Mohon tunggu...
Lintang Prameswari
Lintang Prameswari Mohon Tunggu... Jurnalis - Content Writer

Bukan penulis, hanya menulis.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Menulis: Sebuah Suaka

15 Januari 2022   00:00 Diperbarui: 15 Januari 2022   00:31 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


Juru selamat bisa berwujud siapapun,

Menjelma apapun,

Dan ada dalam situasi kapanpun.

Namun bagiku,

Suara ketik di sudut kamar tanpa cahaya lampu,

Diiringi sorot gawai yang merusak mata namun indah sungguh,

Juru selamat itu menjelma tanda spasi di tengah hari yang jenuh.

Ada magnet yang membawaku kembali,

Mengisi rindu yang menuntut untuk diisi.

Ia ada ketika dunia mulai membuatku tersisih,

Menemani duduk di tengah gelap saat langkahku mulai tertatih.

Jauh menyertai raga yang mulai tersungkur,

Kata demi kata tetap memberi nyawa bagi mimpi lama yang diam-diam dikubur.

Menemaniku menghadapi yang nyata,

Menyirami kepala agar akarnya tetap tumbuh tanpa kecewa.

Ada pembaca yang rupanya diam-diam menaruh harap,

Di sana ku temukan tulus yang paling erat mendekap.

Ketika di dunia lain ada yang diam-diam menginginkanku untuk tenggelam,

Di sini ku temukan kesungguhan hidup yang dengan gigih tetap ku genggam.

Masih banyak peragu yang menyangsikan dunia ini,

Tak bisa hasilkan apa-apa dan tak akan menghidupi siapa-siapa.

Namun ada ruh yang ditiupkan perlahan dalam jejak yang abadi,

Suatu saat mereka akan sadar bahwa dunia akan menelan hidup-hidup kita yang tak pernah punya apa-apa.

Sampai pada saatnya tiba,

Ketika dunia sudah tak lagi sanggup memberikan rumah bagi jiwa yang tercerabut,

Suara ketik tetap akan mendengung, tak kenal jeda dan rasa takut.

Meski akan banyak manusia yang saling sikut,

Dan waktu semakin banyak terbuang lalu direnggut,

Suaka ini akan tetap ada,

Menjadi rumah bagi perjalanan tanpa akhir yang entah dimana ujungnya,

Menjelma sekoci bagi nahkoda yang kebingungan membawa kapal yang hampir karam,

Melewati badai yang tak lagi seram,

Membalut luka sehabis terjun dari jurang curam,

Mendampingi hidup untuk melewati sakit dengan asah senjata yang semakin tajam.

Meluruhkan apa-apa yang marah hingga tak lagi menyimpan dendam,

Menjaga hidup yang melelahkan tapi menolak untuk padam.

14 Januari 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun