Mohon tunggu...
Stephanie Lintang Lumaris
Stephanie Lintang Lumaris Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Strategi Pengelolaan Konflik dalam Melarang Massa Menggelar Demonstrasi di Kawasan Malioboro

17 Desember 2020   22:48 Diperbarui: 17 Desember 2020   22:59 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Harianjogja.com/Lugas Subarkah 

Dalam kehidupan sehari-hari, kita bertemu dengan setiap orang yang berbeda baik yang belum pernah kita kenal maupun yang telah kita kenal cukup lama melalui tempat kita bekerja, kampus, transportasi umum, dan lain sebagainya. Sikap setiap orang pun tentu berbeda, ada yang memiliki sikap kasar, lemah lembut, acuh, dan lain-lain. 

Tidak semua orang juga akan memiliki hubungan yang baik antar sesamanya dikarenakan ketidakcocokan dari segi sifat, sikap, cara berbicara, dan lainnya yang menimbulkan banyaknya perbedaan antar individu tersebut. 

Maka tentu dari banyaknya kegiatan yang kita lakukan sehari-hari dan dari pertemuan kita dengan sekian banyak orang, kita tidak luput dari kesalahan-kesalahan yang akhirnya menimbulkan konflik baik dari dua pihak atau lebih.

Konflik terjadi karena adanya perbedaan anggapan, keinginan, kebutuhan, opini antara kedua belah pihak atau lebih di berbagai tempat dan waktu secara bersamaan dan belum dapat menemukan jalan keluarnya. 

Menurut Stella Ting-Toomey (2003), konflik didefinisikan sebagai ketidaksesuaian yang dirasakan atau aktual dari nilai, proses, harapan, hasil dari budaya yang berbeda atas masalah substansif dan relasional. Semuanya bergantung pada bagaimana masing-masing individu menyeimbangkan ketidakcocokan tujuan dengan orang lain yang terlibat dalam suatu konflik.

Terdapat lima orientasi pengelolaan konflik menurut Rahim (2002) dan Ting Toomey (2005). Pertama adalah menghindari atau menarik diri. Hal ini dapat terjadi jika masing-masing individu lebih memilih untuk menghidar dari konflik dan tidak menentang pihak lain. Hal ini mungkin baik untuk dilakukan dalam rentang jangka pendek, namun tidak untuk hubungan jangka panjang, terlebih dalam suatu organisasi dan melibatkan banyak individu. Kemudian yang kedua adalah dengan cara mengalah.

Pada suatu konflik tertentu, terdapat pihak yang perlu mengalah supaya tidak memperparah konflik yang ada. Jika ada pihak yang mengalah, tentu terdapat pula pihak yang justru mendominasi. Pada pengelolaan ketiga ini individu bersaing dengan menunjukkan perilaku agresif, tegas, ancaman, dan sebagainya. 

Hal ini biasa dilakukan ketika kedua pihak berada di situasi dimana mereka perlu untuk memenangkan sesuatu, seperti contohnya perlombaan. Keempat adalah kolaborasi, dimana kedua belah pihak menyelesaikan konflik dengan berkomitmen sehingga menghasilkan win-win solution. Alih-alih menghindari suatu konflik, pada teknik ini saling bekerja sama untuk memberikan solusi yang saling menguntungkan. 

Terakhir adalah upaya berkompromi, yang mana dalam pengelolaan konfik ini mencari solusi secara kolaboratif, namun antara kedua belah pihak belum tentu seluruhnya mencapai tujuan mereka.

Dalam sebuah konflik terdapat tiga hasil yang memungkinkan, yaitu antara kalah dan kalah, kalah dan menang, dan menang dan menang. Kalah-kalah terjadi dimana kedua pihak tidak mencapai tujuannya, tidak ada pihak yang diuntungkan melainkan sama sama dirugikan. Dalam hasil kalah dan menang tentu terdapat satu pihak yang mendapatkan keuntungan, sedangkan pihak satunya dirugikan. 

Sedangkan untuk hasil menang dan menang, seluruh pihak mendapatkan tujuannya dan sama-sama mendapatkan keuntungan. Dalam strategi menarik diri biasanya hasilnya akan berupa kalah dan kalah, atau kalah dan menang. 

Dalam strategi pengelolaan konflik yang kedua atau mengalah dan ketiga atau bersaing, dapat dipastikan hasilnya akan kalah dan menang, dimana pihak yang mengalah dirugikan dan pihak satunya diuntungkan. Ketiga dan keempat yaitu kolaborasi dan kompromi, hasil yang ada akan menang dan menang dimana kedua belah pihaknya sama sama diuntungkan.

Beberapa waktu lalu salah satu tempat di kawasan Malioboro mengalami kerusakan cukup parah akibat adanya demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja. Beberapa tempat mengalami kerusakan ringan dan beberapa mengalami kerusakan parah, bahkan hingga membakar fasilitas umum. 

Hal ini tentu sangat meresahkan bagi warga Jogja, khususnya mereka yang kesehariannya berada di kawasan Malioboro, baik untuk bekerja maupun penduduk asli yang tinggal di Malioboro. Salah satu pihak yang merasa dirugikan adalah para pedagang kaki lima atau PKL. 

Akibat adanya kejadian tersebut, ditambah pula dengan kondisi di masa pandemi ini membuat jumlah wisatawan menurun, dan akibatnya para pedagang kaki lima juga merasa kesulitan untuk menjual dagangannya.

Dalam berita "Memperingati Hari HAM, Aksi Rakyat di Malioboro Diadang Polisi dengan Kawat Berduri" telah cukup menjelaskan adanya konflik antara Polisi dan PKL dengan demonstran. 

Sebagian besar komunitas yang ada di Malioboro adalah PKL atau pedagang kaki lima. PKL hidup dari wisatawan yang datang berkunjung ke Malioboro, terlebih Malioboro dikenal dengan ikon Kota Yogyakarta. Berkaca pada kejadian sebelumnya ketika beberapa tempat di Malioboro dirusak oleh demonstran membuat PKL merasa kesal.

Dari konflik yang muncul tersebut, terdapat pengelolaan konflik yang dilakukan oleh para pedagang kaki lima. PKL yang mengetahui Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) akan melakukan demo di Malioboro segera mencari solusi penyelesaian supaya dapat mencapai win-win solution. 

Pada tahap ini, terlihat bahwa pengelolaan yang dilakukan pedagang kaki lima dapat dikategorikan ke dalam upaya bersaing. Para pedagang kaki lima dan polisi menghadang para demonstran untuk tidak melakukan demo di kawasan Malioboro.

 Para pedagang kaki lima dan polisi pun menghadang demonstran dan menyuruh mereka berpindah ke lokasi lain. Dengan begitu para pedagang kaki lima tetap dapat berjualan di kawasan Maliboro, sedangkan para demonstran harus mengalah untuk melakukan demo di tempat yang lain. Maka hasil yang diperoleh dari konflik tersebut bisa menang dan kalah karena satu pihak yaitu PKL diuntungkan, dan demonstran dirugikan karena tidak dapat melakukan demo di kawasan Malioboro.

Dari adanya konflik tersebut beserta penyelesaiannya tampaknya menghasilkan dampak yang cukup negatif. Dampak negatif yang dihasilkan atas konflik di atas antara para pedagang kaki lima dan demonstran adalah bahwa kedua belah pihak saling berselisih dan memiliki tujuan yang berbanding kebalik sehingga hubungan yang terjadi kurang harmonis. 

Terlihat dari tidak disetujuinya para pedagang kaki lima dan polisi dengan adanya demo di wilayah Malioboro. Berkaca pada kejadian sebelumnya, para PKL menginginkan Malioboro sebagai ikon Yogyakarta yang seharusnya menjadi tempat yang nyaman bagi para pengunjung supaya dapat menikmati keindahan kota Jogja.

Dari analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan konflik pada setiap konflik yang ada tentu berbeda, tergantung pada masing-masing individu dan situasi yang ada. Pada masing-masing pengelolaan konflik seperti yang telah dikemukakan oleh Rahim dan Ting Toomey, seluruhnya akan menimbulkan dampak yang berbeda tentunya. 

Pertama adalah menghindari atau menarik diri, dimana individu lebih memilih untuk menghidar dari konflik dan tidak menentang pihak lain. Kedua adalah dengan cara mengalah supaya tidak memperparah konflik yang ada. Ketiga, individu bersaing dengan menunjukkan perilaku agresif, tegas, ancaman, dan sebagainya. Keempat adalah kolaborasi, dimana kedua belah pihak menyelesaikan konflik dengan berkomitmen sehingga menghasilkan win-win solution. Kelima adalah upaya berkompromi mencari solusi secara kolaboratif.

DAFTAR PUSTAKA

Baldwin, R. (2014). Intercultural Communication for Everyday Life. John Wiley & Sons Ltd: UK.

Martin, J. (2017). Experiencing Intercultural Communication: An Introduction. McGraw-Hill: UK.

Pinsker, L. (2020). PKL Melarang Massa Gelar Demonstrasi di Kawasan Malioboro.

Subarkah, L. (2020). Memperingati Hari HAM, Aksi Rakyat di Malioboro Diadang Polisi dengan Kawat Berduri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun