ke mana, dan pihak mana yang menang dalam gerak dunia politik.

Politik = Seni Menata Polis

Pertanyaan dasar yang perlu kita ajukan pertama-tama adalah “Apa itu Politik?” Daoed Jusuf, dalam opininya di KOMPAS sehari setelah reshuffle jilid II, mengutip definisi politik seorang pemikir. “Politik adalah apa, siapa, kapan, dan bagaimana seseorang berkuasa”. Definisi yang sangat menarik. Namun, kiranya kita bisa mencari arti politik dari akar katanya.

Secara harfiah, Politik berasal dari Bahasa Yunani, Politeia. Politeia terdiri dari dua kata Polis dan Tekhne. Polis berarti sebuah “negara-kota” (semacam provinsi/kota) dalam kebudayaan Yunani Kuno (seperti Polis Athena). Sementara itu, tekhne, berarti seni/keterampilan. Dengan demikian, politik, dalam arti akar katanya, berarti seni menata polis (kota/provinsi).

Contoh sederhananya adalah tindakan yang dilakukan oleh Solon yang menjadi pemimpin polis Athena. Di awal pemerintahannya Solon dihadapkan pada situasi perbudakan yang semakin bertumbuh subur di polis Athena. Hal ini pertama-tama dikarenakan permasalahan akan tanah. Tanah, yang subur namun sedikit, itu dikuasai oleh kaum aristokrat. Petani yang miskin kemudian berhutang kepada para aristokrat dengan cara pembayaran melalui hasil panen yang mereka lakukan. Ketika hutang semakin besar, banyak para petani yang seluruh hasil panennya diserahkan kepada kaum aristokrat.

 Hal ini menjadikan para petani kemudian menjadi “budak” bagi kaum aristokrat. Langkah berani dilakukan oleh Solon dengan melakukan redistribusi tanah, penghapusan hutang yang kemudian mengarah kepada penghapusan status budak akibat sistem hutang tersebut. Kebijakan Solon tidak selamanya tepat-guna. Seiringan dengan waktu berjalanan, para penerusnya tidak lagi menggunakan metodenya, dan menggantikan dengan metode yang lain.

Machiavelli: Virtu dan Fortuna

Lain halnya dengan, Machiavelli, seorang negarawan Firenze (juga disebut sebagai peletak batu pijak bagi politik modern).Ia tidak sekadar memperdalam Poltik sebagai Seni Mengatur Kota/Negara, melainkan sebagai sebuah Seni Kemungkinan.

Melalui bukunya Il Principe (The Prince – Sang Pangeran)  dan Discorsi (Discourse – Diskursus), Machiavelli menetapkan pandangannya akan politik melalui dua (2) konsep metafisis: virtu  dan fortuna. Disebut metafisis, karena keduanya tidak bisa dibuktikan adanya secara sosiologis-empiris (meta-empiris), namun dampaknya amat nyata dalam kehidupan, dalam hal ini tindakan politis. Virtu dan fortuna dengan pelbagai cara dapat menentukan hal-hal di dunia. Keduanya berdampingan dan berada dalam tegangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun