Seperti penyediaan sarana ekonomi yang sesuai dengan kondisi awal, berkaitan dengan laba. Rata-rata relokasi kebanyakan ditolak PKL, ialah akses pada pengunjung yang tidak terjangkau, sepi dan kios-kios yang disediakan relatif mahal. Sehingga mereka para PKL mempunyai argumentasi penolakan, karena di tempat biasa mereka cukup sementara di tempat baru kurang.Â
Kembali pada akses ekonomi, kebutuhan dasar. Indikator berjalannya demokrasi ialah, baik Pemkot dan stakeholder terkait dapat bermusyawarah. Namun ini tidak terjadi dalam praktiknya, mereka harus rela melakukan aksi terlebih dahulu baik aksi ke jalan, hingga mengirim audiensi ke kantor DPRD Surabaya yang hingga kini masih belum terjawab.
Persoalan-persoalan tersebut merupakan contoh nyata, bagaimana secara realitas mereka dipinggirkan dari tanahnya, alat produksinya dengan dalih kepentingan umum.Â
Sementara mereka yang mempunyai modal dilindungi bahkan ketika melanggar peraturan. Perampasan hutan kota, waduk hingga ruang terbuka hijau masih dibiarkan. Namun warga kota yang hidup dari bawah, hak-haknya masih dirampas tanpa pengecualian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H