Terlihat dari tidak disetujuinya para pedagang kaki lima dan polisi dengan adanya demo di wilayah Malioboro. Berkaca pada kejadian sebelumnya, para PKL menginginkan Malioboro sebagai ikon Yogyakarta yang seharusnya menjadi tempat yang nyaman bagi para pengunjung supaya dapat menikmati keindahan kota Jogja.
Dari analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan konflik pada setiap konflik yang ada tentu berbeda, tergantung pada masing-masing individu dan situasi yang ada. Pada masing-masing pengelolaan konflik seperti yang telah dikemukakan oleh Rahim dan Ting Toomey, seluruhnya akan menimbulkan dampak yang berbeda tentunya.Â
Pertama adalah menghindari atau menarik diri, dimana individu lebih memilih untuk menghidar dari konflik dan tidak menentang pihak lain. Kedua adalah dengan cara mengalah supaya tidak memperparah konflik yang ada. Ketiga, individu bersaing dengan menunjukkan perilaku agresif, tegas, ancaman, dan sebagainya. Keempat adalah kolaborasi, dimana kedua belah pihak menyelesaikan konflik dengan berkomitmen sehingga menghasilkan win-win solution. Kelima adalah upaya berkompromi mencari solusi secara kolaboratif.
DAFTAR PUSTAKA
Baldwin, R. (2014). Intercultural Communication for Everyday Life. John Wiley & Sons Ltd: UK.
Martin, J. (2017). Experiencing Intercultural Communication: An Introduction. McGraw-Hill: UK.
Pinsker, L. (2020). PKL Melarang Massa Gelar Demonstrasi di Kawasan Malioboro.
Subarkah, L. (2020). Memperingati Hari HAM, Aksi Rakyat di Malioboro Diadang Polisi dengan Kawat Berduri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI